BPPT : Teknologi Mitigasi Bencana Wajib di Kawasan Ekonomi Khusus

Potensi bencana alam, seperti halnya bencana tsunami yang menghantam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung pada akhir Desember Tahun 2018 lalu, menjadi perhatian pemerintah terkait ketentuan pengembangan KEK zona pariwisata.

Menanggapi hal ini Deputi Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA), Hammam RIza menuturkan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) wajib meningkatkan kesiapsiagaan bencana melalui pemanfaatan teknologi.

“Kawasan Ekonomi Khusus, seperti kawasan pariwisata ini penting untuk memperhatikan potensi dan kerawanan bencana, sehingga mitigasi sangat penting untuk dilakukan. Perlu perangkat teknologi deteksi dini terhadap kerawanan bencana di wilayah tersebut,” paparnya dalam Workshop Pengembangan Teknologi di Bidang Mitigasi Bencana, yang digelar oleh Kemenko Perekonomian RI, Jakarta , (24/01/2019)

Hammam mengatakan Indonesia sebagai negara yang berada di wilayah ring of fire, memiliki potensi bencana seperti gempa bumi, gunung meletus, tsunami. Untuk itu diperlukan adanya mekanisme yang dapat mengantisipasi bencana serta menanggulangi pasca terjadinya bencana.

“BPPT akan memberikan rekomendasi teknologi yang tepat sebagai perangkat deteksi dini bencana. Seperti BUOY Tsunami, alat deteksi kabel bawah laut atau CBT, serta teknologi lainnnya,” ungkapnya.

Pemerintah berharap KEK dapat meningkatkan investasi dan mempercepat pemerataan pembangunan antar wilayah. “Agar KEK dapat berperan maksimal, diperlukan adanya instrumen teknologi multi bencana untuk menghadapi berbagai bentuk ancaman fenomena alam,” tegas Hammam.

Terkait keberadaan BUOY, Hammam menjelaskan bahwa aksi vandalisme dan pencurian membuat BUOY rusak atau bahkan ditarik masyarakat setempat ke perairan terdekat.

Untuk itu katanya,  BUOY akan dilengkapi teknologi sensor khusus untuk mengetahui titik lokasinya, serta dibuat dari bahan yang tidak berpotensi untuk dicuri ditengah laut.

“BUOY yang kami namakan BUOY merah putih ini nantinya akan dibuat dengan menggunakan bahan polimer. Kemudian kami lengkapi dengan berbagai instrumen termasuk sensor lokasi dan tekanan (pressure gauge) supaya BUOY bisa bekerja secara realtime,” jelasnya.

Hammam pun menyebut bahwa saat ini BPPT tengah merevitalisasi beberapa buah BUOY untuk dapat segera dipasang di berbagai lokasi. Untuk dipasangnya nanti pun diungkapnya, akan menggunakan Kapal Riset Baruna Jaya BPPT.

“Kami harap dukungan berbagai pihak untuk bersama berkomitmen untuk menjaga BUOY di perairan nusantara. Demi Kesiapsiagaan dan keselamatan kita bersama,” tegasnya.

KEK Berbasis Teknologi Mitigasi Bencana

Dilansir dari berbagai media disebutkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyampaikan,  pengembangan KEK harus dievaluasi agar tata ruang kawasannya sesuai dengan Peta Rawan Bencana. Hal ini lanjutnya, perlu dilakukan guna meminimalisir korban jiwa di daerah pariwisata jika sewaktu-waktu terjadi bencana alam di kawasan tersebut.

“Di masa lalu kan sesuai dengan RUTR (Rencana Umum Tata Ruang), pertanyaannya sebenarnya, RUTR-nya itu pakai peta bencana tahun berapa?” kata Menko Darmin akhir tahun  lalu. 

Menurut Menko Darmin, penataan tata ruang berperan besar dalam langkah mitigasi bencana, termasuk untuk mengatur kesesuaian peruntukan suatu lahan.

Deputi  TPSA BPPT Hammam Riza menyampaikan, bahwa pihaknya akan berupaya menyampaikan kajian maupun rekomendasi teknologi, guna optimalisasi early warning system di suatu KEK.

“Kajian kami bertujuan untuk membangun sistem peringatan dini multi bencana yang terintegrasi, melalui kolaborasi seluruh pemangku kepentingan.

Hammam mengharapkan rekomendasi teknologi BPPT ini juga mendapat dukungan dari berbagai pihak dan masyarakat agar keberlanjutannya (operasional dan perawatannya) dapat dijamin.

“Rekomendasi teknologi ini penting untuk aspek mitigasi bencana. Semoga kami didukung berbagai pihak baik Kementerian/Lembaga, DPR, pemerintah pusat dan daerah,” ujarnya.

Sementara pakar tsunami BPPT, Widjo Kongko, menjelaskan bahwa konsep mitigasi bencana di KEK perlu menyusun kajian secara lebih detil  (mikrozonasi) untuk potensi bencana (misal tsunami) di lingkungannnya beserta rencana kontijensi & aksinya. “ Diharapkan dengan terpenuhinya aspek tersebut KEK dapat lebih  resilience terhadap potensi bencana,” ungkapnya.

You May Also Like

More From Author