Alat Tanam Ubi Kayu Inovasi Balitbangtan Lebih Efisien dan Hemat Biaya

Tangerang, Technology-Indonesia.com – Saat menanam ubi kayu biasanya petani harus membuat guludan, memotong dan menancapkan batang ubi kayu, serta memupuknya. Berkat mesin tanam ubi kayu inovasi teknologi dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan), tahapan tersebut bisa dilaksanakan dalam satu kali proses sehingga menghemat waktu, biaya, dan tenaga kerja.

Prototipe alat mesin pertanian (Alsintan) hasil rekayasa Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan) Balitbangtan ini mempunyai banyak fungsi, mulai dari menggulud sekaligus menanam stek ubi kayu secara tegak atau vertikal dengan pola satu baris. Pada waktu yang sama, alat tanam ubi kayu dapat memupuk serta menyemprotkan herbisida dan fungisida secara terintegrasi.

“Kelebihan alat ini dibandingkan dengan kondisi ekstisting atau yang ada di lapangan di tingkat petani misalkan sehabis mengolah tanah, membuat guludan, menanam, dan pemberian pupuk. Kalau dengan alat tanam ini dalam sekali proses tahapan itu bisa kita lakukan sekaligus, jadi menghemat waktu dan biaya untuk tenaga,” terang Joko Wiyono, Perekayasa BBP Mektan di sela acara peluncuran awal Inovasi Teknologi Mekanisasi Pertanian untuk Lahan Kering di BBP Mektan, Tangerang, Banten, pada Kamis (21/10/2021).

Lebih lanjut, Joko menerangkan bahwa mesin ini dijalankan oleh dua operator. Satu operator untuk traktor dan satu operator untuk mengumpankan bibit ubi kayu. Alat tanam ini bekerja dengan kecepatan 2,74 km/jam dan mampu menghasilkan guludan dengan ketinggian 20-30 centimeter serta jarak antar guludan 130 centimeter. Guludan dibuat agar tanah tidak terkikis atau erosi oleh hujan sehingga menganggu pertumbuhannya.

“Jarak tanam dalam baris bisa kita atur untuk majunya yaitu 60 atau 80 cm. Kalau jaraknya antar barisnya 60 cm, nanti dalam satu hektare populasinya kurang lebih 11 ribu pohon. Itu sudah mendekati jarak baris di tingkat petani,” tutur Joko.

Alat tanam ini berupa implemen ini beroperasi dengan digandengkan traktor roda empat berdaya minimal 50 HP. Kapasitas kerja alat ini mencapai 3 jam/hektare (ha) dengan operator cukup 2 orang. “Idealnya kita gunakan traktor besar untuk mengimbangi berat implemen yang mengangkut bibit, pupuk, dan operator di belakang. Untuk lahan kering memang butuh power yang lebih besar,” imbuhnya.

Joko Wiyono dan Para Teknisi dari BBP Mektan

Untuk tanam ubi kayu secara manual di tingkat petani, biasanya batang ubi kau dipotong pendek-pendek sehingga membutuhkan banyak waktu. Potongan batang ubi kayu kemudian dicelupkan ke cairan pestisida agar tidak berjamur, selanjutnya dibawa ke lapangan untuk ditancapkan di lahan yang telah diolah.

Dengan alat tanam ubi kayu ini, terang Joko, tahapan kerja menjadi lebih efisien. Bibit ubi kayu disiapkan dalam bentuk lonjoran kemudian dimasukkan ke dalam lubang yang memiliki alat potong otomatis. Alat ini dilengkapi ada dua tangki. Tangki pertama berisi cairan fungisida untuk disemprotkan pada bekas potongan agar tidak berjamur. Tangki kedua berisi herbisida yang disemprotkan melalui tiga lubang untuk pengendali gulma.

“Dalam satu lonjoran ubi kayu yang kita masukkan ke alat tanam otomatis sudah disemprot, ada pemupukan dan pengguludan. Jadi lebih ringkas prosesnya. Kalau tanam pakai tenaga manusia atau manual hitungannya hari, bisa dua hari dalam satu hektare,” ungkapnya.

Meskipun investasi awal lebih mahal, penggunaan alat tanam ini bisa efisien dari segi waktu, biaya, dan tenaga kerja. Tahapan pemupukan, potong bibit, dan penanaman bisa dilaksanakan dalam satu proses sehingga lebih efisien. “Alat ini kan masih prototipe, kalau sudah dimassalkan harganya bisa lebih murah dengan peningkatan berbagai kualitas,” terangnya.

Dalam mendesain alat tanam ini pihaknya memikirkan integrasi dalam satu sistem budidaya seperti pemeliharan dan panen. Untuk pemeliharaan, traktor bisa digunakan untuk mengandeng implemen lain. Begitu juga sewaktu panen yang membutuhkan banyak tenaga kerja.

Selain itu, dalam proses reverse engineering, kondisi lingkungan dan sosial budaya masyarakat juga harus diperhatikan. Teknologi yang berkembang di luar negeri bisa diadopsi namun disesuaikan dengan lingkungan di Indonesia. Joko mencontohkan, kalau di luar negeri menanam ubi kayu secara rebah, petani di Indonesia menanam ubi kayu secara tegak atau vertikal.

Joko juga menekankan bahwa dalam konsep mekanisasi ada persyaratan yang harus dipenuhi. Tanah harus diolah sempurna dulu sebelum menggunakan alat tanam ini, digemburkan, dibajak dan lain-lain agar pertumbuhannya bagus dan alat ini bisa berfungsi dengan baik. Alat tanam ubi kayu ini yang dikembangkan pada tahun 2021 ini sebaiknya digunakan pada lahan landai atau lahan dengan kemiringan kurang dari 5 derajat.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author