Berburu Galaksi Pertama dengan James Webb Space Telescope

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Perburuan galaksi pertama di alam semesta dengan teleskop luar angkasa James Webb (James Webb Space Telescope) merupakan topik hangat yang dibahas oleh Postdoctoral Fellow di Johns Hopkins University Abdurro’uf, serta Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin.

Thomas mengatakan, bahwa alam semesta ini terbentuk dari peristiwa big bang, 13,8 miliar tahun lalu. “Di awal pembentukan alam semesta itu belum ada bintang, belum ada galaksi. Jadi, partikel pertama itu proton, kemudian partikel elementer. Atom-atom yang terbentuk itu baru helium dan hidrogen. Selebihnya, belum ada atom-atom yang lain,” jelasnya.

“Proses pembentukan atom-atom yang lain itu melalui nukleosintesis atau pembentukan atom melalui reaksi fusi nuklir di dalam bintang. Dan itu baru terbentuk saat bintang dan galaksi pertama terbentuk. Jadi mulai ada reaksi fusi nuklir. Dan itu perkiraannya sekitar 400 juta tahun setelah big bang,” tambahnya.

Evolusi alam semesta dan upaya berburu galaksi generasi pertama adalah yang dicari oleh Abdurro’uf dan kawan-kawan.

Abdurro’uf menjelaskan, pada 1940-an sampai 1950-an, George Gamow dan rekan-rekan mengerjakan teori pembentukan unsur-unsur kimia di alam semesta awal, yang disebut Teori Nukleosintesis Big Bang.

“George Gamow dan kolaboratornya meramalkan dalam makalahnya pada 1948, sisa radiasi dari big bang masih dapat dideteksi dalam spektrum gelombang mikro. Radiasi ini disebut Cosmic Microwave Background (CMB),” tutur Abdurro’uf.

Lebih lanjut dirinya mengungkapkan, CMB pertama kali terdeteksi secara kebetulan pada 1965 oleh Arno Penzias dan Robert Wilson menggunakan penerima gelombang mikro, di laboratorium Bell Telephone, New Jersey.

“Ternyata CMB adalah sisa radiasi yang dipancarkan sekitar 380.000 tahun setelah big bang, ketika alam semesta dalam transisi ke fase rekombinasi,” ucapnya.

Pada akhir 1990-an, dua tim ilmuwan melakukan pengamatan redshift. Mereka melaporkan temuan bahwa tingkat perluasan alam semesta lebih lambat di masa lalu dibandingkan hari ini.

“Ini menunjukkan bahwa alam semesta dipenuhi dengan sesuatu yang disebut energi gelap, yang menyebabkan percepatan,” terangnya.

Pada 2004, teleskop ruang angkasa Hubble (Hubble Space Telescope) melakukan pengamatan di area kosong di langit selama lebih dari 11,3 hari. Bidang ini kemudian disebut Hubble Ultra Deep Field.

“Banyak galaksi teramati di sini ketika mereka berada pada zaman kurang dari 1 miliar tahun setelah big bang”, tutur Abdurro’uf.

Cermin Lebih Besar

Mengapa dalam berburu galaksi pertama ini digunakan James Webb Space Telescope? Thomas menjelaskan, keunggulan dari James Webb Space Telescope ini dari cerminnya. Kira-kira tiga kali lebih besar daripada menggunakan Hubble Space Telescope. Jadi sekitar 6 meter.

Dengan cerminnya yang sangat besar, yang relatif paling besar di antara space telescope, akan dapat merekam objek yang sangat redup.

Ketika kita mengamati alam semesta, makin dalam atau makin jauh kita mendeteksi objek itu, berarti mendeteksi objek masa lalu yang lebih jauh lagi. Kalau matahari kita hanya sekitar delapan menit cahaya, bintang terdekat hanya sekitar empat tahun cahaya.

Perburuan galaksi menggunakan James Webb Space Telescope mencari galaksi yang jauhnya mungkin di atas 13 miliar tahun cahaya.

“Ini yang di cari oleh tim Pak Abdurro’uf dengan menggunakan James Webb Space Telescope. Teknik yang digunakan bukan hanya dengan mencari objek tertentu, tetapi juga memanfaatkan lensa gravitasi. Melalui hal tersebut, ada beberapa objek atau beberapa citra dari objek yang sama karena ada efek dari lensa gravitasi tersebut,” pungkas Thomas.

Sebagai informasi, pembahasan perburuan galaksi pertama di alam semesta dengan teleskop luar angkasa James Webb (James Webb Space Telescope) ini menjadi pembahasan dalam acara LINEAR, yang merupakan Kolokium Mingguan Riset Antariksa, Selasa (13/6/2023).

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author