Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berkomitmen menjadikan komoditi udang sebagai penghasil devisa negara. Salah satunya, melalui pengembangan budidaya udang dengan model Eco-Culture Vaname Estate. Sistem ini memadukan tambak teknologi super intensif dengan unit pembesaran, unit pengolahan air, unit pengolahan udang dan unit pendukung seperti gudang dan pemukiman petambak.
Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif C. Sutardjo, pengembangan tambak dengan teknologi super intensif berpeluang meningkatkan produksi udang nasional. Perencanaan strategis yang lahir dari penelitian ini adalah konsep pengembangan Eco-Culture Vaname Estate.
“Sejalan dengan keberhasilan ini, Indonesia dinilai telah mampu menguasai teknologi tambak udang ramah lingkungan,” ujarnya seusai panen udang di instalasi tambak percobaan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau (BPPBAP) Maros di Desa Punaga, Mangarabombang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, Kamis (26/6).
Salah satu hasil penelitian dengan kriteria layak produksi udang Vaname yang telah dipanen sebanyak tiga kali yaitu pada pemeliharaan hari ke 70, 90, dan 105. Total produksi dari tiga kali panen dengan tiga petak kepadatan 750 ekor/m2; 1.000 ekor/m2; 1.250 ekor/m2 diestimasi sebesar 37 ton udang Vaname. “Kinerja ini tentu menjadi prospek cerah bagi dunia usaha akuakultur,” tegas Sharif.
Pengembangan budidaya udang Vaname super intensif di tambak kecil atau Small Scale Intensive Farm, sangat tepat untuk dikembangkan. Teknologi budidaya ini memiliki ciri luasan petak tambak sekitar 1.000 m2, kedalaman air > 2 m, padat penebaran tinggi, produktivitas tinggi, beban limbah minimal serta dilengkapi dengan tandon air bersih dan petak pengolah limbah budidaya.
Sharif menjelaskan, pengembangan tambak ini menitikberatkan pada prinsip akuakultur berkelanjutan dengan pendekatan blue economy. Dimana produksi yang tinggi dengan memanfaatkan ruang budidaya yang kecil harus menjamin kelestarian lingkungan hidup khususnya perairan pesisir dan laut bagi keberlanjutan usaha akuakultur yang berdaya saing tinggi.
Mengenai beban limbah, hasil penelitian BPPBAP menunjukkan karakteristik air limbah khususnya untuk variabel fosfat, bahan organik total, padatan tersuspensi total telah melebihi ambang batas standar buangan air limbah budidaya udang.
Sharif menegaskan, teknologi super intensif dapat dikembangkan dengan prasyarat adanya Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang menjadi satu kesatuan sistem yang holistik meliputi proses pembesaran udang dan proses pengolahan buangan air limbah.
Salah satu IPAL adalah pembangunan tandon air limbah yang terdiri dari kolam pengendapan, oksigenasi, biokonversi dan penampungan. “Dengan adanya sistem tandon air limbah ini, maka buangan air limbah akan diolah sehingga kualitasnya berada pada kisaran yang dipersyaratkan,” jelas Sharif. sumber www.kkp.go.id