Bogor, Technology-Indonesia.com – Cabai merupakan produk hortikultura yang mudah rusak sehingga memiliki umur simpan rendah. Pengolahan menjadi minyak cabai menjadi salah satu cara untuk menjaga ketersediaan cabai tanpa tergantung pada musim. Secara komersial minyak cabai memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi.
Peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) Badan Litbang Pertanian, Ira Mulyawanti menerangkan bahwa minyak cabai merupakan minyak yang sudah diperkaya cita rasanya dengan cabai, rasanya pedas dan berwarna merah karena kaya beta karoten. Prinsip pengolahan minyak cabai adalah memanfaatkan capsaisin (komponen penyebab rasa pedas) cabai yang mudah larut dalam minyak (lipophilic).
“Keunggulan minyak cabai tidak ditambah dengan bahan pengawet seperti pada produk saos ataupun sambal serta memiliki kandungan capsaisin dan beta karoten yang berfungsi sebagai antioksidan, anti inflamasi, dan anti kanker,” kata Ira saat menjadi narasumber dalam Bimtek Pengolahan dan Penanganan Cabai Segar yang digelar BB Pascapanen pada Jumat (12/03/2020).
Lebih lanjut Ira menerangkan bahwa bahan pembuatan minyak cabai berupa berupa bubuk cabai dan minyak nabati. Bubuk cabai kering bisa dibuat sendiri dengan cara: cabai segar disortasi (penghilangan tangkai) kemudian dicuci dan digiling kasar. Selanjutnya pengeringan dengan suhu pengering rak suhu 50°C selama 10 jam. Setelah cabai kering selanjutnya digiling dan disaring dengan alat penyaring 80 mesh.
Untuk proses pembuatan minyak cabai, campurkan minyak nabati dengan bubuk cabai, kemudian diaduk menggunakan blender selama 5 menit. Selanjutnya larutan didiamkan selama 1 malam untuk proses ekstraksi atau proses melarutkan capcaisin dan beta karoten ke dalam minyak. Setelah 1 malam kita aduk lagi untuk mengoptimalkan proses ekstraksi tadi.
Setelah itu panaskan pada suhu 75°C atau sesudah hangat minyaknya dan tidak sampai mendidih untuk menjaga nilai fungsional. Proses pemanasan ini dilakukan untuk meningkatkan umur simpan dan menjaga keamanan pangan. “Jadi kita mempertahankan nilai fungsional dan cita rasa khas cabai sehingga prosesnya tidak menggunakan suhu tinggi,” terangnya.
Selanjutnya pisahkan antara padatan dengan minyak tadi dengan penyaringan. “Untuk skala rumah tangga bisa menggunakan kertas saring atau kain saring. Untuk skala UMKM bisa menggunakan penyaring vacuum yang lebih cepat proses penyaringannya. Dari proses penyaringan tadi kita peroleh minyak cabai,” tutur Ira.
Minyak cabai ini, lanjutnya, bisa dimanfaatkan untuk bumbu masakan, bahan sambal, dan saos. Dalam pengolahan minyak cabai, dapat dilakukan penambahan bumbu lain seperti bawang, garam, dan gula.
Penggunaan minyak cabai ini sebagai penambah cita rasa, salad dressing, dan minyak masak. “Bagi ibu-ibu yang pagi hari harus bergerak cepat, memasak menggunakan minyak cabai akan membantu sekali,” terangnya.
Secara komersial minyak cabai memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Harga minyak cabai komersial untuk setiap 150 ml adalah Rp 65 ribu. Dengan bahan baku cabai rawit sebanyak 1 kg diperoleh 600 ml minyak cabai atau 4 botol dengan volume 150 ml/botol.
Biaya yang diperlukan untuk membuat minyak cabai dari 1 kg cabai rawit adalah Rp 135,975,00 saat harga cabai Rp 80 ribu/kg. Apabila minyak cabai dijual Rp 65 ribu, maka sudah memiliki keuntungan hampir 2 kali lipat dari biaya yang diperlukan.