AWS Komunitas, Platform Pemantau Cuaca Otomatis untuk Pertanian Adaptif dan Berkelanjutan

TechnologyIndonesia.id – Ketersediaan data cuaca yang akurat dan bersifat lokal sangat dibutuhkan petani untuk mengambil keputusan penting dalam aktivitas pertanian, seperti menentukan jadwal tanam, pemupukan, pengendalian hama, hingga panen.

Menjawab kebutuhan tersebut, tim peneliti IPB University mengembangkan Automatic Weather Station Community (AWS Komunitas). Inisiatif ini menghadirkan teknologi cuaca berbasis komunitas guna mendukung pertanian adaptif dan berkelanjutan.

Peneliti dari IBP University, Dr. Idung Risdiyanto memaparkan, dalam perspektif agrometeorologi ada beberapa hambatan dalam mewujudkan kedaulatan pangan. Pertama, gagal panen karena aspek cuaca seperti banjir, kekeringan, dan hama penyakit tanaman (HPT).

Kedua, selama ini data cuaca masih bersifat makro, belum sampai pada tingkat tapak. Idung mencontohkan, jarak antara Kecamatan Ciasem dan Compreng di Kabupaten Subang sekitar 5 km dengan selisih ketinggian 2 meter, namun cuacanya sudah jauh berbeda.

“Kemudian masih banyak petani kita yang mengandalkan intuisi untuk aktivitas pertaniannya, bukan berdasarkan data cuaca,” terang Idung dalam talk show interaktif yang digelar seusai Pengukuhan Pengurus Pusat Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (PERHIMPI) periode 2024-2029 di Jakarta pada pada Kamis (21/8/2025).

Kendala lainnya yaitu informasi hama dan penyakit yang terkait cuaca masih sangat terbatas. Terakhir, adalah keterbatasan pengetahuan tentang hubungan antara iklim, cuaca, tanaman, dan HPT.

Hal ini mendorong Idung bersama Tim peneliti IPB University dan beberapa yayasan mengembangkan AWS Komunitas. “AWS Komunitas merupakan sebuah platform atau sistem pemantauan cuaca otomatis yang berbasis komunitas yang dibuat untuk memantau kondisi cuaca secara lokal oleh pengguna di berbagai wilayah,” tuturnya.

Melalui pendekatan partisipatif dan semangat gotong royong, sebanyak 118 unit AWS telah terpasang di berbagai berbagai wilayah di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Unit-unit AWS tersebut ditempatkan di lahan-lahan kelompok petani, kantor Balai Penyuluhan Pertanian (BPP), serta lembaga pendidikan seperti universitas dan pesantren.

Setiap AWS mencatat parameter cuaca utama seperti suhu udara, curah hujan, kelembapan relatif, radiasi matahari, titik embun, tekanan udara dan kecepatan angin secara otomatis. Data ini terupdate secara real time per 10 menit dan bisa dipantau melalui website map.sinaubumi.org dan sinoptik.ipb.ac.id.

Platform ini operasionalnya dilakukan oleh petani, penyuluh, peneliti, dan beberapa relawan,” terang Idung yang juga bergabung dalam PERHIMPI.

Menurut Idung, pemasangan AWS komunitas ini bertujuan agar petani bisa memitigasi atau mengadaptasi risiko-risiko dari perubahan cuaca terhadap aktivitas pertanian. Petani dapat membuat keputusan sendiri berdasarkan data cuaca.

Setelah terpasang, ternyata perangkat AWS ini tidak hanya bermanfaat untuk pertanian. Idung mencontohkan, di sebuah pulau kecil di Belitung, nelayan memanfaatkan data arah angin dari AWS Komunitas sebelum pergi melaut.

Sistem berbasis artificial intelligence (AI) ini juga mempunyai kemampuan melakukan prediksi. Misalnya esok hari pukul 10.00 WIB akan terjadi hujan, maka petani di wilayah tersebut tidak melakukan aktivitas menjemur padi.

“Kita juga punya data historis sejak Januari 2025. Data ini bisa digunakan petani untuk mengevaluasi. Kalau kondisi tahun kemarin begini, maka tahun depan akan kita akan berbuat apa,” terangnya.

Idung juga mengungkapkan aplikasi lain yang masih dimanfaatkan untuk level komunitas yang memasang stasiun AWS dan belum dipublikasikan secara umum. Aplikasi ini bisa memprediksi hama wereng dengan status potensi serangan yang rendah, sedang, hingga tinggi.

Prediksi hama wereng ini diumumkan setiap pukul pukul 17.00 – 18.00 WIB. Perangkat ini juga bisa memprediksi potensi serangan wereng sampai 7 hari ke depan. Selain hama wereng, data dari AWS bisa dimanfaatkan untuk memprediksi potensi hama pertanian lainnya.

AWS Komunitas ini bukan sekadar teknologi alat ukur, melainkan bagian dari ekosistem pemberdayaan masyarakat tani agar mereka mampu membuat keputusan berbasis data dan lebih tangguh dalam menghadapi perubahan iklim.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author