JAKARTA — Pembangunan infrastruktur yang dilakukan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) begitu pesat. Lihat saja Indonesia hanya butuh waktu tiga tahun dalam membangun teknologi Sistem Peringatan Dini Tsunami yang mampu menginfokan ke masyarakat potensi tsunami dalam waktu tiga menit saja. Sementara Jepang, butuh waktu 25 tahun untuk menginformasikan bahaya tsunami dalam waktu 2 menit.
“Sejak dibangun pada tahun 2005 informasi yang diterima memakan waktu 5 menit, pada tahun 2008 kita mampu menginformasikan bahaya tsunami dalam waktu 3 menit,” kata Kepala BMKG, Dr. Andi Eka Sakya, MSc, Senin (20/1), usai menerima kunjungan delegasi Oman terkait Pelatihan Kerja untuk Staff Direktorat Jenderal Meteorologi dan Navigasi Udara (DGMAN) Otoritas Publik untuk Penerbangan Sipil (PACA), di gedung BMKG.
Maka tak heran, jika kepiawaian dan pengalaman tim dalam menata-kelola sistem peringatan dini, baik untuk bencana tsunami, cuaca, maupun iklim ekstrim, mendapatkan kepercayaan dunia internasional. BMKG pun ditunjuk UNESCO sebagai Regional Tsunami Service Provider (RTSP), bersama India dan Australia sebagai pusat layanan informasi tsunami bagi 22 negara di Lautan Hindia.
BMKG juga telah ditetapkan Badan Meteorologi Dunia (WMO) sebagai Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) di wilayah yang ditentukan. “Kami juga ditunjuk sebagai Regional Training Center (TRTC) oleh WMO hingga 2015 nanti,” ungkapnya.
Melihat prestasi ini, negara Oman melalui Directorate General of Meteorology and Air Navigation (DGMAN) Public Authoroty for Civil Aviation (PACA), tertarik untuk belajar banyak ke Indonesia. Dengan mengirimkan 13 orang staf ahli untuk melakukan on-the-job training di BMKG untuk pengoperasian sistem peringatan dini tsunami, cuaca ekstik, dan iklim ekstrim.
“Pelatihan ini berlangsung sejak  20 Januari hingga 14 Februari 2014. Para peserta akan dibawa ke beberapa lokasi untuk melihat pengoperasian sistem iklim dan cuaca, serta peringatan dini tsunami yang ada di BMKG,” katanya.
Dr. Juma Said Al Maskari, Asistant Dir Gen for meteoroligical Affairs, DGMAN, menyebut, Indonesia dipilih untuk tempat pelatihan, karena melihat pengalaman tim BMKG dalam menangani beberapa tsunami di Indonesia.
Semua informasi tsunami di daerah bisa disampaikan kepada masyarakat dalam 5 menit sebelum bencana itu terjadi. Informasi itu juga disampaikan BMKG ke-22 negara lainnya di kawasan Lautan Hindia.
“Melihat keberhasilan penyampaian informasi itu, BMKG banyak diminta untuk sharing tentang beberapa sistem tersebut. Kami juga mengirimkan staff ke Jepang dan beberapa negara lain untuk belajar hal yang sama,” katanya.
Oman sendiri, lanjutnya, sedang membangun Oman Tsunami Early System (OmanTEWS). Pihaknya ingin belajar dari pengalaman BMKG dalam mengoperasikan Sistem Peringatan Dini baik Tsunami, Cuaca, dan Iklim Ekstrim.
“Ini akan memudahkan kami dalam memperpendek learning curve dalam rangka mengembangkan Standard Operational Prosedure sebelum, sesaat, dan sesudah terjadinya bencana,” paparnya.
Andi menambahkan, Indonesia sendiri sudah terbiasa hidup dengan kerentanan tsunami. Sistem yang sudah dibangun pun tidak gagal. “Jika hingga 2012 Indonesia dibantu, sekarang disapih. BMKG berhasil membangun Sistem Peringatan Dini Iklim Ekstrim,” ungkapnya. (tety)