Mengenal Atmosfer Matahari Lebih Dekat

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Alam semesta yang luas terdiri dari bintang-bintang yang tak terhitung jumlahnya. Matahari merupakan bintang yang paling dekat dengan bumi. Cahaya matahari merupakan gelombang elektromagnetik yang mempunyai kecepatan 300.000 km/jam.

Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Antariksa, Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa (ORPA) BRIN, M. Zamzam Nurzaman menjelaskan bahwa matahari merupakan sebuah bintang. Bintang adalah benda luar angkasa yang mampu menghasilkan energinya sendiri.

“Berbeda dengan planet yang hanya bisa memantulkan cahaya, termasuk bulan. Energi yang dihasilkan dari matahari kemudian sampai pada kita sebagai cahaya matahari,” ungkap Zamzam dalam Dialog, Obrolan, Fakta Ilmiah Populer dalam Sains Antariksa (DOFIDA), pada Kamis (31/8/2023).

Zamzam menambahkan jarak matahari dari bumi rata-rata 150 juta km, akan tetapi cahaya matahari hanya perlu waktu 8 menit. Jadi cahaya matahari yang kita rasakan sekarang itu 8 menit yang lalu, karena cahaya termasuk gelombang elektromagnetik. Selain itu, hal menarik lainnya adalah terkait rotasinya.

“Bumi itu berotasi, buktinya ada siang dan malam. Matahari pun berotasi atau berputar pada porosnya, akan tetapi matahari itu berputarnya tidak sama antara di ekuator dan di kutub. Jadi kecepatan rotasi matahari di ekuator akan lebih cepat daripada di kutub,” jelas Zamzam.

Matahari juga memiliki beberapa lapisan. Lapisan terdalamnya disebut inti matahari. Di dalam inti inilah energi itu dibangkitkan melalui reaksi fusi atau proses nuklir. Bahan bakarnya adalah hidrogen yang terionisasi menjadi proton dan elektron atau disebut plasma karena suhu di inti sangat panas.

Setelah inti (lapisan paling dalam) ada zona radiatif (proses transfer energi). Kemudian diatas zona radiatif terdapat zona konveksi. Dan yang terakhir bagian fotosfer atau permukaan matahari. Ada juga yang disebut atmosfer matahari. Bagian atmosfer matahari adalah bagian yang bisa kita teliti atau kita lihat secara langsung melalui teleskop. Kita juga bisa melihat fotosfer dengan bantuan kacamata matahari.

Lapisan kedua atmosfer adalah kromosfer. Diatas fotosfer ada lapisan kromosfer yang kerapatannya lebih renggang dari fotosfer. Diatas kromosfer ada lapisan transisi, kemudian lapisan paling atas atmosfer matahari adalah korona.

“Salah satu hal yang membedakan dari ketiga struktur ini adalah temperaturnya. Kalau fotosfer kira-kira enam ribu derajat, kromosfer puluhan ribu derajat dan temperatur di korona mencapai jutaan,” tutur Zamzam.

Pengamatan atmosfer matahari dapat dilakukan di landas bumi dan juga di luar angkasa. Kelebihan dan kekurangannya, kalau di luar angkasa kita bisa mengamati banyak hal karena lebih banyak gelombang elektromagnetik yang bisa diamati karena posisinya berada di atas dan di luar atmosfer bumi.

“Jadi untuk pengamatan astronomi dan matahari, atmosfer bumi itu menjadi penghalang (semacam tameng) dan menghalangi sebagian besar gelombang elektromagnetik untuk kita amati. Akan tetapi, membuat teleskop pengamatan matahari di luar angkasa tentu membutuhkan biaya yang lebih mahal,” ungkap Zamzam.

Pengamatan Atmosfer Matahari

Kejadian khas yang dapat diamati di atmosfer matahari menggunakan filter pengamatan dari landas bumi seperti filter Halfa, kalsium dan cahaya tampak. Salah satu contoh filter cahaya tampak adalah kacamata matahari. Dengan kacamata matahari kita bisa melihat fotosfer.

“Jika cukup beruntung, kita juga dapat mengamati bintik matahari di fotosfer menggunakan kacamata matahari. Lapisan kromosfer dapat diamati menggunakan filter Halfa dan kalsium,” ucap Zamzam.

