Memetik Hasil Teknologi Panca Kelola, Panen Padi di Desa Sidomulyo Terus Berjaya

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Desa Sidomulyo, Kecamatan Tamban Catur, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah merupakan salah satu desa yang menjadi binaan Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra) sejak tiga tahun terakhir.

Bukanlah hal yang mudah untuk membuat petani mau dan mampu untuk bertanam padi unggul. Melalui proses yang panjang dengan mencoba meyakinkan petani bahwa lahan rawa pasang surut mampu ditanami padi setahun 2 kali (IP 200) serta dengan kesabaran dan keuletan dari para petani sendiri.

Hal ini disampaikan oleh Kepala Balittra Ir. Hendri Sosiawan CESA saat membuka acara “Sosialisasi Teknologi Panca Kelola Untuk Meningkatkan Produktivitas Padi di Lahan Rawa Pasang Surut” pada Selasa (20/8/2019).

Kepala Balittra mengatakan bahwa pihaknya tidak semena mena mengharuskan petani untuk bertanam unggul semuanya. Ada juga petani yang tetap menanam padi lokal namun diintroduksi menggunakan teknologi tanam unggul dengan harapan produktivitas akan jauh lebih meningkat.

Acara yang diawali dengan panen simbolis oleh Kepala Balittra, Kapolsek Tamban Catur, Camat Tamban Catur, Kepala BPTP Kalimantan Tengah, Ketua BPK Tamban Catur, dan Babinsa Tamban Catur ini disambut meriah oleh petani dari Desa Sidomulyo dan Desa Sidorejo. Kegiatan itu dihadiri seluruh Kepala Desa lingkup Kecamatan Tamban Catur.

Padi varietas unggul “Argo Pawon” dari Balitbangtan ini memiliki tampilan yang lumayan bagus dengan hasil panennya adalah 6,1 ton/ha GKP. Ketua Kelompok Tani Sidomakmur 2, Sudarmanto menyampaikan terimakasih atas bimbingan dan bantuan dari Balittra hingga mereka bisa menikmati hasil panen padi unggul setahun 2 kali.

“Dahulu biasanya setahun hanya sekali saja bisa panen, sekarang sudah bisa menikmati hasil 2 kali panen. Kami sangat bahagia dan bersyukur,” ucap petani milenial ini.

Petani lainnya, Toha yang beberapa tahun ini mencoba bertanam lokal namun dengan sentuhan teknologi tanam unggul. Varietas lokal yang ditanamnya adalah Siam Karangdukuh. Cara menanamnya seperti menyemai benih unggul, namun saat umur 12 hari dicabut dan tanam dipindahkan.

Jadwal tanam pindah disesuaikan dengan jadwal tanam varietas lokal yang menggunakan metode tanam lokal konvensional, dimana hasil lacakan mulai dipindahkan. Waktu panen akan bersamaan antara konvensional dan teknologi tanam unggul. Varietas lokal yang ditanam menggunakan teknologi tanam unggul lebih menghemat waktu tanam sekitar 1-2 bulan. Hasil yang diperoleh 4,6 ton/ha GKP dan bisa dilaksanakan 2 kali dalam setahun.

Peneliti BPTP Kalimantan Tengah, Dr. Susilawati, SP, M.Si menambahkan dalam dialog mengenai pentingnya mengenali lingkungan pertanaman, gejala kerusakan dan berbagai faktor lainnya baik yang disebabkan oleh faktor biotik maupun abiotik. Varietas padi lokal berbeda karakter. Tidak semua varietas lokal bisa ditanam dengan teknologi unggul karena ada beberapa varietas lokal yang akar nya baru tumbuh saat usia tanam lebih dari 2 bulan. Karena itu, patut dicermati kembali pemilihan varietas lokal yang akan ditanam dengan menggunakan teknologi unggul agar lebih efisien.

Pada akhir diskusi, Pimpinan Balittra mengingatkan bahwa kunci utama keberhasilan pertanaman di lahan rawa adalah pengelolaan air. Selain itu, masih ada pengolahan lahan, pemilihan varietas unggul, kebutuhan pupuk dan bahan pembenah tanah, serta penanggulangan hama penyakit tanaman. Jayalah terus rawa, jayalah terus pertanian Indonesia. (Vika Mayasari)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author