Teknik Budidaya Seraiwangi agar Berproduksi Optimal

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Seraiwangi merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang sangat prospektif untuk dikembangkan. Permintaan minyak seraiwangi cukup tinggi dan harganya stabil serta cenderung meningkat. Pembudidayaan seraiwangi tidak terlalu rumit, bahkan tanaman ini dapat hidup di lahan-lahan marginal maupun lahan bekas tambang.

Peneliti Ekofisiologi Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) Octivia Trisilawati mengatakan bahwa tanaman seraiwangi memiliki persyaratan tumbuh tertentu supaya dapat berproduksi optimal baik dari segi rendemen maupun dari segi mutu.

“Jadi bagaimana kita harus menerapkan standar operasional prosedur (SOP) budidaya supaya mendapatkan produksi daun basah, rendemen minyak yang tidak terlalu rendah dan mutu yang baik,” kata Octivia dalam dalam Bimtek Online Pengenalan Varietas, Budidaya, dan Penyulingan Seraiwangi yang digelar Balittro pada Kamis (19/8/2021).

Octivia menerangkan kunci keberhasilan budidaya seraiwangi diantaranya adalah pengembangan di daerah yang sesuai. Selanjutnya, penggunaan varietas unggul seraiwangi misalnya varietas Seraiwangi 1, Sitrona 1 Agribun dan Sitrona 2 Agribun yang dirakit oleh Balittro.

Kunci keberhasilan lainnya adalah tindakan budidaya yang optimal mulai dari penyiapan lahan dan benih, pemeliharaan, pola tanam, pengendalian organisme penganggu tanaman (OPT), hingga sanitasi kebun. Proses panen dan pasca panen juga harus ditangani secara tepat

“Seraiwangi merupakan salah satu tanaman dari family rumput-rumputan. Jadi di lapangan seraiwangi akan bersaing dengan gulma, sehingga sanitasi kebun merupakan suatu yang perlu diperhatikan,” terangnya.

Terkait kesesuaian lahan, Octivia menerangkan bahwa tanaman seraiwangi cocok tumbuh pada lahan yang subur, gembur dan mengandung bahan organik, dengan pH optimum antara 5,5-7. Seraiwangi juga cocok tumbuh di berbagai kontur tanah. “Seraiwangi merupakan tanaman konservasi yang dapat digunakan di daerah-daerah yang bergelombang, bekas tambang, daerah marjinal,” lanjutnya.

Seraiwangi merupakan tanaman yang membutuhkan limpahan cahaya matahari yang besar dengan curah hujan tidak terlalu berlimpah. Seperti pada umumnya tanaman atsiri, pembentukan kelenjar minyak sangat membutuhkan cahaya matahari langsung. Untuk daerah yang curah hujannya melimpah, seraiwangi dapat dipanen lebih sering dibandingkan daerah kering, namun minyak yang dihasilkan lebih rendah.

Persiapan lahan dilakukan dengan pembukaan lahan hingga lubang tanam berukuran 30 cm x 30 cm x 30 cm/ sistem parit. Jarak tanam pada tanah subur 100 cm x 100 cm; 100 cm x 50 cm. Sementara jarak tanam pada tanah kurang subur 75 cm x 75 cm. Selanjutnya, pemberian kapur pada kondisi kemasaman lahan.

“Umumnya karena seraiwangi ini bukan komoditas utama dan bisa menjadi tanaman konservasi yang ditanam di lahan-lahan marginal karena itu pemberian kapur minimal 2 ton per hektare dengan pupuk organik merupakan hal yang wajib,” kata Octivia.

Persiapan lahan, terangnya, sebaiknya dilakukan 1 bulan sebelum tanam. Selanjutnya menyiapkan bahan tanam berupa varietas unggul seraiwangi. Bahan tanam merupakan sobekan dari anakan yang berasal dari populasi tanaman yang tumbuh sehat dengan panjang minimal 30 cm.

