Program Normalisasi Sungai Citarum Tidak Libatkan Petani

30.000 Bibit pohon ditanam di hulu sungai citarum dalam rangka program normalisasi Sungai Citarum, Jawa Barat yang dilakukan pemerintah. Akan tetapi program tersebut kurang melibatkan komunitas petani padahal peran para petani sangat penting karena petanilah yang mengetahui kondisi hutan yang menyangga Sungai Citarum.

Sekretaris Jenderal Baraya Tani Bandung Heri Perdian pada acara penanaman 30.000 bibit pohon di kawasan hulu Sungai Citarum di Gunung Wayang, Kabupaten Bandung, Minggu (22/12) seperti dilansir Kompas mengatakan, Selama ini muncul asumsi para petani tidak peduli dengan pelestarian wilayah hulu Citarum. Padahal, kondisi itu terjadi karena ruang keterlibatan kami ditutup, terang Heri.

Lanjut Heri, para petani di kawasan hulu Sungai Citarum kerap dicap sebagai perusak lingkungan. Hal itu karena ada sebagian petani mengubah wilayah hutan menjadi ladang. “Padahal, banyak petani sudah paham tentang konservasi lingkungan”, terang Heri.

Heri menuturkan, ratusan petani di hulu Sungai Citarum yang tergabung dalam Baraya Tani telah membuat denah tata ruang untuk mendukung konservasi lingkungan. Dalam denah tersebut, sudah ada pembagian mana wilayah yang boleh ditanami dan mana yang tidak boleh. “Namun, konsep tata ruang yang dibuat petani memang belum tentu sama dengan tata ruang versi pemerintah karena kami tak pernah diajak berembuk,” ujar Heri.

Para petani juga sangat jarang dilibatkan dalam kegiatan penanaman dan perawatan pohon di hulu Sungai Citarum. “Padahal, urusan tanam-menaman itu, kan keahlian petani. Apalagi, kami sehari-hari tinggal di sini sehingga bisa ikut menjaga hutan,” tegas Heri.

Kondisi itulah yang membuat Baraya Tani menggelar penanaman bibit pohon di kawasan Gunung Wayang. Dalam acara itu, sekitar 1.500 petani dari Desa Tarumajaya, Kecamatan Kertasari, bahu-membahu menanam bibit 30.000 bibit pohon pinus, kayu putih, dan suren. Bibit yang ditanam merupakan bantuan dari Perum Perhutani. “Melalui kegiatan ini, kami ingin menunjukan bahwa para petani juga peduli dengan pelestarian lingkungan,” kata Heri.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat Dadan Ramdan mengatakan, komunitas petani di hulu Sungai Citarum memiliki kearifan lokal untuk merawat hutan yang dipraktikkan secara turun-temurun. “Petani adalah ujung tombak pelestarian hutan di hulu Sungai Citarum karena mereka tinggal di dekat hutan dan hidup dari air dan tanah wilayah itu. Sayangnya, pemerintah jarang mendengarkan kearifan lokal mereka,” kata Dadan dalam acara penanaman.

Berdasarkan data Elemen Peduli Lingkungan (Elingan), komunitas yang aktif memantau kondisi Sungai Citarum, luas lahan kritis di wilayah hulu Citarum mencapai 46,54 juta hektar. Tiap tahun, 31,4 persen dari lahan it uterus mengalami erosi. Erosi itu kemudian menghasilkan sedimentasi sebanyak 8,2 juta meter kubik per tahun. Albar/TI

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author