TechnologyIndonesia.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bersama International Atomic Energy Agency (IAEA) menggelar “Fellowship Program” bagi negara-negara anggota untuk melakukan pelatihan dan berbagi informasi serta pengalaman tentang ketenaganukliran.
Dua orang delegasi dari Kementerian Pertambangan dan Energi – Kamboja, Tiv Sothea dan Chak Vanthy berkesempatan mendapatkan pelatihan tentang penanganan bahan bakar nuklir dan limbah radioaktif di Indonesia yang dilaksanakan di Kawasan Sains dan Teknologi (KST) B.J. Habibie, Serpong, Tangerang Selatan.
Salah seorang anggota delegasi, Tiv Sothea mengaku bahwa dalam pelatihan yang diikutinya sejak 23 Oktober hingga 14 Desember 2023 ia mendapatkan banyak ilmu tentang pengelolaan dan pemanfaatan teknologi nuklir dan radiasi di berbagai bidang, khususnya dalam pengelolaan limbah radioaktif.
“Setelah kami mempelajari pengelolaan limbah radioaktif di Indonesia, kami dapat menghasilkan draft peraturan-peraturan pengelolaan limbah radioaktif serta keselamatan radiasi maupun keamanan sumber radioaktif dalam transportasi, untuk kami berlakukan di negara kami nantinya,” ujar Tiv pada Kamis (14/12/2023).
Ia juga belajar mengidentifikasi kebutuhan Kamboja terkait pengelolaan limbah radioaktif, seperti bimbingan, fasilitas dan peralatan untuk diusulkan dalam laporan ke IAEA dan Ministry of Mines and Energy (MME) Cambodia.
“Kami juga telah mampu menangani identifikasi, pengolahan dan pengangkutan limbah radioaktif. Rencananya kami akan mengusulkan beberapa perangkat dan sumber standar untuk karakterisasi sumber radioaktif,” tuturnya.
Selain itu Tiv juga akan mengusulkan beberapa hal penting lainnya untuk diaplikasikan di Kamboja.
“Seperti pengelolaan limbah radioaktif terpusat dengan mempertimbangkan kriteria yang relevan, program pelatihan untuk pekerja radiasi, petugas proteksi radiasi serta petugas pengamanan bahan nuklir dan radioaktif,” ungkapnya.
Menurutnya pengetahuan dan pengalaman dalam pelatihan ini akan berkontribusi dalam membangun Kamboja dalam penggunaan teknologi nuklir dan radiasi secara damai untuk saat ini maupun di masa depan.
Koordinator Pelaksana Fungsi Keselamatan Instalasi Pengelolaan Limbah Radioaktif (IPLR) – Direktorat Pengelolaan Fasilitas Ketenaganukliran (DPFK) BRIN, Mochamad Romli selaku Supervisor in Training menjelaskan bahwa ada dua hal yang menjadi pokok utama yang telah dilakukan dalam program ini.
“Yang pertama, peserta melakukan kunjungan operasional pengelolaan limbah radioaktif fasilitas untuk memahami keilmuan, teknis, administrasi dan manajerial kegiatan untuk mengoperasikan pengelolaan limbah radioaktif yang aman dan terjamin,” jelasnya.
“Kemudian yang kedua dari segi topiknya. Yaitu membahas mengenai lokasi serta desain fasilitas, konstruksi dan operasi, penilaian risiko radiasi, jaminan kecukupan serta kualitas semua pekerjaan yang berhubungan dengan keselamatan terkait fasilitas atau aktivitas,” lanjutnya.
Menurut Romli, sejauh yang ia ketahui Kamboja belum memiliki badan pengawas keselamatan radiasi dan belum membentuk sistem peraturan.
“Dengan adanya studi banding yang dilakukan di Indonesia dapat memberikan gambaran mengenai usulan pembentukan badan regulasi beserta regulasinya, perizinan dan fungsi inspeksi,” ujarnya.
Romli juga menyampaikan bahwa Kamboja melakukan studi banding ke negara lain terkait rencana untuk membangun penyimpanan limbah radioaktif.
“Kamboja berencana membangun gedung penyimpanan limbah, tentunya hal ini memerlukan pengetahuan dalam perencanaan, penganggaran, pembuatan desain kebutuhan pengguna, termasuk cara menghitung kebutuhan pelindung radiasi untuk kontainer dan bangunan,” pungkasnya.
Kepala Pusat Riset Teknologi Daur Bahan Bakar Nuklir dan Limbah Radioaktif (PRTDBBNLR) BRIN, Syaiful Bakhri berharap delegasi Kamboja dapat memanfaatkan informasi dan pengetahuan yang didapatkan untuk kepentingan di negaranya.
“Kami harap pengetahuan yang didapatkan disini dapat dimanfaatkan dan agenda yang telah direncanakan oleh Kamboja di negaranya dapat terlaksana dengan baik. Mungkin membutuhkan waktu sekitar 1 atau 2 tahun, namun tentunya dengan semangat dan perencanaan yang matang akan bisa terlaksana,” kata Syaiful.
Syaiful juga berharap pihak Kamboja dapat memberikan saran dan feedback yang membangun agar BRIN dapat meningkatkan pelatihan yang lebih baik lagi bagi peserta selanjutnya, baik itu dari Kamboja, Zimbabwe, atau dari negara lainnya. (Sumber brin.go.id)