Penanaman benih dapat langsung ke lapangan atau benih disemaikan terlebih dahulu. Benih ditanam pada lubang dengan kedalaman 30 cm. setiap lubang ditanam 1-3 batang benih (benih besar berakar 1 anakan atau benih kecil berakar sedikit 2-3 anakan). Waktu tanam yang tepat adalah pada awal musim hujan.

Bila ada benih yang mati seluruhnya dalam satu lubang dilakukan penyulaman saat tanaman berumur 1-2 minggu. “Penyulaman sangat penting untuk mempertahankan jumlah populasi dan produksi per luas areal,” kata Octivia.

Pemeliharaan tanaman seraiwangi dapat dilakukan dengan penyiangan, penggemburan, pembumbunan, pemupukan, dan pemberian mulsa. Saat panen pertama (umur 6 bulan), penyiangan diantara rumpun dilakukan setiap 2 bulan sekali. penyiangan selanjutnya dilakukan setiap selesai panen. Daun seraiwangi yang tua dan kering harus dibuang atau dimanfaatkan sebagai bahan bakar penyulingan

Pengemburan dan pembumbunan di sekitar rumpun serai dilakukan pertama kali pada saat tanaman berumur 1 bulan dan selanjutnya dilakukan setelah selesai panen. Sementara pemberian mulsa dapat menggunakan alang-alang, jerami padi dan semak belukar lain yang sudah kering.

Untuk pemupukan harus dilakukan dengan tepat waktu, tepat cara, tepat jenis, dan tepat dosis serta disesuaikan dengan kesuburan lahan. “Karena sekarang di Amerika beredar kebutuhan akan minyak seraiwangi organik, kita berusaha membuat budidaya seraiwangi secara organik dengan memanfaatkan limbah penyulingan seraiwangi. Limbah penyulingan dapat digunakan sebagai pakan ternak dan membuat kompos pupuk organik padat maupun cair,” terang Octivia.

Terkait pola tanam, seraiwangi dapat ditumpang sarikan dengan tanaman sayuran, pangan, dan tanaman tua atau pohon. Bila ditumpang sarikan dengan tanaman pohon, jarak tanam pohon harus diperlebar sehingga intensitas cahaya yang diterima seraiwangi tetap > 75%. “Yang penting adalah intensitas cahaya yang diterima seraiwangi minimal 75% agar dapat berproduksi dengan rendemen minyak yang kita inginkan,” tuturnya.

Seraiwangi dapat dipanen pertama kali saat tanaman berumur 5-6 bulan. Panen selanjutnya dilakukan setiap 3-4 bulan. waktu panen yang tepat pada pagi hari atau sore hari. Panen dilakukan dengan cara memangkas daun 5 cm di bawah leher pelepah daun (liguna/lidah daun)menggunakan ani-ani, sabit atau mesin pemotong rumput

Octivia menerangkan bahwa waktu, umur, dan cara panen sangat berpengaruh terhadap rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan. Keterlambatan panen dapat menyebabkan munculnya bunga yang akan menurunkan mutu minyak.

Pada lahan sesuai dan terpelihara dengan baik, budidaya seraiwangi dapat menghasilkan daun segar antara 50-70 ton/ha/tahun. Sementara pada lahan sesuai namun tidak terpelihara dengan baik, hasil daun segar hanya mencapai 15-20 ton/ha/tahun.

Octivia mengungkapkan, penanganan daun sebelum proses penyulingan yang kurang tepat dapat menurunkan produksi dan mutu minyak. Sambil menunggu waktu penyulingan, daun seraiwangi bisa dibiarkan selama lima hari namun tidak dijemur.

“Daun seraiwangi bisa diangin-anginkan di ruangan tertentu yang tidak terkena sinar matahari langsung sambil menunggu waktu penyulingan. Jangan menjemur daun terlalu lama karena akan menurunkan kadar sitronellal dan geraniolnya,” pungkas Octivia.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author