Jakarta, Technology-Indonesia.com – Pasar domestik yang besar belum menjadi faktor pendorong tumbuhnya industri dalam negeri. Lebih dari 74 persen bahan baku dan komponen industri masih disuplai dari impor. Hal ini melemahkan daya saing produk dalam negeri.
Deputi Teknologi Informasi Energi dan Material (TIEM BPPT), Eniya Listiani Dewi mengungkapkan material merupakan kunci produk industri, sehingga pengembangan industri juga harus ditunjang oleh inovasi teknologi material.
“Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, kegiatan industri dalam penciptaan nilai tambah perlu dipacu dengan pengembangan, penguasaan, dan pemanfaatan teknologi material, mendorong kreativitas serta inovasi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas,” ungkapnya pada penutupan Kongres Teknologi Nasional (KTN) 2018 di Kantor BPPT, Jakarta, Kamis (19/07/2018).
Eniya menyebutkan, tantangan inovasi bidang teknologi material adalah bagaimana mengelola sumber daya alam Indonesia agar dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat. Hal ini ditinjau dari aspek ketergantungan impor bahan baku industri yang tiap tahun menyedot 1500-an triliun rupiah, dan aspek pengelolaan sumber daya lokal sebagai bahan baku industri di 6 sektor industri prioritas. Serta, aspek minimnya inovasi karena tidak didukung oleh kebijakan yang kuat dan pendanaan yang memadai.
Saat ini modernisasi di berbagai bidang dilakukan pemerintah melalui proyek-proyek strategis nasional. Sebagian besar adalah proyek strategis untuk memperkuat bidang infrastruktur yang diperlukan sebagai modal untuk membangun ekonomi dan meningkatkan konektivitas. Namun, fokus pemerintah saat ini belum terlalu menyentuh pada konten penguatan ekonomi berbasis manufaktur.
Penguasaan teknologi secara lokal-pun, lanjut Eniya, masih terlalu minim untuk mendorong tumbuhnya industri-industri manufaktur yang mampu memproduksi berbagai produk bernilai tinggi. Dengan alih teknologi dan kerekayasaan yang dikemas menjadi gagasan inovasi teknologi, dapat menjadi sarana untuk merangkai keekonomian baru berbasis iptek.
“Inovasi yang mengandung unsur kebaruan akan memberikan kemanfaatan pada kegiatan ekonomi baru, sehingga perlu dicari solusi terhadap faktor penghambatnya agar hasil-hasil inovasi bisa diimplementasikan secara konsisten di Indonesia,” terangnya.
Lebih lanjut Eniya mengatakan, kehadiran negara sangat dibutuhkan guna mengatasi rendahnya kepercayaan mitra industri pada produk teknologi lokal, persaingan usaha yang saling membunuh, regulasi yang tidak mendukung, perijinan yang menyulitkan, dan sebagainya. Hal ini menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup usaha-usaha ekonomi baru berbasis inovasi dalam negeri.
Guna mengantarkan industri domestik yang kuat, minimal tiga aspek yang harus diselesaikan yaitu meminimalisasi ketergantungan impor bahan baku dan komponen, memperkuat kemampuan pengolahan sumber daya alam dan mengembangkan inovasi-inovasi tepat sasaran sesuai kebutuhan industri prioritas.
“Inovasi-inovasi ini tidak bisa terbangun begitu saja, tetap ada proses awal, dimulai dari riset dasar di lembaga penelitian dan universitas hingga dikembangkan menjadi produk teknologi melalui prinsip-prinsip kerekayasaan,” tutur Eniya.
Scientific Linkage ini menjadi sangat penting guna membangun basis kekuatan industri berdasarkan penguatan iptek. Semakin banyak hasil-hasil riset dasar yang disitasi dalam sebuah paten yang menjadi karya cipta produk industri, akan semakin menentukan kekuatan dan daya saing produk tersebut di market.
Dengan latar belakang tersebut, rekomendasi kebijakan nasional untuk penelitian, pengembangan, pengkajian serta penerapan teknologi material pada industri diuraikan pada Outlook Teknologi Material Edisi 2018: Inovasi Teknologi Material untuk mendukung Industri Andalan yang diluncurkan pada KTN 2018.
“Outlook ini disusun dengan tujuan untuk memberikan gambaran, pandangan dan arah riset serta pengembangan teknologi yang diperlukan guna mendukung pemanfaatan dan pengembangan industri prioritas dan Roadmap Industri 4.0,” pungkasnya.