Bogor, Technology-Indonesia.com – Pemerintah telah membentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) sebagai tindak lanjut disahkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek). BRIN bertugas menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan teknologi, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi.
Menteri Pertanian (Mentan) Sahrul Yasin Limpo berharap pembentukan lembaga baru tersebut dapat memperkuat Sistem Iptek Nasional termasuk dalam bidang pertanian.
“Dengan tetap memperhatikan keberadaan BRIN, implementasi program-program strategis Kementan perlu didukung berbagai inovasi untuk mewujudkan pertanian maju, mandiri, dan modern,” Mentan Sahrul dalam acara Orasi Profesor Riset di Auditorium Sadikin Sumintawikarta, Bogor pada Selasa (25/02/2020).
Profesor Riset yang dilantik adalah dua peneliti utama dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan). Keduanya adalah Dr. Drs. Sudarmaji, MP sebagai profesor riset bidang hama dan penyakit tanaman serta Dr. Ir. Setyadjit, M.App.Sc sebagai profesor riset bidang teknologi pascapanen.
Menurut Mentan, sesuai karakteristik pertanian Indonesia yang didominasi petani skala kecil, maka penerapan inovasi memerlukan pendampingan yang intensif secara langsung di lapangan dari waktu ke waktu. Dengan demikian kesenjangan antara produktivitas di tingkat lembaga penelitian dengan yang dicapai petani dapat diperkecil jaraknya.
“Dengan terbentuknya BRIN, Badan Litbang Pertanian perlu mencari format kelembagaan yang sesuai agar tetap dapat melaksanakan fungsinya mendukung program-program strategis Kementan dan pada saat yang sama turut berkontribusi dalam kemajuan iptek nasional di bidang pertanian,” lanjutnya.
Sejalan dengan semangat No. 11 Tahun 2019, terangnya, acara pengukuhan profesor riset ini merupakan bagian dari upaya untuk terus meningkatkan profesionalisme peneliti. Mentan berharap acara ini dapat menjadi pendorong semangat dari para peneliti Badan Litbang Pertanian untuk terus berkarya dan berprestasi di bidangnya.
“Pemikiran-pemikiran inovasi dari para profesor riset Kementan akan selalu ditunggu untuk terus berkontribusi pada program, kebijakan, dan implementasi pembangunan pertanian,” tuturnya.
Mentan Sahrul mengungkapkan, pertanian bagi bangsa Indonesia sangat penting dan strategis karena memberi solusi lapangan kerja dan langsung menjawab kebutuhan dasar yaitu pangan. Sebagai negara besar dengan 267 juta penduduk, Indonesia membutuhkan riset yang bisa diimplementasi bukan hanya riset akademik.
“Karena itu lembaga riset terutama riset terapan atau litbang terapan harus diperkuat bahkan didorong agar maksimal di bidang pertanian,” ungkapnya.
Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry mengatakan salah satu program prioritas Balitbangtan adalah akselerasi pemanfaatan inovasi teknologi dan penggunaan varietas unggul baru (VUB). Balitbangtan telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi namun tidak semua dikenal oleh petani. Karena itu perlu lebih banyak diseminasi dan promosi.
Menurut Fadjry, sebanyak 94% varietas padi di Indonesia merupakan hasil produk Balitbangtan. Balitbangtan sudah merilisi 318 varietas padi. Varietas jagung produk Balitbangtan yang ditanam di Indonesia sebanyak 30%, sementara verietas kedelai 90%.
Di dalam Litbang ada penelitian dan pengembangan yang perlu didiseminasikan sampai petani. “Persoalan kita bagaimana memperpendek gap antara hasil-hasil penelitian dan implementasi di lapangan,” lanjutnya.
Fadjry mencontohkan, varietas padi yang dilepas Balitbangtan memiliki potensi hasil di atas 10 ton/hektare (ha). Namun, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan produktivitas secara nasional masih 5,2 ton/ha.
“Kalau varietasnya bagus tapi tidak dipupuk atau dibiarkan saja, maka potensi hasilnya tidak akan muncul,” terangnya. Potensi hasil sebuah varietas unggul, terangnya, bisa muncul jika menerapkan semua komponen teknologi yang diperlukan.