Tanaman pon-ponan seperti kunyit, temu lawak, jahe, cabe puyang memiliki prospek cerah bagi masyarakat Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah. Apalagi kelompok tani di Desa Sambirejo Kabupaten Karanganyar yang sudah menggunakan teknologi tepat guna dalam mengolah hasil pon-ponannya.
Seperti diutarakan Wakil Ketua Kalaster Biofarmaka Kabupaten Karanganyar, Budi Suratno, masuknya teknologi tepat guna pada hasil pon-ponan diyakini bisa meningkatkan produktivititas sedikitnya dua kali lipat.
“Kalau sebelum ada bantuan teknologi, sebulan misalnya jahe kering yang sudah dalam kemasan (suplisi) hanya bisa diproduksi sebanyak satu kintal, dengan adanya adanya mesin pengering, produksi jahe suplisi bisa meningkat lebih dari satu kintal,” ujar Budi saat menjaga stand pada kesempatan pencanangan pusat tanaman biofarmaka oleh Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata di Kabupaten Karanganyar, Selasa (26/4) lalu.
Budi Suratno yang tergabung dalam Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Klaster Biofarmaka saat ini menggarap sekitar 100 hektar lahan yang ditanami pon-ponan yang tersebar di enam kecamatan di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Selama ini para petani terkendala cuaca dalam menghasilkan produk siap pakai.
“Selama ini kami hanya mengandalkan sinar matahari untuk pengeringan. Karena cuaca sekarang tidak menentu kami agak kerepotan mengeringkan hasil panen,” ungkap Budi.
Untuk mendapatkan hasil pon-ponan yang layak jual ke produsen penampung, kelompok tani di klaster biofarmaka ini setelah memanen, kemudian melakukan pengeringan, setelah kering pon-ponan di rajang/diiris, setelah itu dibuat serbuk. Semua proses itu sebelumnya dilakukan secara manual.
Hasil panen pon-ponan akan lebih tinggi harganya jika dijual ke produsen dalam bantuk siap pakai oleh produsen. Misalnya jahe atau kunyitnya sudah dalam keadaan kering dan dikemas dengan baik (suplisi).
Petani juga bisa langsung menjual ke masyarakat karena dengan bantuan alat tersebut kini para petani sudah bisa membuat minuman tradisional kunyit berbentuk serbuk. Â
Oleh karena itu kehadiran teknologi tepat guna yang sesuai kebutuhan khususnya kebutuhan petani di klaster biofarmaka tersebut diharapkan bisa meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya bisa juga meningkatkan pendapatan.
Budi Suratno bersama ratusan petani lainnya kini sudah bisa melakukan pengeringan pon-ponan tanpa terkendala kurangnya panas matahari.
Jika petani seperti Budi bisa mengurangi kendala alam maka produsen jamu yang mengandalkan bahan baku pon-ponan pada tahun ini kemungkinan bisa lebih meningkatkan omzetnya.
Apalagi jika rutinitas hasil bisa terjaga maja keluhan pengusaha produsen jamu susahnya mendapatkan bahan baku berkualitas tidak beralasan lagi.
Asosiasi Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia belum lama ini mengumumkan omzet 2010 mencapai 10 Triliun. Jika Budi Suratno bisa meningkatkan kuantitas, kualitas dan kontinyuitas dengan menggunakan teknologi tepat guna itu maka diperkirakan omzet Budi dan produsen bisa meningkat lagi pada 2011.***