Jakarta, Technology-Indonesia.com – Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Penelitian Oseanografi sejak 1998 terlibat dalam kegiatan nasional Coral Reef Rehabilitation and Management Program (Coremap). Berbagai data dan informasi ilmiah seputar upaya restorasi dan pengelolaan ekosistem pesisir (terumbu karang, mangrove, dan lamun) telah dihasilkan untuk menopang kebijakan nasional rehabilitasi dan manajemen pesisir.
Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko mengatakan selama 20 tahun, Coremap telah menumbuhkan kesadaran baru bahwa terumbu karang, lamun, dan mangrove merupakan bagian yang sangat penting untuk ekosistem dan perubahan iklim. Kontribusinya besar sekali untuk kesehatan dunia
“Indonesia memiliki garis pantai yang sangat panjang nomor dua dunia sehingga kita punya tanggungjawab untuk menjaga ekosistem itu,” tutur Handoko di sela pembukaan “Ekspose 20 tahun Coremap: Implementasi Riset dalam Pembangunan Kelautan Indonesia” di Jakarta, pada Senin (10/12/2018). Kegiatan yang akan berlangsung hingga 12 Desember 2018 ini sebagai upaya penyebaran hasil riset dan monitoring kegiatan Coremap, termasuk pada fase Coremap-Coral Triangle Initiative (Coremap CTI).
Handoko mengungkapkan program Coremap yang semestinya berakhir pada 2020 diperpanjang hingga 2022. Ia berharap kegiatan ini bisa terinstitusi sehingga ada tiga hal yaitu regional training center yang membuat berkelanjutan, Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) untuk sumber daya manusia dan data center.
Kepala Pusat Oseanografi LIPI, Dirhamsyah mengatakan program Coremap CTI telah menghasilkan data dan informasi serta timbangan ilmiah yang signifikan dalam upaya restorasi dan pengelolaan ekosistem pesisir khususnya terumbu karang di Indonesia.
“Capaian penting yang telah dihasilkan diantaranya indeks kesehatan ekosistem terumbu karang dan padang lamun, monitoring kesehatan eksosistem terumbu karang dan padang lamun, penyusunan basis data ekosistem pesisir nasional, pelatihan dan sertifikasi, riset prioritas berbasis kebutuhan serta penyelenggaraan ekspedisi pulau-pulau terluar,” jelasnya.
Lebih lanjut Dirhamsyah menjelaskan, hasil kegiatan monitoring dan pengukuran terkini menunjukkan luas terumbu karang Indonesia mencapai 25.000 km2 atau sekitar 10% total terumbu karang dunia yaitu seluas 284.300 km2. Sebagai pusat segitiga karang dunia, Indonesia memiliki keanekaragaman jenis karang paling tinggi yaitu 569 jenis dari 82 marga dan 15 suku atau sekitar 70 % lebih jenis karang dunia dan 5 jenis diantaranya merupakan jenis yang endemik. Aktivitas manusia dan gejala alamiah sangat berpengaruh dalam kesehatan ekosistem terumbu karang ini.
Saat ini, tengah dilakukan Ekspedisi Nusa Manggala hingga 23 Desember untuk memetakan potensi sumber daya pesisir di pulau-pulau terdepan Indonesia di provinsi Papua, Papua Barat dan Maluku Utara yang berada di kawasan Samudera Pasifik yakni Pulau Yiew, Budd, Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondi, dan Liki. “Ekspedisi ini mencakup empat tema yaitu ekologi, daya dukung lingkungan, geomorfologi, dan sosial-ekonomi,” ujar Dirhamsyah.
Hasil ekspedisi menunjukkan pulau Yiew memiliki tutupan karang dengan kondisi sedang (26%) dengan 44 spesies ikan karang, 29 spesies moluska dan 12 spesies burung, 2 diantaranya adalah spesies endemik. Sedangkan Brass-Fanildo diketahui memiliki atol yang sangat luas dengan tutupan karang yang baik (65%) dan beragam karang hias. Atol tersebut menjadi tempat perlindungan bagi beragam biota laut dari kondisi ekstrim Samudera Pasifik untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
Himpunan data, informasi dan pengetahuan selama riset disimpan dalam Pusat Data Ekosistem Pesisir (PUSDEP) yang merangkum seluruh data, informasi dan hasil riset. “Lewat PUSDEP data dapat dengan mudah dan cepat diakses lewat aplikasi portal internet yang mudah digunakan. Data-data ini akan berguna untuk berbagai kepentingan terkait pemantauan ekosistem, edukasi dan studi lanjut,” jelas Dirhamsyah.
Untuk mengembangkan jejaring kerjasama regional, telah didirikan Regional Training and Research Center for Marine Biodiversity and Ecosystem Health (RTRC MARBEST). Sementara untuk menjamin kompetensi sumber daya manusia pemonitor terumbu karang dan ekosistem terkait, telah dibentuk Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).
“Saat ini telah ada empat tempat uji kompetensi yang dapat digunakan untuk mensertifikasi SDM tersebut yakni Loka Pengembangan Kompetensi Sumber Daya Manusia Oseanografi LIPI, Universitas Diponegoro, Universitas Maritim Raja Ali Haji, dan Universitas Sam Ratulangi,” terang Dirhamsyah.
Ekspose 20 Tahun COREMAP diisi dengan kegiatan seperti talk show eksplorasi perairan Indonesia, paparan hasil penelitian, serta pameran hasil-hasil kegiatan COREMAP selama tahun 2018. “Selain menyampaikan hasil monitoring ekosistem pesisir, kegiatan ini juga akan menggali potensi ekstensifikasi kegiatan monitoring yang dapat bermanfaat bagi kepentingan nasional,” pungkasnya.