Jakarta, Technology-Indonesia.com – Perkembangan teknologi membuat informasi ilmiah semakin mudah diakses oleh publik. Tantangannya adalah menyajikan informasi dengan kualitas baik berbasis data ilmiah yang valid.
Sebagai pusat repositori nasional yang menyimpan hasil kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti seluruh Indonesia, Lembaga Ilmu pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah (PDII) memiliki peran penting dalam mengelola informasi ilmiah untuk mengefektifkan penyebaran hasil perkembangan pengetahuan dan teknologi dalam bentuk produk pengetahuan atau knowledge product.
Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI, Mego Pinandito mengungkapkan perkembangan pengetahuan yang semakin pesat mengharuskan kemudahan akses informasi oleh publik. LIPI sebagai lembaga penelitian mempunyai tanggung jawab memberikan informasi data penelitian yang merupakan keluaran dari produk penelitian atau knowledge product.
“Pengertian dari knowledge products adalah publikasi ilmiah ataupun produk lainnya untuk penyebaran ilmu pengetahuan seperti artikel ilmiah, jurnal, prosiding dan policy brief,” jelas Mego di sela acara “International Conference on Documentation and Information: Product Knowledge Development and Information Center” di Auditorium Utama LIPI, Jakarta pada Rabu (19/9/2018).
Menurut Mego, informasi yang terdapat dari hasil penelitian dapat dikumpulkan dan diubah ke dalam bentuk multimedia seperti komik, animasi, infografis, hingga purwarupa produk. “Muatan dalam produk pengetahuan bersifat komprehensif, sehingga hasil penelitian dapat lebih mudah dimengerti dan lebih praktis untuk pengguna yang membutuhkan informasi yang lebih spesifik,” ungkap Mego.
Sebagai pusat repositori ilmiah di Indonesia, LIPI telah mengeluarkan berbagai bentuk produk pengetahuan dari hasil-hasil penelitian di laboratorium maupun penelitian di lapangan. Data dan informasi tersebut tak hanya berguna bagi mahasiswa yang sedang menyiapkan tesis tetapi juga berguna bagi pemegang keputusan. Sebelum menetapkan sebuah kebijakan, mereka bisa mencari data dan informasi dari perpustakaan atau hasil kajian yang terkait.
“Untuk itu perlu dilakukan pengembangan strategi untuk mengelola, mensosialisasikan, dan memasarkannya, agar ilmu pengetahuan dan teknologi dapat diterima, digunakan dan diterapkan oleh masyarakat,” jelas Mego.
Seiring perkembangan teknologi, lanjutnya, saat ini kita memasuki era Revolusi Industri 4.0 dimana semua terhubung ke internet (internet of things). Untuk itu, semua data dan informasi di perpustakaan harus ada bentuk elektroniknya melalui proses digitalisasi. Namun Mego menekankan agar proses digitalisasi ini harus memperhatikan masalah hak kekayaan intelektual. “Sekarang kan ada e-book, itu harus dikaji kembali bagaimana memberikan kepastian hak hukum misalnya berupa royalti terhadap penulis,” lanjutnya.
Karena itu, Mego berharap melalui konferensi internasional ini para peserta bisa belajar dari para pembicara dari Jepang maupun Jerman bagaimana publik bisa mendapatkan akses yang benar tetapi mudah tetapi tidak menabrak aturan dan hak kekayaan intelektual.
Konferensi internasional ini menghadirkan para pemangku kepentingan di bidang dokumentasi dan informasi ilmiah, peneliti, pustakawan, praktisi perpustakaan, dokumentasi dan informasi, mahasiswa dan profesional yang berkaitan dengan pengembangan produk pengetahuan di perpustakaan dan pusat informasi.
“Kami berharap lewat konferensi ini dapat memformulasikan rekomendasi kebijakan dalam pengembangan dan pengelolaan produk pengetahuan di Indonesia,” pungkasnya.
Konferensi yang berlangsung pada 19 – 20 September 2018 ini menghadirkan pembicara diantaranya Lukman Hakim (LIPI), Motoi Iwata (Osaka Prefecture University, Japan), Sugimoto Shigeo (University of Tsukuba, Japan) dan Philipp Mayr-Schlegel (GESIS-Leibniz-Institute for the Social Sciences, Germany).