Bogor, Technology-Indonesia.com – Kementerian Pertanian (Kementan) kembali menambah jumlah profesor riset dengan dikukuhkannya empat peneliti utama Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) menjadi profesor riset. Orasi Pengukuhan Profesor Riset digelar secara virtual di Auditorium Puslitbang Perkebunan, Bogor, pada Senin (21/12/2020)
Empat peneliti utama yang dikukuhkan menjadi profesor riset adalah Dr. Ir. Erwidodo, MS; Dr. Ir. Mukhlis, MS; Dr. Ir. Muhammad Sabran, M.Sc; dan Ir. Djayadi, M.Sc., Ph.D. Keempatnya merupakan profesor riset ke 584, 585, 586, dan 587 untuk tingkat nasional, serta profesor riset ke 147, 148, 149 dan 150 di lingkup Kementan
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo menyampaikan rasa bangga karena keberadaan profesor riset adalah kekuatan bagi negeri dan bangsa. Menurutnya, masa depan Indonesia ditentukan oleh hasil-hasil riset, terapan teknologi, serta tantangan-tantangan baru yang terjawab oleh hasil penelitian para pakar dan peneliti.
“Membangun Indonesia ke depan yang unggul, jaya dan sejahtera ditentukan oleh para akademisi, peneliti, profesor dan guru besar, termasuk lembaga riset dan perguruan tinggi. Saya berharap riset bukan hanya riset, tapi riset untuk pembangunan,” tutur Mentan Syahrul saat memberi sambutan dalam Orasi Pengukuhan Profesor Riset.
Meskipun terkendala Covid-19, terangnya sektor pertanian masih bisa tumbuh sebesar 2,15% pada triwulan III tahun 2020, ditengah-tengah pertumbuhan ekonomi Nasional yang mengalami kontraksi sebesar -3,49% pada periode yang sama. “Namun demikian, sektor pertanian tetap dituntut untuk terus meningkatkan kinerjanya, terutama dalam menyediakan bahan pangan pokok,” tegasnya.
Pada kesempatan tersebut Prof. Erwidodo dalam orasi berjudul “Reorientasi Arah Dan Strategi Menuju Ketahanan Pangan Berkemandirian Dan Berdaya Saing Di Era Pasar Global” memaparkan bahwa Indonesia kedepan akan menghadapi permintaan komoditas dan produk pangan berkualitas yang terus meningkat.
“Hal ini seiring dengan terus bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya pendapatan masyarakat, tumbuhnya industri pengolahan, serta industri perhotelan dan restoran,” ungkapnya.
Erwidodo menyimpulkan bahwa ketahanan pangan yang berkemandirian dan berdaya saing merupakan suatu keniscayaan bagi Indonesia. Agar tidak mengarah kepada kemandirian pangan ‘at all cost’, program peningkatan produksi pangan harus tetap mengacu kepada prinsip keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif serta efiensi alokasi sumberdaya.
“Artinya, Indonesia tidak perlu berkemandirian untuk semua komoditas pangan. Kemandirian menjadi keniscayaan untuk komoditas pangan pokok dan strategis yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif,” tambahnya.
Prof. Sabran dengan orasinya “Digitalisasi Untuk Meningkatkan Efisiensi Dan Efektivitas Pengelolaan Sumberdaya Genetik Tanaman,” memformulasikan cara-cara untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumberdaya genetik tanaman.
“Digitalisasi dengan memberi pengidentifikasi pada aksesi sumberdaya genetik tanaman selain memadukan upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas pengelolaan, juga memudahkan penelusuran aksesi yang sudah diakses pihak luar negeri dan dapat diterapkan pada varietas tanaman, sehingga asal-usul suatu varietas dapat ditelusuri dan pergerakan varietas tersebut dapat dipantau,” jelasnya.
