Simeulue Siap Jadi Laboratorium Tsunami

Simeulue_map

Pasca tsunami 2004 dan 2005  kini Simeulue menjadi kota moderen. Badan Rehabilitasi dan Rekontrusksi (BRR) Aceh membangun Simeulue dengan modal kepercayaan dan dukungan teknologi.

Simeulue yang porak poranda pasca terjangan tsunami kini berubah wajah menjadi sebuah kota baru. Hal itu bisa terjadi karena BRR Aceh berupaya agar banyak pihak percaya dan terlibnat dalam mendanai pembangunan kota baru Simeulue.

BRR NAD – Nias Eddy Purwanto 2005-2009 menceritakan pengalamannya selama merehabilitasi dan merekontruksi Sumeulue, saat ini Sumuelue jadi kota yang banyak diminati. ”Dari awalnya hanya 1000 KK sekarang ini sudah berkembang menjadi 23.000 KK, ini sudah menjadi kota sendiri,” kata Eddy di Workshop Pengembangan Tsunami Heritage dan Laboratorium Alama Simuelue, di Jakarta Rabu, (21/3).

Menurut Eddy tidak mudah mengelola dana bantuan dari donatur. Negara pendonor sebenarnya lanjut Eddy membutuhkan kepercayaan yang tinggi dalam mengelola dana bantuan. ”Oleh karena itu yang perlu kita bangun adalah rasa percaya dulu,” jelasnya.

Setelah ada kepercayaan, yang tidak kalah penting menurut Eddy sistem pelaporan dananya. ”Dengan bantuan teknologi dan kerjasama semua pihak kami bisa melaporkan progress pembangunan proyek setiap jam melalui website real time,” kata Eddy.

Hal itu yang membuat BRR di Aceh bisa mengawasi 12.500 proyek pembangunan Simeuleu selama empat tahun. Karenanya model pelaporan yang dilakukan di Aceh ini menjadi contoh negara lain dalam mengelola dana bantuan bencana.

Tidak heran jika saat ini Simeulue lanjut Eddy sudah bisa disebut sebagai kota laboratorium alam bencana tsunami yang sudah siap dengan pencegahan bencana tsunami. Tempat penampungan pengungsi bantuan dari negara Jepang jika terjadi bencana sudah dibangun di Simuelue. Demikian juga pemancar sitem peringatan dini.

Upaya pemulihan kembali kota Simuelue tersebut telah mendapat pengakuan global sebagai model sukses pascabencana yang dilakukan oleh beragam pemangku kepentingan di Aceh. Selain itu BRR di Aceh diakui telah memberikan dasar pemulihan yang berkelanjutan khususnya dalam pembentukan budaya profesionalisme, peningkatan kapasitas pengelolaan dan kepercayaan semua pihak.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author