Jakarta, 18 September 2019 : Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) mulai bergerak ke wilayah Kalimantan. Posko untuk wilayah Kalimantan Barat dipusatkan di Pangkalan Udara Supadio, Pontianak. Sedangkan posko wilayah Kalimantan Tengah dipusatkan di Bandar Udara Tjilik Riwut, Palangkaraya.
Kegiatan TMC di Kalimantan didukung pihak TNI AU yang menerjunkan pesawat Cassa 212-200 di wilayah Kalbar dan pesawat CN 295 untuk operasi TMC wilayah Kalteng. Bahan semai yang dipasok BBTMC-BPPT mencapai 33 ton untuk operasi TMC di Kalimantan, diantaranya 13 ton Kalteng dan 20 ton untuk Kalbar.
Tim yang ditugaskan di Kalbar terdiri dari 8 orang dari BBTMC yang tersebar di posko (6 orang), dan pos pemantauan meteorologi (posmet 2 orang), kru pesawat dari Skuadron 4 Malang, Jatim sebanyak 12 orang, serta 1 orang dari BMKG.
Sedangkan di Kalteng, tim BBTMC-BPPT terdiri dari 5 orang, didukung 13 orang dari TNI AU untuk kru pesawat.
“Operasi TMC di Kalimantan sudah dimulai Selasa kemarin untuk wilayah Kalteng. Sedangkan Kalbar baru akan dimulai sekitar tanggal 20 September. Kendati di Kalteng Selasa kemarin telah turun hujan rintik-rintik, namun belum signifikan,” ujar Hammam Riza di Jakarta, Rabu (18/9/2019).
Dalam operasi TMC kali ini, BPPT menerapkan inovasi penyemaian kapur tohor (CaO) untuk membongkar lapisan yang menutupi radiasi matahari akibat pekatnya kabut asap. “Ini inovasi baru dalam operasi TMC untuk optimalkan awan-awan potensial,” ujar Hammam.
Fikri Nur Muhammad, Koordinator Lapangan BBTMC-BPPT di Kalteng mengatakan titik lokasi penyemaian di wilayah timur Banjarmasin, Pulang Pisau dan wilayah Sampit. “Hasilnya ditemukan awan-awan potensial di daerah tersebut, dan diharapkan turun membahasi lahan-lahan. Kendala yang dihadapi adanya lapisan tebal asap yang mencapai 8500 kaki yang mengakibatkan sulitnya terjadi pembentukan awan,” ujarnya.
Sementara Satyo Nuryanto, Koordinator Lapangan BBTMC-BPPT di Kalbar mengatakan timnya baru menyelesaikan persiapan teknis pada pesawat dan siap operasional TMC pada 19 September. “Peluang pertumbuhan awan diperkirakan membaik pada tanggal 20 September,” ujarnya.
Sutrisno, Kepala Bidang Pelayanan Teknologi BBTMC-BPPT menjelaskan untuk target operasi modifikasi cuaca akan dipantau melalui radar, satelit, serta peralatan lainnya. ”Secara alami, keberadaan awan bisa berubah-ubah. Berdasarkan hasil pantauan itu setiap hari kita akan tentukan target penyemaian ada dimana, tentunya wilayah yang ada awannya,” ujarnya.
Jika terdapat awan cukup banyak, lanjut Sutrisno, maka akan ditentukan skala prioritas dalam penanggulangan karhutla. Pertama, yaitu wilayah terdapat awan dan juga terpantau hotspot. Prioritas kedua adalah wilayah yang ada awannya dengan curah hujan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir relatif lebih kecil dibanding wilayah lainnya. Sedangkan, prioritas ketiga yaitu wilayah yang secara historis sering muncul hotspot.
“Pada prinsipnya dimanapun hujan jatuh akan bermanfaat, kalau terkena hotspot maka akan padam, kalau mengena lahan atau tanah maka akan menjadi lembab, sehingga akan meredam munculnya hotspot baru. Kita ketahui bahwa lahan yang lembab akan lebih susah terbakar daripada lahan kering,” kata Sutrisno.
Disisi lain, fasilitas pesawat sangat memegang kunci penting operasi TMC. Tri Handoko Seto, Kepala BBTMC-BPPT mengatakan, pihaknya saat ini hanya memiliki dua armada pesawat, dan dalam kondisi perbaikan. “ Keduanya masih unserviceable dan dalam proses perbaikan. Jadi, kami hanya mengandalkan pesawat milik TNI untuk melaksanakan TMC saat ini,” ujarnya.
Seperti diketahui, BBTMC-BPPT memiliki 1 unit pesawat Cassa 212-200 PK-TMA untuk semai berbasis powder dan 1 unit pesawat Piper Cheyenne II PK TMC untuk semai berbasis flare. “Untuk bahan semai flare, kemarin kami pakai sekitar 1 bulan karhutla di Riau dengan menggunakan pesawat Pipper Cheyenne. Namun karena memang sudah tua umurnya, pesawat Piper Chaynne terpaksa masuk perbaikan. Sehingga seluruh operasi TMC menggunakan bahan semai powder,” ungkap Seto. Ditambahkan, armada pesawat memegang peran penting dalan operasi TMC. “Tahun ini, El Nino yang memicu kekeringan lemah, bagaimana jika terjadi El Nino seperti tahun 2015, jika tidak didukung armada pesawat yang memadai,” ujarnya. Minimal,kegiatan TMC menggunakan pesawat sekelas King Air dan Cassa untuk metode penyemaian berbeda,” pungkas Seto