Technology-Indonesia.com – Cara untuk membuktikan suatu produk halal atau tidak dapat dilakukan dengan pembuktian melalui metode analisis. Teknologi alternatif untuk menganalisis kehalalan suatu produk yakni teknik fingerprinting.
Peneliti dari Kelompok Riset Autentikasi dan Deteksi Halal Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP), Anjar Windarsih menjelaskan, dari pengukuran fingerprinting kita memperoleh suatu sinyal dapat berbentuk spektra atau chromatogram yang dihasilkan dari suatu sampel berdasar komposisi sampel kimia, sehingga antar sampel akan memiliki komposisi yang berbeda.
Tahapan teknik fingerprinting dimulai dari persiapan sampel dengan derivatisasi kemudian berlanjut dengan pengukuran menggunakan instrumen. “Setelah mendapatkan sinyal maka didapat fingerprinting dari sampel,” imbuh Anjar dalam Webinar Sinergi Riset dan Regulasi Industri Halal dalam Mendukung Indonesia Menjadi Pusat Halal Dunia pada Kamis (21/9/2023).
Menurutnya teknik fingerprinting dapat digunakan untuk analisis sampel yang banyak, mengurangi waktu analisis, serta untuk mengidentifikasi adanya potensial biomakers. Namun demikian, teknik ini bukan confirmatory method sehingga butuh analisis lanjut seperti targeted analysis untuk menjamin status kehalalan suatu produk.
Sebagaimana diketahui, Indonesia menempati urutan ke-2 dunia sebagai pengguna produk halal. Namun ekspor produk halal hanya 8% yang dapat dikuasai Indonesia di pasar dunia.
Ketimpangan seperti ini memerlukan dorongan teknologi dan inovasi untuk memudahkan pelaku usaha memproduksi produk halal yang mempunyai daya saing. Peran teknologi dan hasil riset sangat penting dalam mendukung peningkatan produksi halal di Indonesia.
Kepala Organisasi Riset Pangan dan Pertanian (ORPP) BRIN, Puji Lestari, BRIN berperan besar terwujudnya ekosistem penelitian dan inovasi dalam banyak hal, diantaranya yakni pengembangan infrastruktur penelitian halal, pengembangan SDM, pelatihan, koordinasi dan kolaborasi dengan instansi pemerintah, lembaga halal, dan universitas.
“Berkolaborasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) dan periset dari PRTPP-BRIN dapat memberikan informasi terkait kebijakan, pengawasan, regulasi dalam mendorong sektor industri halal dan riset-riset terkait produk halal, serta sarana mencari ide-ide kreatif,” kata Puji.
Satrio Krido Wahono, Kepala Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) BRIN mengatakan PRTPP BRIN merupakan salah satu pusat riset yang berfokus pada riset-riset di bidang Off-Farm.
“Kami melaksanakan kegiatan riset pascapanen, baik diversifikasi produk, pengolahan produknya, studi fungsionalitas, fungsionalitas setelah menjadi produk, pengemasan/ pengawetan, dan keamanan pangan yang di dalamnya terdapat riset halal,” jelasnya.
Salah satu riset bahan baku substitusi produk pangan fungsional yang sedang ditekuni oleh periset PRTPP BRIN adalah Gelatin.
“Gelatin memiliki keunikan yakni mudah leleh di mulut, mudah meleleh pada suhu normal tubuh manusia, mudah larut saat dipanaskan,” jelas Rina Wahyuningsih, peneliti Kelompok Riset Teknologi Rekayasa Proses Produk Hewani PRTPP BRIN.
Menurutnya peran gelatin penting di industri pangan dan masyarakat memilih sumber gelatin yang halal. “Gelatin komersial yang beredar lebih banyak berasal dari kulit babi dan sebagian besar impor. Perlunya ada alternatif sumber lain untuk produksi gelatin,” harapnya.
Ia menjelaskan bahwa gelatin ikan dapat menjadi solusi terbaik, namun penggunaan by-product ikan (kulit, tulang, sisik) berbarengan dengan industri pakan ternak yang juga memanfaatkan by-product tersebut.
“Gelatin ikan rendah dalam pembentukan gel di suhu ruang, tidak seperti gelatin yang berasal dari mamalia atau hewan besar. Solusi berikutnya dengan menggantikan gelatin dari hewan dengan gelatin dari tanaman seperti pati, pektin, karagenan, dan rumput laut,” ujar Rina.
Riset gelatin di Indonesia menurutnya hanya sebatas pengembangan beberapa alternatif dari sumber lain dan karakterisasi. Belum sampai aplikasi pengembangan produk. Di sisi lain, tingginya permintaan pasar terhadap gelatin merupakan peluang yang sangat besar untuk Indonesia memproduksi sendiri gelatin dengan bahan baku yang mudah diperoleh dan terjamin kehalalannya.
Dengan demikian impor gelatin dapat ditekan sehingga devisa negara meningkat. “Produksi gelatin halal dari sumber lain dengan mutu yang sama seperti gelatin impor merupakan hal yang perlu dipikirkan dan dilakukan penelitian lebih lanjut,” tegasnya.
Regulasi Jaminan Produk Halal
Giri Cahyono, Kepala Laboratorium Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menyampaikan regulasi Jaminan Produk Halal dasar hukumnya terletak pada Undang-undang nomer 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal sedangkan layanan sertifikat halal dimulai tanggal 17 Oktober 2019. Saat ini telah dilakukan layanan sertifikasi halal melalui aplikasi Sistem Informasi Halal (Si Halal).
Pemerintah telah mengamanatkan untuk memberikan sertifikasi halal melalui pernyataan diri bagi pelaku usaha mikro kecil, maka sejak tahun 2020 proses sertifikasi halal gratis. Pemerintah sudah mulai melaksanakan layanan sertifikasi halal gratis bagi pelaku usaha kecil dan mikro dengan proses yang sederhana.
“Hingga bulan September ini, sudah lebih dari satu juta sertifikat halal dikeluarkan gratis dan hampir totalnya sertifikat halal yang sudah dikeluarkan oleh BPJPH sudah lebih dari 2 juta,” ujar Giri.
Selain pemerintah hadir melalui regulasi sertifikasi halal, juga mewajibkan produk (barang atau jasa) yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal. Rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian produk.
“Pemerintah hadir bagi masyarakat untuk melindungi masyarakat untuk mengkonsumsi produk halal salah satunya melalui Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS),” tambahnya.
Sementara itu, Binsar Agung Hartanto, Deputi Direktur Infrastruktur Industri Halal KNEKS menyampaikan selain terkait regulasi, KNEKS memiliki Program Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI).
“Program Sertifikasi Halal Gratis (SEHATI) diinisiasi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), Kementerian/Lembaga, Pemda dan mitra BPJPH lainnya dalam rangka mensukseskan program 10 juta produk bersertifikat halal untuk membantu penguatan UMK,” papar Binsar.
Menurutnya, ke depan KNEKS akan meluncurkan Master Plan Industri Halal Indonesia 2023-2029. Dalam master plan ini memiliki tujuan utama menjadikan Indonesia sebagai pusat industri halal Indonesia. Nantinya akan ada pembagian jenis industri halal inti dalam master plan ini, seperti industri farmasi dan industri makanan dan minuman halal. (Sumber brin.go.id)