TechnologyIndonesia.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menegaskan bahwa Indonesia terus berkomitmen mendorong penguatan ekosistem antariksa yang inklusif dan berkelanjutan di kawasan Asia Tenggara.
Hal ini diwujudkan dengan menggelar side events keantariksaan “ASEAN SCOSA Indonesia Event on Building Space Ecosystem in Southeast Asia” di Jakarta pada Selasa (17/6/2025). Side events ini menjadi rangkaian dari Pertemuan ASEAN COSTI ke-87 di Jakarta.
Plt. Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan, Anugerah Widiyanto, menyampaikan apresiasi kepada seluruh perwakilan dari negara anggota ASEAN, perwakilan ESCAP, perwakilan institusi pemerintah dan daerah di Indonesia, akademisi, dan mitra sektor swasta yang turut berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Ia menyebutkan bahwa kegiatan ini merupakan salah satu bagian tindak lanjut konkret dari Deklarasi Jakarta 2022 tentang Pemanfaatan Aplikasi Antariksa untuk Pembangunan Berkelanjutan di Asia dan Pasifik.
“Kegiatan ini adalah bentuk nyata dari komitmen Indonesia dalam penguatan penggunaan teknologi antariksa untuk pencapaian SDGs di kawasan,” ujarnya.
Kegiatan ini juga memperkuat inisiatif BRIN melalui pengembangan alat berbasis data satelit dan informasi geospasial, seperti SatGPT, yang telah digunakan untuk mendukung ketahanan bencana dan perencanaan pembangunan di wilayah Asia-Pasifik.
Selain itu, BRIN juga menaruh perhatian khusus terhadap keterlibatan generasi muda dalam teknologi antariksa melalui pembentukan forum pemuda.
Executive Director of Indonesian Space Agency dan NCP untuk ASEAN SCOSA, Prof. Erna Sri Adiningsih, menyampaikan bahwa ASEAN kini berada pada posisi strategis untuk mengembangkan potensi ekonomi antariksa. “Dengan meningkatnya aktivitas komersial dan keterlibatan perusahaan rintisan, ASEAN dapat mempercepat tumbuhnya ekosistem antariksa yang inklusif,” katanya.
Prof. Erna menyoroti bahwa saat ini sudah banyak negara anggota ASEAN yang mengembangkan satelit untuk komunikasi, pertahanan, hingga pemantauan lingkungan. Namun, ia juga mengingatkan bahwa orbit dan spektrum frekuensi merupakan sumber daya terbatas, sehingga perlu pendekatan kolektif agar akses tetap adil di masa depan.
Tantangan lain yang dihadapi kawasan adalah ketiadaan regulasi kolektif antarnegara ASEAN yang mengatur transfer teknologi antariksa dan manufaktur satelit. Untuk itu, ia mendorong SCOSA sebagai komite sub-regional ASEAN untuk turut membahas penguatan kerja sama pengembangan teknologi, bukan hanya aplikasinya.
Dari sisi industri, Prof. Erna menekankan potensi besar ASEAN tidak hanya sebagai pasar bagi industri keantariksaan, namun juga memiliki potensi dalam pengembangan infrastruktur satelit, khususnya di daerah terpencil yang belum terjangkau jaringan komunikasi darat.
“Ini adalah peluang investasi dan inovasi, yang dapat mendorong kolaborasi sektor swasta dan pemerintah di seluruh kawasan,” jelasnya.
Asia Tenggara sebagai kawasan dengan potensi geografis yang kompetitif bagi kegiatan keantariksaan, termasuk jasa peluncuran satelit dari wilayah ekuator, tapi juga sekaligus menjadi Kawasan yang rawan bencana alam dan rawan terkena dampak benda jatuh Antariksa, telah menunjukkan perhatian yang makin intensif terhadap pentingnya pembangunan ekosistem keantariksaan.
Karena itu, ekosistem keantariksaan yang inklusif diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan melalui pengembangan teknologi dan industri keantariksaan serta penguatan kapasitas untuk memanfaatkannya, dan sekaligus dapat menjaga keberlanjutan kegiatan keantariksaan.
Ia juga menggarisbawahi pentingnya pendekatan multistakeholder pemerintah, industri, dan akademisi untuk membangun fondasi ekosistem antariksa yang tangguh. Dukungan kebijakan, pendanaan, pengembangan SDM, dan teknologi menjadi kunci keberhasilan transformasi ini.
Prof. Erna menegaskan bahwa masa depan antariksa ASEAN perlu diarahkan secara strategis dan kolaboratif. Kegiatan ini menjadi langkah penting dalam memperkuat sinergi regional, menegaskan posisi ASEAN dalam percaturan ekonomi antariksa global, serta membuka peluang baru bagi investasi dan pengembangan teknologi antariksa yang ramah inklusi dan berkelanjutan.
BRIN Dorong Ekosistem Antariksa ASEAN yang Inklusif dan Berkelanjutan
