Kepala BRIN: Integrasi Lembaga Riset, Cita-Cita Sejak Era Soekarno Hingga Habibie

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menyatakan, cita-cita untuk mengintegrasikan lembaga-lembaga riset di Indonesia sudah ada sejak era Soekarno hingga Habibie.

“Cita-cita beliau (Habibie) yang belum tercapai satu-satunya adalah mengintegrasikan lembaga riset,” ungkap Handoko dalam Konferensi Pers ‘Saatnya BRIN Menjawab’, di Kantor Pusat BRIN, Jakarta pada Jumat (10/2/2023).

“Saya tahu persis itu, karena saya dulu di Habibie Center. Saya juga dididik dan sekolah karena program beasiswa di era beliau saat Kemenristek dulu,” imbuhnya.

Handoko mengatakan terbentuknya BRIN tidak sekedar mengintegrasikan unit riset di Kementerian/Lembaga (K/L), tetapi mengkonsolidasikan seluruh sumber daya riset yang meliputi Sumber Daya Manusia (SDM), infrastruktur, dan anggaran. Serta, melakukan perubahan tata kelola dan pola kerja periset secara fundamental.

Ia juga mengatakan bahwa di semua negara, riset itu harus melalui kompetisi. “Kalau riset tanpa kompetisi itu sampah. Kenapa harus kompetisi? Karena kita harus memastikan bahwa orang itu adalah orang yang punya komitmen, memang ingin melakukan riset,” tuturnya.

“Kedua, dia punya rekam jejak, punya kapasitas melakukan itu. Jadi kalau yang belum punya kapasitas bagaimana? Ya, harus gabung sama yang lain. Itu yang membuat kita kolaboratif, karena kalau tidak kolaborasi, tidak akan menang kompetisi,” tegas Handoko.

Handoko mengaku, belum semua periset di BRIN terbiasa dengan pola kerja baru, karena BRIN mentransfomasikan kelembagaan dan tata kelola terbesar dalam sejarah Indonesia. BRIN mengintegrasikan unit-unit riset dari 72 Kelembagaan/lembaga, termasuk 5 entitas riset utama (LIPI, BATAN, LAPAN, BPPT, dan Kemenristek/BRIN), dan Balitbang dari K/L.

Dengan integrasi ini, maka critical mass riset dan inovasi, yaitu SDM, infrastruktur, dan anggaran akan meningkat. Hal inilah yang akan menjadi pengungkit ekosistem riset dan inovasi, sehingga mendorong munculnya lembaga Research and Development (R&D) di kalangan industri.

“Riset itu sebelumnya didominasi pemerintah, R&D industrinya sama sekali tidak berkembang, karena riset itu banyak gagalnya. Kalau sekarang kita bisa fasilitasi industri, karena kita punya infrastruktur, anggaran, dan perisetnya (SDM) menjadi satu,” kata Handoko.

“Karena itu, lembaga riset pemerintah cukup satu, BRIN saja. Yang harus banyak adalah lembaga riset non-pemerintah, itu menjadi pengungkit ekosistem riset dan inovasi,” imbuhnya.

Ia mengatakan, integrasi lembaga-lembaga riset ke dalam BRIN, secara organisasi dan administratif telah selesai pada 31 Januari 2022. Menurutnya, jumlah lembaga R&D non-pemerintah akan menjadi indikator kerja utama BRIN ke depan.

“Kalau sekarang berapa targetnya itu memang belum ada di indikator kinerja kita secara formal, karena kita baru selesai integrasi. Tapi ke depan, itu akan menjadi Key Performance Indicator (KPI) utama BRIN. Jadi bukan membuat BRIN tambah besar, tapi membuat BRIN bisa menjadi enabler, bisa menjadi pengungkit tumbuhnya R&D itu sendiri,” jelasnya.

Dengan pengintegrasian lembaga-lembaga riset ini pula, jelas Handoko, BRIN membuka 3 skema, yaitu infrastruktur melalui layanan ELSA (http://elsa.brin.go.id), mobilitas SDM (http://manajementalenta.brin.go.id), dan pendanaaan riset (http://pendanaan-risnov.brin.go.id).

Setiap orang dapat mengakses infrastruktur yang ada di BRIN. Dulu hal seperti ini tidak bisa dilakukan karena masing-masing lembaga litbang merasa punya sendiri-sendiri.

“Kalau di BRIN sekarang semua infrastruktur kita sentralisir menjadi satu, karena kalau sendiri-sendiri, tidak sanggup biayainnya, itu yang membuat banyak infrastruktur mangkrak,” terangnya. Hal ini harus dilakukan untuk menjamin setiap orang bisa melakukan riset dengan baik dan benar

Selain itu, skema mobilitas periset merupakan skema baru di Indonesia. “Kalau dulu di negara kita ini, kita tidak bisa hire post doctoral, fellow, research assistant, itu tidak ada, dan itu tentu sangat memalukan. Kenapa? Karena skema-skema itu penting untuk menciptakan periset-periset masa depan,” tambahnya.

Kemudian karena BRIN adalah lembaga riset dan inovasi, BRIN juga memberikan fasilitasi kemitraan terkait kekayaan intelektual, untuk menghilirkan hasil riset dan inovasi kepada masyarakat. (Sumber brin.go.id)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author