Keberhasilan digitalisasi untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas pengelolaan sumberdaya genetik tanaman memerlukan sinergi antar-pemangku kepentingan. Digitalisasi pengelolaan sumberdaya genetik tanaman juga berimplikasi pada keterbukaan akses terhadap sumberdaya genetik Indonesia oleh pihak luar negeri dan kemudahan akses peneliti dan organisasi di Indonesia terhadap sumberdaya genetik tanaman global.
“Karena itu diperlukan kebijakan terkait digitalisasi sistem pengelolaan sumberdaya genetik tanaman, seperti penyelesaian RUU Pengelolaan SDG, penetapan sumberdaya genetik atau spesies tanaman yang tersedia untuk diakses dan yang harus dilindungi untu kepentingan nasional oleh pemerintah sebagai dasar dalam perjanjian internasional. Serta dukungan pembiayaan yang proporsional untuk kegiatan konservasi dan perawatan bank sumberdaya genetik tanaman,” lanjut Sabran.
Mendukung optimalisasi lahan rawa, Prof. Mukhlis menyampaikan orasi berjudul “Inovasi Teknologi Pupuk Hayati Mendukung Pengembangan Lahan Rawa Sebagai Lumbung Pangan.” Mukhlis telah berhasil mengembangkan teknologi pupuk hayati adaptif tanah masam di lahan rawa.
“Selama ini, penggunaan pupuk di lahan rawa masih bertumpu pada pupuk anorganik. Kondisi lahan rawa yang masam menyebabkan efektivitas pupuk ini berkurang, sehingga penggunaannya cenderung boros,” ujarnya.
Menurutnya, penggunaan pupuk hayati merupakan solusi bijak menuju pertanian berkelanjutan, dan meminimalkan pencemaran lingkungan. “Titik tumpu pengembangan formulasi pupuk hayati secara teknis adalah memanfaatkan mikroba potensial hasil eksplorasi dan seleksi di lahan rawa,” tambah Mukhlis. Hasil penelitian ini sejalan dengan program food estate lahan rawa sebagai kawasan lumbung pangan yang sedang dikembangkan di Kalimantan Tengah.
Sementara, Prof. Djajadi menyampaikan orasi dengan judul “Inovasi Teknologi Budidaya Terpadu Untuk Peningkatan Daya Saing Dan Keberlanjutan Usahatani Tembakau”. Dalam orasinya, Djajadi berhasil merumuskan gagasan baru untuk mengurangi impor tembakau dan meningkatkan daya saing tembakau dalam negeri.
“Dengan implementasi inovasi teknologi budidaya tembakau terpadu, maka daya saing, produktivitas dan mutu tembakau dalam negeri dapat ditingkatkan sehingga impor tembakau dapat diminimalkan dan usahatani tembakau dapat dijamin keberlanjutannya,” ungkapnya.
Mentan mengapresiasi gagasan keempat profesor baru karena konsep pemikiran yang dirumuskan selaras dengan upaya mewujudkan pertanian yang maju, mandiri dan modern. Mentan berharap keempat profesor riset dan para peneliti lainnya memberikan karya terbaiknya dan turut aktif berkontribusi pada perencanaan program dan kebijakan serta implementasi pembangunan pertanian di Indonesia.
“Kita berharap agar keempat profesor riset yang baru dikukuhkan dapat lebih berperan aktif menjadi pembina dan motivator bagi peneliti yang lebih muda baik dalam bidang kepakaran maupun pengembangan jati diri, integritas serta profesionalisme,” tutur Mentan.
Sementara itu, Kepala Balitbangtan Dr. Fadjry Djufry menjelaskan bahwa orasi profesor riset menjadi sarana untuk mendorong para peneliti muda terus berkarya agar mencapai jenjang fungsional peneliti tertinggi, serta mendorong peneliti ahli utama untuk melakukan orasi sebagai profesor riset.
“Orasi hari ini merupakan orasi yang ke lima sesuai dengan petunjuk Peraturan LIPI No. 15 Tahun 2018 dan merupakan orasi ke 44 diadakan Badan Litbang Pertanian sejak tahun 2006,” tutupnya.