Matahari berevolusi mengelilingi pusat galaksi. Sementara bumi berada di pusat tata surya yang pusatnya adalah matahari. Jadi benda-benda yang ada di tata surya mengitari matahari, disebut dengan berevolusi. Matahari berada di galaksi (kumpulan tata surya) yang bersama bintang-bintang lainnya mengitari pusat galaksi, yang bernama Bima Sakti.

Atmosfer matahari harus diamati karena sangat terkait dengan kehidupan di bumi. Matahari adalah sumber energi utama untuk kehidupan di bumi. Jika tidak ada matahari maka tidak akan ada kehidupan.

Di lain sisi, matahari juga dapat membahayakan bumi kita dan aktivitas di lingkungan sekitar bumi, karena matahari juga mempunyai aktivitas energetik yang menghasilkan energi sangat tinggi seperti lontaran masa korona dan flare. Akan tetapi di sisi lain, atmosfer juga melindungi kita dari hantaman peristiwa energetik yang terjadi di matahari.

Upaya Mitigasi

Saat ini Kelompok Riset Matahari di PR Antariksa sendiri tengah melakukan penelitian tentang atmosfer matahari. Tujuan dari penelitian tersebut untuk mengetahui jika ada CME datang, berapa lama akan sampai ke bumi. Informasi ini dapat digunakan sebagai upaya mitigasi.

“Kami melakukan penelitian tentang coronal mass ejection atau lontaran masa krona (CME). CME ini adalah salah satu peristiwa energetic yang terjadi di atmosfer matahari yang dampaknya bisa mempengaruhi bumi. Kami melakukan penelitian CME menggunakan data dari pengamatan luar angkasa,” imbuh Zamzam.

Selain CME, PR Antariksa juga tengah melakukan penelitian tentang gerhana matahari total terutama terkait bagian korona matahari. Zamzam menjelaskan, korona matahari hanya bisa dilihat saat terjadi gerhana matahari.

“Jadi kami bulan April lalu mengamati gerhana matahari total untuk mengetahui atau mengamati bagian koronanya. Dalam penelitian itu, tidak hanya BRIN saja, kami berkolaborasi dengan institusi lainnya. Untuk gerhana matahari total ini (GMT) kami berkolaborasi dengan ITERA (Institut Teknologi Sumatera) kemudian juga dengan Planetarium Jakarta. Jadi kami membentuk tim pengamatan, tim BRIN dan planetarium Jakarta ke Biak dan tim ITERA ke Timor Leste,” jelasnya.

Untuk tahun ini, tim peneliti tengah membuat model untuk menentukan kapan CME datang ke bumi. “Kemudian terkait dengan gerhana matahari, kami sekarang menggunakan data pengamatan gerhana matahari total untuk menentukan siklus matahari atau mencari puncak siklus matahari,” kata Zamzam.

Adapun teknis pengamatan atmosfer matahari yang dilakukan adalah pertama, jangan sekali-kali melihat cahaya matahari langsung tanpa alat bantu. Kita harus menggunakan alat bantu yang bernama filter tadi. Kemudian kita juga bisa menggunakan teleskop untuk mengetahui fitur-fitur yang lebih detail.

Dari segi peralatan, saat ini BRIN memiliki teleskop untuk mengamati matahari, pengamatan landas bumi, di mana ada yang portable dan tetap. Namun BRIN belum sampai meluncurkan teleskop pengamatan matahari yang ada di luar angkasa.

“Kami juga mendapatkan undangan dari MYSA atau Malaysian Space Agency. Kami diundang sebagai narasumber ke observatorium yang bernama Langkawi Nasional Observatory untuk memberikan kuliah singkat selama 4 hari. Kami membahas tentang matahari, kemudian melakukan pengamatan matahari, dan pengolahan data matahari,” ungkap Zamzam.

Ia berharap dengan adanya riset terkait matahari ini, alat observasi pengamatan matahari yang dimiliki BRIN dapat beroperasi kembali. Dan kedepannya, BRIN bisa memiliki teleskop sendiri di luar angkasa yang diterbangkan dengan roket karya anak bangsa. (sumber brin.go.id)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author