TechnologyIndonesia.id – Pakan merupakan komponen penting dalam usaha peternakan. Bahkan, porsi terbesar atau sekitar 60-80% dari biaya produksi peternakan berasal dari pakan. Untuk itu pakan harus dikelola dengan cermat dan dijaga ketersediaannya baik dalam hal kuantitas maupun kualitas.
Sayangnya, sekitar 30% bahan baku pakan ternak seperti jagung dan kedelai harus dipenuhi dari keran impor. Pada akhir 2023, pemerintah berencana mengimpor 171 ribu ton jagung dengan skema enam kali pengiriman untuk memenuhi kebutuhan pasokan pakan ternak nasional.
Untuk mengurangi ketergantungan impor bahan pakan ternak, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan formulasi pakan ternak lokal berbasis teknologi, khususnya pakan ternak sapi dan unggas.
Peneliti Pusat Riset Peternakan BRIN, Rantan Krisnan mengatakan agar harga bahan pakan tidak mahal, kita harus menggiring pemikiran tentang kemandirian pakan atau swasembada pakan melalui pengembangan pakan berbasis bahan lokal.
“Pakan lokal adalah setiap bahan baku yang merupakan sumberdaya lokal Indonesia yang berpotensi dimanfaatkan sebagai pakan secara efisien oleh ternak, baik sebagai suplemen, komponen konsentrat atau pakan dasar,” jelas Rantan pada acara BRIEF #98 bertajuk “Pakan Ternak Lokal Siap Mengglobal” yang digelar secara daring pada Jumat (17/11/2023).
Namun, Rantan menekankan agar bahan pakan tersebut tersedia secara kontinu, murah dan mudah didapat, mempunyai nilai gizi yang cukup, serta mudah dicerna serta tidak mengganggu kesehatan ternak.
“Jadi bahan pakan itu harus tersedia secara kontinu, jangan sampai bulan ini ada, bulan depan tidak ada. Selain itu mudah didapat dan harganya murah, jangan sampai lebih murah kalau kita mendatangkan bahan pakan dari luar negeri,” terangnya.
Karena itu, Rantan mengajak para peternak untuk mulai mengeksplorasi ketersediaan bahan pakan lokal di daerah masing-masing. Sebab, Indonesia merupakan gudangnya beragam sumber pakan lokal yang berasal dari limbah tanaman pangan, tanaman perkebunan dan tanaman hortikultura.
Contohnya, limbah tanaman pangan seperti jerami padi atau jagung, dedak padi, bekatul, daun ubi kayu, onggok, dan lain-lain. Sementara pada tanaman hortikultura ada limbah pengolahan sayuran dan limbah pengolahan buah-buahan.
Pada tanaman perkebunan, ada limbah kelapa sawit seperti bungkil inti sawit, daun sawit, daging pelepah, tandan buah kosong, serat perasan buah dan sebagainya. Selain itu ada limbah coklat, limbah tebu, dan limbah kopi.
Menurut Rantan, limbah-limbah tersebut bisa diolah menjadi pakan namun perannya berbeda-beda. Misalnya sampah sayuran untuk pendukung konsentrat, serta daun atau tandan sebagai pakan dasar pengganti hijauan dari rumput.
Pemanfaatan bahan pakan lokal ini harus memperhatikan beberapa kondisi. Salah satunya, kondisi pakan lokal saat ini sebagian besar masih terkonsentrasi di wilayah tertentu. Rantan mencontohkan kelapa sawit di wilayah Sumatra, ketika dipindahkan ke Pulau Jawa kondisinya sudah tidak bagus atau tengik.
Bahan pakan lokal juga masih banyak yang berorientasi untuk pemenuhan sektor peternakan skala kecil, misalnya untuk memenuhi kebutuhan ternak sapi di perusahaannya dan belum berorientasi ke pasar global.
“Selain itu pemanfaatan bahan pakan lokal masih melalui pola integrasi usaha seperti kebun sawit dengan ternak,” imbuhnya.
