Standardisasi memberikan jaminan kepada penguna terhadap barang dan jasa. Kalau ada produk tidak memenuhi standar, apa kata dunia?
Masalah pentingnya standardisasi disampaikan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir dalam puncak peringatan Bulan Mutu Nasional (BMN) 2016 di Auditorium Gedung II BPPT, Jakarta, pada Rabu (16/11/2016). Acara ini diselenggarakan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) sekaligus untuk memperingati Hari Standar Dunia.
“Mudah-mudahan peringatan Bulan Mutu Nasional ini memberikan inspiring bagi kita semua. Kita harus membuat sesuatu yang memberikan nilai tambah bagi produk dalam negeri, yaitu standardisasi produk. Kalau ada produk tidak memenuhi standar, apa kata dunia?” kata Nasir.
Sebelumnya pada 14 Oktober ada peringatan World Standard Day, dengan slogan Standard Build Trust. “Dengan standar kita membangun kepercayaan. Ini yang harus kita bangun terus. Kalau kita tidak melakukan hal ini, maka kita akan mengalami ketertinggalan,” lanjutnya.
Menurut Nasir, selain produk, pendidikan juga harus menghasilkan lulusan yang bermutu. Tidak cukup lulusan hanya mendapatkan selembar ijazah, tetapi harus mendapatkan standar kompetensi yang telah diakui oleh industri atau sebagai pengguna lulusan tersebut.
“Perguruan tinggi kita di kelas dunia masih jauh rankingnya. Kalau kita lihat, lulusan politeknik penganggurannya cukup tinggi 8.9%. Karena apa? Masalah mutu. Kalau kita tidak menggalakkan masalah mutu, ini akan menjadi sangat sulit,” tegas Nasir.
Karena itu, lanjut Nasir, standardisasi harus digunakan sebagai pedoman atau pengukuran. Standardisasi nasional menjadikan perguruan tinggi ke depan mampu bersaing di kelas dunia.
Nasir menyampaikan agar bulan Mutu Nasional memberikan inspirasi untuk selalu meningkatkan kualitas. Perbaikan secara terus-menerus (continuous improvement) bagi industri menjadi sangat penting. Mutu harus semakin meningkat, makin efisien, dan makin kompetitif.
“Continuous improvement bisa dikembangkan ke semua sektor hingga ke sistem layanan. Misalnya sistem layanan yang masih manual beralih ke sistem online untuk memangkas pungutan liar,” papar Nasir.
Terkait topik yang diangkat oleh BSN yaitu risk management, Nasir menyampaikan agar setiap produk yang akan dihasilkan selalu memperhatikan masalah risiko. Setiap pengambilan keputusan, pasti ada risiko. Yang terpenting bagaimana risiko ini dapat diminimalisir.
Menristek berharap BSN bisa mengawal terus-menerus produk dalam negeri untuk mendapatkan sertifikasi atau standardisasi agar mampu bersaing di kelas dunia.