Jakarta, Technology-Indonesia.com – Beredarnya kripik jamur tahi sapi yang menyebabkan efek halusinasi telah meresahkan masyarakat. Beberapa jenis jamur di alam seperti Psilocybe, Coprinus memang mengandung senyawa psilosin yang bersifat halusinosic dan termasuk Golongan 1 Narkotika.
Â
Peneliti Budidaya Jamur Pangan, Pusat Penelitian Biologi LIPI Iwan Saskiawan menuturkan jenis-jenis jamur seperti ini disebut dengan magic mushroom dan secara alami mereka tumbuh pada kotoran hewan (dung mushroom). Melalui proses indentifikasi yang cukup rumit dan memerlukan keahlian tertentu, peneliti di Pusat Penelitian Biologi LIPI dapat mengidentifikasi beberapa jenis jamur yang dapat memberikan efek halusinasi.Â
Â
Namun selain magic mushroom, ada beberapa jenis jamur yang tergolong aman untuk dikonsumsi dan bermanfaat bagi tubuh yaitu jamur pangan (edible mushroom). Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No: 511/Kpts/PD.310/9/2006, beberapa jenis jamur yang aman untuk dikonsumsi adalah jamur merang (Volvariella), Jamur Tiram (Pleurotus), jamur kuping (Auricularia), jamur shitake (Lentinus), jamur kancing/champignon (Agaricus), dan jamur lingchi (Ganoderma).Â
Â
Jamur pangan merupakan salah satu sumber daya hayati Indonesia yang mulai dikembangkan sebagai bahan pangan. “Nilai ekonomi jamur sangat menguntungkan,” papar Iwan dalam Media Briefing “Budidaya Jamur Pangan di Indonesia” di Jakarta pada Senin (6/11/2017).
Â
Iwan memaparkan, jamur merupakan organisme tingkat rendah yang tidak mempunyai khlorofil (zat hijau daun). Untuk keperluan hidupnya, jamur menyerap nutrisi dari lingkungan sekitarnya. Beberapa jenis jamur dapat menghasilkan tubuh buah yang berukuran makroskopis, yang dapat dikonsumsi sebagai bahan pangan.Â
Â
“Jamur-jamur yang kita konsumsi adalah jamur makro yang menghasilkan tubuh buah,” terangnya.Â
Â
Jamur merupakan salah satu mikroorganisme yang dalam ilmu taksonomi, atau pengelompokan mahluk hidup digolongkan dalam satu kerajaan (kingdom) khusus yaitu Fungi. Kingdom fungi berada di antara plantae dan animalia.
Â
“Ini yang menyebabkan secara nutrisi dan secara tekstur jamur itu mendekati animalia atau hewan. Sehingga bisa dimasak dengan bumbu-bumbu yang biasa digunakan untuk daging seperti rendang, tongseng atau sate jamur,” kata Iwan.
Â
Jamur dibudidayakan dari limbah organik terutama sisa-sisa tumbuhan misalnya jerami padi, limbah Kapas, ampas Aren, maupun serbuk gergaji. “Limbah budidaya jamur juga bisa digunakan untuk pupuk organik. Jadi para petani jamur mempunyai moto menggunakan limbah tanpa menghasilkan limbah,” lanjutnya.
Â
Selain mempunyai cita rasa yang lezat, jamur dikenal mempunyai gizi tinggi. Dari hasil penelitian, rata-rata jamur mengandung 19-35 persen protein lebih tinggi jika dibandingkan dengan beras (7,38 persen) dan gandum (13,2 persen). Asam amino esensial pada jamur sekitar sembilan jenis dari 20 asam amino yang dikenal.Â
Â
Selain itu, 72 persen lemak jamur termasuk jenis lemak tidak jenuh. Jamur juga mengandung berbagai jenis vitamin, antara lain B1 (thiamine), B2 (riboflavin), niasin dan biotin. Jamur juga mengandung berbagai jenis mineral seperti K, P, Ca, Na, Mg dan Cu. Jumlah kandungan seratnya yang berkisar 7,4 -24,6 persen sangat baik untuk pencernaan. Kandungan kalori jamur sangat rendah sehingga cocok bagi pelaku diet.
Â
Beberapa hasil penelitian menyimpulkan bahwa riboflavin, asam Nicotinat, Pantothenat, dan biotin (Vitamin B) masih terpelihara dengan baik meskipun jamur telah dimasak. Selain itu, jamur juga mengandung senyawa yang bersifat antitumor, menurunkan kolesterol, dan antioksidan.Â
Â
Karena khasiatnya, terang Iwan, jamur dimasukkan ke dalam kategori pangan fungsional. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), pangan fungsional adalah bahan makanan alamiah, bisa juga diperoleh melalui penambahan dari luar atau telah melalui proses, mengandung satu atau lebih senyawa yang terbukti secara ilmiah mempunyai fungsi-fungsi fisiologis tertentu yang bermanfaat bagi kesehatan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan.Â
Â
“Jika fungsi obat terhadap penyakit bersifat kuratif, pangan fungsional dapat dikonsumsi tanpa dosis tertentu, dapat dinikmati sebagaimana makanan pada umumnya, sebagai diet atau menu sehari-hari lezat dan bergizi,” pungkasnya.
Â