Bahan pakan lokal yang sifatnya limbah juga memiliki keterbatasan seperti kontinuitas. “Karena itu industrialisasi pakan atau membuat pabrik-pabrik pakan menjadi wajib. Saya mendorong agar pemegang kebijakan di daerah untuk menginisiasi industrialisasi pakan berbasis bahan lokal,” kata Rantan.
Selain itu, bahan pakan lokal umumnya tidak tahan lama atau memiliki keterbatasan, serta ada kemungkinan adanya anti nutrisi. “Bahan pakan lokal tidak semuanya bisa digunakan 100 persen, biasanya karena ada anti nutrisi, misalnya fibernya terlalu tinggi sehingga tidak bisa diberikan untuk ayam,” terang Rantan.
karena itu perlu sentuhan teknologi pengolahan bahan pakan agar bisa disimpan lebih lama, memperbaiki/meningkatkan mutu nutrient, dan menghilangkan anti nutrisi. Selain sentuhan teknologi, Rantan juga menekankan pentingnya menguasai formulasi bahan pakan lokal yang tepat.
Menurut Rantan, untuk menjadi formulator pakan ternak harus mengetahui empat hal. Pertama, mengetahui proses/mekanisme biologis dan proses biokimia/fisologi dalam tubuh ternak. Kedua, mengetahui kebutuhan gizi ternak sesuai umur fisiologis atau tingkat produksi.
Ketiga, mengetahui kandungan gizi bahan pakan, faktor pembatas (anti nutrisi), dan faktor yang mempengaruhi bahan pakan. Keempat, mengetahui aspek formulasi, pencampuran, dan pembentukan pakan.
Rantan meyakini bahwa setiap orang bisa menjadi formulator karena belum ada strategi dan komposisi pakan terhebat yang diterapkan pada semua sistem usaha ternak yang tersebar di berbagai lokasi usaha.
‘’Yang terhebat adalah strategi untuk mengungkap dan meramu pakan potensial setempat menjadi produk ekonomis yang aman, sehat, utuh, halal dan berkualitas,’’ tuturnya.
Saat menjadi peneliti di Kementerian Pertanian, Rantan telah menginisiasi pembuatan program penyusunan pakan berbasis Android sehingga semua orang bisa membuat formulasi pakan dengan mudah. Setelah menjadi peneliti di BRIN, ia berharap bisa mengembangkan aplikasi ini menjadi lebih luas.
Pada akhir paparannya, Rantan menyimpulkan bahwa pakan lokal bisa mengglobal ketika bahan pakan tersebut tersedia secara kontinu, dan mempunyai nilai kompetitif baik secara nutrisi maupun ekonomi.
“Jangan sampai bahan lokal tersedia secara kontinu tapi harganya mahal sehingga tidak kompetitif dengan bahan pakan lokal lain atau malah dibandingkan dengan bahan impor harganya lebih mahal,” tuturnya.
Pada kesempatan tersebut, Widyaiswara Ahli Pertama Direktorat Pengembangan Kompetensi (DPK) Deputi Sumber Daya Manusia dan Iptek (SDMI) BRIN, Mohamad Rendi Astono Sentosa, menyampaikan Mekanisme Penyelenggaraan Pelatihan Formulasi Pakan Ternak Lokal.
Program pelatihan ini bertujuan agar peserta mampu mengidentifikasi, melakukan pengolahan, memformulasi bahan pakan lokal sebagai pakan ternak efisien sesuai dengan standar mutu kebutuhan nutrient.
Rendi melanjutkan bahwa kurikulum pelatihan yang ditawarkan kepada peserta yaitu untuk pengembangan wawasan, dengan materi standar mutu pakan dalam mendukung peternakan berkelanjutan.
Kemudian kemampuan inti atau utama, materi yang diberikan tentang formulasi bahan pakan lokal sesuai dengan standar mutu kebutuhan nutrient. Sebagai penerapannya diadakan praktikum pembuatan formulasi, fabrikasi, dan evaluasi pakan.
‘’Benefit atau keuntungan yang diperoleh dari mengikuti pelatihan ini yakni pengajar yang profesional dan berpengalaman, sertifikat pelatihan, pendampingan yang intensif dalam pengolahan data formulasi bahan pakan ternak lokal, serta fasilitator yang berpengalaman,’’ pungkas Rendi.