Technology-Indonesia.com – Pusat Riset Teknologi Daur Bahan Bakar Nuklir dan Limbah Radioaktif (PRTDBBNLR) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berhasil membuat sumber radionuklida Cs-137 dari hasil uji pasca iradiasi untuk analisis burn up bahan bakar U3Si2/Al.
Bahan bakar nuklir U3Si2/Al merupakan bahan bakar yang digunakan oleh reaktor Serbaguna G.A Siwabessy (RSG-GAS) milik BRIN di Kawasan Sains dan Teknologi (KST) B.J. Habibie sejak 2002 hingga sekarang.
Peneliti Ahli Utama BRIN, Aslina Br. Ginting mengatakan uji pasca iradiasi bahan bakar U3Si2/Al bertujuan untuk mengetahui unjuk kerja bahan bakar selama digunakan oleh RSG-GAS. Salah satu uji pasca iradiasi adalah analisis burn up yaitu memisahkan Cs-137 dengan radionuklida lainnya dalam bahan bakar dengan metode penukar kation menggunakan zeolit.
“Dalam melakukan analisis burn up, banyak menghasilkan padatan Cs-137 yang terikat dengan zeolite dan dapat dimanfaatkan kembali menjadi sumber standar,” tutur Aslina dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema “Pemanfaatan Hasil Litbang Radionuklida Cs-137 dari Bahan Bakar Nuklir Pasca Iradiasi untuk Industri dan Kedokteran Nuklir” yang dilaksanakan secara daring, pada Rabu (01/11/2023).
Aslina menjelaskan, padatan zeolite Cs-137 belum dapat dilimbahkan karena masih mengandung cesium dengan aktivitas yang tinggi. Kondisi tersebut justru dapat dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku pembuatan sumber radionuklida Cs-137 dengan mengikuti beberapa langkah yang disampaikan secara rinci.
“Sumber Cs-137 dengan aktivitas 15,91 µCi yang diperoleh telah tersertifikasi laboratorium DPL-BBRIN, dan telah diperoleh izin pemanfaatan sumber radionuklida Cs-137 dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), berlaku selama lima tahun mulai 27 September 2023 hingga 26 September 2028. Harapan kami sebagai periset, sumber ini siap digunakan sebagai sumber pada portal monitor radiasi atau Radiation Portal Monitor (RPM),” jelasnya.
Lebih lanjut, dia menyampaikan tujuan pembuatan sumber standar Cs-137 ini untuk mengurangi limbah radioaktif radiasi tinggi di fasilitas hotcell. Selain itu, harga sumber standar radionuklida Cs-137 masih mahal karena diimpor dari USA dan Eropa.
“Izin persetujuan yang ketat dan biaya transportasi yang mahal, maka harga setelah sampai di Indonesia pun menjadi mahal,” ungkapnya.
Aslina berharap hasil riset ini dapat dimanfaatkan oleh industri maupun rumah sakit. “Hal ini memberi peluang bagi Organisasi Riset Tenaga Nuklir (ORTN) BRIN untuk bekerja sama dengan perusahaan dan industri dalam mengembangkan penggunaan nuklir di berbagai bidang,” tandasnya.
Kepala PRTDBBNLR BRIN Syaiful Bakhri menyampaikan harapannya agar pemanfataan Cs-137 dapat dihilirisasi ke industri maupun rumah sakit.
“Kami berharap agar hasil riset BRIN ini dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan yang ada. Terutama di bidang kesehatan maupun industri, menjadi produk yang bisa dimanfaatkan secara nyata,” ujarnya.
Direktur PT. Gamma Ray Indonesia Ardiansyah, mengungkapkan kondisi pasokan Cs-137 dalam dunia industri di Indonesia. Selama ini PT.Gamma Ray Indonesia memasok sumber Cs-137 yang berasal dari Republik Ceko dengan pabrikan Eckert & Ziegler Isotope Product Cesio.
“Walaupun kita pernah mengusulkan mengimpor dari Rosatom, tapi belum mendapat izin dari BAPETEN. Sedangkan pasokan Cs-137 belum ada untuk produksi dalam negeri,” ungkapnya.
Dia berharap, agar teknologi dengan menggunakan sumber Cs-137 ini dapat dikembangkan, sehingga bisa diaplikasikan di dunia industri dalam negeri.
Sementara itu, Ryan Yudistiro pakar kedokteran nuklir dari RS MRCCC Siloam Jakarta menyampaikan, radionuklida Cs-137 memiliki peranan penting dalam dunia kedokteran nuklir sebagai sumber standar kalibrasi instrumentasi peralatan.
“Radionuklida Cs-137 belum digunakan secara langsung dan rutin di kedokteran, tapi sangat bermanfaat secara tidak langsung dalam proses kalibrasi alat-alat kami di kedokteran nuklir. Instrumen pendukung yang biasa dikalibrasi menggunakan Cs-137, di antaranya area monitor, surveymeter, dan gamma spectroscopy,” bebernya.
Menurut Ryan, Radionuklida Cs-137 memiliki energi foton sekitar 661,7 keV yang cocok untuk kalibrasi detektor sinar gamma dan spektrometri gamma.
“Kedokteran nuklir sering menggunakan zat radioaktif dengan sumber radiasi terbuka untuk kepentingan terapi dan diagnostik atau terranostik. Tentunya memerlukan instrumentasi dengan hasil pengukuran yang akurat untuk menjaga keselamatan dan keamanan dalam bekerja,” jelasnya.
Ryan berharap agar sumber standar Cs-137 yang dibuat oleh BRIN dapat segera digunakan secara rutin. Untuk keperluan proses kalibrasi peralatan penunjang kedokteran nuklir dengan harga yang terjangkau.
Kepala Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Bakar Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir (P2STPIBN BAPETEN) Yudi Pramono, menjelaskan pengembangan teknologi peralatan sistem deteksi keamanan nuklir.
“Sistem deteksi keamanan nuklir tujuannya untuk memastikan tidak ada perpindahan material radioaktif dari kawasan di luar kendali pengawasan. Ada suatu peralatan seperti RPM kendaraan, RPM pejalan kaki, gamma surveymeter, neutron surveymeter, dan didukung oleh alat identifikasi radionuklida,” jelasnya.
Yudi menerangkan RPM berfungsi untuk mendeteksi zat radioaktif yang melintas keluar masuk di suatu wilayah, baik pelabuhan, bandara, maupun stasiun.
“Status kita di Indonesia memiliki tujuh RPM, dan ada di tujuh tempat. Kami rasa cukup, walaupun ada beberapa lokasi yang menurut analisis atau data kajian itu perlu ditambah. Kita perlu suatu acuan, suatu kajian, untuk jumlah RPM dan lokasinya agar hasilnya optimal,” terangnya.
Yudi mengaku tertarik ketika RPM Merah Putih sebagai hasil karya dari BRIN melakukan uji karakteristik radiasi menggunakan tiga buah sumber, radionuklida standar, salah satunya adalah Cs-137 yang telah dikembangkan oleh BRIN.
“Kami sangat tertarik ketika RPM Merah Putih pengujiannya menggunakan 3 buah sumber radionuklida standar, yaitu Am-241, Cs 137, dan Co-60. Cesium 137 10,6 10,6 mCi yang saat ini dikembangkan oleh BRIN sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan riset dan kebutuhan dalam negeri,” pungkasnya. (Sumber brin.go.id)