JAKARTA – Banyak kendala dan tantangan yang harus dihadapi Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) dalam memajukan perkopian Nusantara. Diantaranya, penurunan produksi kopi nasional dan perdagangan bebas ASEAN. Apabila seluruh stakeholder perkopian dari hulu hingga hilir bisa bersatu dan solid, kopi Indonesia bisa berjaya.
Ketua AEKI terpilih masa bakti 2016-2020, Irfan Anwar mengatakan pembenahan perkopian Indonesia perlu direvolusi dari tingkat hulu. Semenjak 2012 produksi kopi Indonesia melorot dari 740.000 ton menjadi 520.000 ton. Produksi kopi di tingkat petani rata-rata 700-800 kg per hektar. Sementara di Vietnam sudah mencapai 2 ton per hektar. Bahkan di Brazil bisa mencapai 8 ton per hektar.
Menurut Irfan, banyak kendala dalam meningkatkan produksi kopi di tingkat petani, antara lain bibit kopi yang tidak baik serta pola tanam dan perawatan. “Para petani juga tidak mendapatkan pendampingan oleh tenaga ahli lapangan. Belum lagi, banyaknya petani kopi yang beralih ke tanaman yang lebih menjanjikan, seperti kelapa sawit, karet dan lainnya,” kata Irfan di sela Rapat Umum Anggota (RUA) ke-9 AEKI di Jakarta, Jumat (11/3/2016).
Dari sisi hilir, lanjut Irfan, kondisi industri pengolahan kopi dalam negeri sangat mengkawatirkan sehingga para investor luar negeri akan masuk secara leluasa. Selain itu, standar mutu seluruh kopi Indonesia harus dibenahi agar bisa diterima oleh negara pemakai kopi di luar negeri. “Pelaku bisnis industri pengolahan kopi dalam negeri wajib mengikuti standar mutu yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI),” tegas Irfan.
Tantangan lainnya adalah pemberlakuan perdagangan bebas ASEAN. “Tapi kita jangan kuatir. Asalkan kita bisa solid, baik para petani, industri, ekportir, pemerintah, perguruan tinggi, serta seluruh pemangku kepentingan untuk bersama-sama membenahi perkopian nasional. Sebab kopi merupakan aset nasional yang memberikan kontribusi pada APBN serta penyerapan tenaga kerja yang besar,” lanjut Irfan.
Ekspor kopi Indonesia semenjak tahun 2012 terus mengalami penurunan dari 520.000 ton menjadi 380.000 ton. Nilai ekspor kopi Indonesia pada 2012 sebesar USD 1.534,1 juta. Kondisi ini sangat memukul pelaku industri serta petani.
Namun peningkatan konsumsi kopi dalam negeri sangat mengembirakan. “Tumbuh dan berkembangnya warung-warung serta kedai kopi dari kelas bawah, menengah dan atas merupakan lahan bisnis yang cukup menjanjikan,” kata Irfan.
Apabila pemerintah dan seluruh stakeholder dari hulu hingga hilir ini bisa bersatu dalam memajukan kopi Indonesia ini, Irfan optimis perkopian Nusantara akan berjaya. “Wakil Ketua MPR-RI, Oesman Sapta menyatakan kita tidak perlu takut. Tanpa ekspor ke luar negeri, kita bisa maju. Pasar dalam negeri sangat besar,” lanjutnya.
Angka perkapita penduduk Indonesia yang meminum kopi masih sangat rendah yaitu 1,1 kg per tahun. Sementara Amerika sudah 4 kg, bahkan negara eropa bisa mencapai 11 kg per tahun. “AEKI mempunyai kewajiban besar memajukan perkopian nusantara,” pungkas Irfan. Albarsah