Bogor, Technology-Indonesia.com – Menyikapi pandemi Covid-19, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Kementerian Pertanian (Kementan) mengembangkan beberapa produk berbasis eucalyptus yang berpotensi sebagai antivirus corona. Prototype produk berbasis eucalyptus dalam bentuk roll on, inhaler, balsam, minyak aromaterapi, dan kalung aromaterapi telah diluncurkan pada awal Mei 2020.
Saat ini, paten atas produk eucalyptus sudah didaftarkan ke Ditjen HKI. Produk tersebut juga sudah mendapatkan izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai obat tradisional (jamu) dan siap diproduksi massal oleh mitra industri yaitu PT Eagle Indo Pharma. Produk inhaler dan roll on rencananya akan beredar di pasaran pada akhir Juli, sementara kalung aromaterapi pada Agustus 2020.
Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry mengatakan produk berbasis eucalyptus tersebut masih memerlukan riset yang panjang dan berbagai pengujian lanjutan agar bisa menjadi produk obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Ke depan, Balitbangtan akan bekerjasama dengan Fakusltas Kedokteran Universitas Indonesia dan Universitas Hasanuddin untuk uji klinis produk eucalyptus.
“Memang izin dari BPOM tidak menyebut antivirus karena harus melalui tahapan uji klinis, izin edarnya sebagai jamu. Tapi berdasarkan hasil riset kita, bisa menekan perkembangan virus corona termasuk avian influenza H5N1,” kata Fadjry saat konferensi pers terkait pemanfaatan eucalyptus di Bogor, pada Senin (6/7/2020).
Mengenai tulisan antivirus pada prototype produk eucaluptus, Fadjry mengungkapkan bahwa tulisan tersebut sebagai penyemangat bagi peneliti Balitbangtan agar terus melakukan pengembangan menuju ke sana. Prototype produk eucalyptus tersebut juga tidak diperjual belikan.
Lebih lanjut Fadjry menerangkan bahwa pengembangan produk berbasis eucalyptus merupakan bagian dari ikhtiar dalam menyikapi pandemi Covid-19. Balitbangtan sebagai salah satu unit eselon 1 di bawah Kementan memiliki mandat melakukan penelitian dan pengembangan, termasuk meneliti potensi eucalyptus yang merupakan salah satu jenis tanaman atsiri.
Saat awal pandemi, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) sudah menginventarisir beberapa tanaman potensial sebagai peningkat imunitas dan antivirus. Data ini diperoleh dari hasil-hasil penelitian selama hampir 40 tahun Balittro berdiri maupun dari publikasi ilmiah. “Ada sekitar 50 tanaman yang diidentifikasi, dan lebih 20 yang sudah diekstraksi dan diketahui bahan aktifnya,” terangnya.
Selanjutnya dilakukan pengujian oleh Balai Besar Penelitian Veteriner (BB Litvet) terhadap kemampuan antivirus pada virus influenza dan virus corona model (beta corona dan gama corona). Saat ini, di Indonesia belum ada laboratorium yang mampu menumbuhkan virus SARS-CoV-2 pada sel kultur. Hasil pengujian menunjukkan beberapa ekstrak tanaman potensial sebagai antivirus pada pengujian in vitro pada media tumbuh. Dengan konsentrasi terukur minyak eucalyptus mampu membunuh hingga 100% virus influenza maupun virus corona.
Tahapan selanjutnya adalah pengembangan produk dengan bahan dasar minyak eucalyptus oleh Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) yang memiliki kompetensi dalam pengembangan produk berbasis nanoteknologi. Terdapat lima bentuk sediaan yang dikembangkan, yaitu roll on, inhaler, balsam, minyak aromaterapi dan kalung aromaterapi.
Dari lima bentuk sediaan tersebut, kalung aromaterapi paling mendapat perhatian dari masyarakat. Fajdry mengatakan, isi kalung aromaterapi sama dengan formula yang untuk inhaler. Produk ini didesain dalam bentuk kalung agar mudah dihirup setiap 2-3 jam sekali 5-15 menit dihirup (didekatkan ke hidung) agar mampu menginaktivasivirus yang berada di rongga hidung.
Produk kalung aromaterapi Balitbangtan diformulasikan berbasis minyak Eucalyptus sp. dan didesain dengan teknologi nano dalam bentuk serbuk dan dikemas dalam kantong berpori. Dengan teknologi nano, ukuran partikel bahan aktif menjadi sangat kecil dan luas permukaannya menjadi sangat besar. Dengan demikian, luas bidang kontaknya menjadi sangat besar dan dapat menekan penggunaan bahan aktif.
Berkat sentuhan nanoteknologi, produk ini mengeluarkan aroma secara lepas lambat (slow release) sehingga berfungsi sebagai aromaterapi selama jangka waktu tertentu. Untuk mendapatkan efek aromaterapi yang optimal, penggunaannya dilakukan dengan cara menghirup aroma dari lubang-lubang kemasannya. Produk ini mengandung bahan yang telah diuji secara in-vitro di laboratorium memiliki aktivitas antivirus, baik terhadap virus influenza maupun virus corona (gamma- dan beta-corona).
Cara kerjanya, aromaterapi yang dihasilkan mengandung bahan aktif 1,8-cineole yang akan merusak struktur Mpro (Main Protein) dari virus sehingga virus akan sulit bereplikasi dan akhirnya terus berkurang jumlahnya. Selama cara pakainya sesuai aturan, diharapkan virus dapat diinaktivasi.
Fadjry mengatakan, Balitbangtan akan terus mengembangkan produk eucalyptus. Pihaknya juga akan mendengar saran dan masukan dari para pakar dan ahli untuk perbaikan produk eucalyptus ini.
“Masih perlu penelitian lanjutan yang lebih dalam lagi karena kita masih berbicara dalam level penelitian in vitro laboratorium. Memang dalam mengklaim sesuatu produk harus melalui tahapan-tahapan pengujian,” terangnya.
Saat ini banyak negara di dunia masih berikhtiar mencari vaksin maupun obat untuk mengatasi pandemi Covid-19. Untuk itu, pihaknya mengajak kepada semua komponen bangsa untuk sama-sama bekerjasama dan bersinergi. “Saatnya kita bergandengan tangan, bahu membahu untuk mencari solusi yang terbaik untuk Covid-19,” pungkasnya.
Berpotensi Sebagai Antivirus, Balitbangtan Terus Kembangkan Produk Eucalyptus
