Jakarta, Technology-Indonesia.com – Kecamatan Kulawi merupakan salah satu kecamatan yang menjadi sentra penghasil padi di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Pada musim tanam lalu banyak tanaman padi terserang penyakit tungro. Sebagian besar petani merasa kewalahan menghadapi penyakit tungro, karena hampir menyerang semua varietas padi yang ditanam oleh petani.
“Dampak nyata yang dirasakan petani yakni produktivitas padi menurun, bahkan ada petani yang mengalami gagal panen,” ujar Piter Bottong, Koordinator Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Lawua, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi melalui sambungan telepon, Kamis (4/6/2020).
Untuk mengantispasi serangan tungro yang lebih luas, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) melalui Loka Penelitian Penyakit Tungro (Lolittungro) memberikan bantuan benih padi varietas Inpari 36 Lanrang sebanyak 1,85 ton. Benih padi tahan tungro diberikan langsung kepada empat kelompok tani di Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi yaitu kelompok tani Cahaya Koe, Sinar Tani, Bintu Mope dan Mekar Sejati.
Hingga saat ini benih padi varietas Inpari 36 Lanrang yang diberikan telah berumur kurang lebih 60 hari setelah sebar (hss). “Hasilnya, padi varietas Inpari 36 Lanrang tumbuh dengan baik tanpa ada sedikitpun gejala serangan penyakit tungro,” sambung Piter.
Piter menilai pertumbuhan varietas ini sangat bagus sehingga petani yang menanam varietas Inpari 36 Lanrang merasa puas atas performa padi tersebut. “Berbeda dengan tanaman milik petani yang masih menggunakan varietas lainnya mulai mengalami kondisi daun padi yang menguning serta tanaman menjadi kerdil,” ungkapnya.
Secara terpisah, Kepala Lolittungro, Fauziah T. Ladja mengungkapkan bahwa yang menjadi penyebab serangan penyakit tungro di Kecamatan Kulawi adalah penggunaan varietas lama secara terus-menerus oleh petani. Ketahanan yang dimiliki oleh varietas padi yang lama sudah rentan terhadap dua virus tungro yaitu RTSV (rice tungro spherical virus) dan RTBV (rice tungro bacilliform virus).
“Hasil yang dilaporkan oleh Koordinator BPP Lawua bisa disimpulkan bahwa varietas lama sudah tidak tahan terhadap penyakit tungro, dan sebagai bukti nyata bahwa petani yang menggunakan varietas lama kondisinya masih terserang penyakit tungro,” urai Fauziah.
Selain penggunaan varietas lama, terang Fauziah, petani juga tidak melakukan tanam serempak sehingga penyakit ini terus menerus menjalar dan menyerang pertanaman yang masih muda. “Tanam serempak akan memperpendek waktu keberadaan sumber inokulum atau waktu perkembangbiakannya, tanam serempak minimal dengan luasan 20 hektare,” paparnya.
Sementara, Kepala Balitbangtan, Dr. Fadjry Djufri menyampaikan bahwa Balitbangtan sudah memiliki inovasi berupa paket teknologi Taro yakni teknologi tahan tungro yang didalamnya termasuk padi varietas unggul seperti varietas Inpari 36 Lanrang dan varietas Inpari 37 Lanrang yang dapat meminimalisir serangan tungro pada daerah endemi tungro.
“Teknologi sudah ada, varietas tahan tungro sudah ada. Kalau masih ada serangan tungro yang diakibatkan penggunaan varietas lama, artinya perlu perhatian dan peran Pemerintah Daerah agar dapat memfasilitasi tersedianya benih serta teknologi Taro pada daerah tersebut,” ujar Fadjry.
Sesuai deskripsinya, padi varietas Inpari 36 Lanrang ini dilepas tahun 2015 dengan umur ± 114 hari setelah sebar. Selain tahan terhadap tungro varian 073 dan tahan penyakit blas ras 033 dan ras 073, varietas Inpari 36 Lanrang nasinya bertekstur pulen. Potensi hasilnya bisa mencapai 10,0 ton/ha GKG dengan rata-rata hasil ± 6,7 ton/ha GKG. (RTPH/FTL/Uje)