TechnologyIndonesia.id – Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut bahwa negara-negara pesisir Samudra Hindia harus terus meningkatkan dan memperkuat sistem mitigasi dan peringatan dini tsunami.
Hal tersebut disampaikan Kepala BMKG yang sejak 2019 terpilih sebagai Ketua Koordinasi Antar Pemerintah untuk Sistem Peringatan Dini dan Mitigasi Tsunami di Samudra Hindia (Inter-governmental Coordination Group on Indian Ocean Tsunami Warning and Mitigation System – ICG IOTWMS).
Menurutnya, sistem mitigasi dan peringatan dini tsunami sangat penting guna mereduksi risiko bencana tsunami, utamanya dalam meminimalisir jumlah korban.
Dwikorita menyebut bahwa Samudra Hindia merupakan salah satu wilayah di dunia yang sangat rawan tsunami. Samudra Hindia terdiri dari dua zona subduksi yang dapat menyebabkan tsunami di seluruh samudra.
Ancaman tersebut harus diantisipasi dengan membangun kapasitas seluruh negara anggota agar dapat merespon peringatan dini tsunami secara cepat, tepat dan akurat. Utamanya dalam peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat, serta peningkatan keterjangkauan informasi kepada masyarakat.
Menurutnya, salah satu cara untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat terhadap ancaman tsunami yakni dengan membentuk Tsunami Ready Community yang merupakan program peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman tsunami berbasis pada 12 indikator aspek penilaian potensi bahaya (assessment), kesiapsiagaan (preparedness) dan respon yang telah ditetapkan UNESCO-IOC.
“Saat ini telah terdapat 12 Komunitas Tsunami Ready di Samudra Hindia yang diakui UNESCO, dimana 10 diantaranya merupakan Komunitas Tsunami Ready dari Indonesia, dan dua komunitas lainnya dari India. Saya berharap jumlahnya akan semakin bertambah dari negara-negara lain,” ujarnya dalam Steering Group Meeting selama ICG/IOTWMS, yang dilaksanakan di Hyderabad, India pada 5 – 7 Februari 2024.
Dwikorita juga menyampaikan bahwa ICG/IOTWMS yang dipimpinnya, secara aktif memberikan pendampingan kepada seluruh negara yang memiliki potensi tsunami di Samudra Hindia untuk membangun dan meningkatkan sistem peringatan dini dan mitigasi tsunami di negaranya.
Oman, Seychelles dan Timor Leste adalah contoh dari negara yang mendapatkan dampingan penguatan kapasitas melalui Training Tsunami Ready.
Peristiwa Tsunami Aceh, Tsunami Palu serta Tsunami Selat Sunda, lanjut Dwikorita, menunjukkan bahwa selain membangun sistem peringatan dini yang cepat, tepat, dan akurat, juga dibutuhkan kesiapan masyarakat dalam merespon peringatan dini tersebut. Karena itu, BMKG terus gencar mengkampanyekan “Early Warning, Early Action” guna semakin meminimalisir risiko yang mungkin ditimbulkan.
Dalam Steering Group Meeting yang digelar di Indian National Centre for Ocean Information Services (INCOIS), dibahas berbagai progress capaian dan rencana aksi untuk memperkuat sistem mitigasi dan peringatan dini tsunami di Samudra Hindia.
Sejalan dengan mandat Sekjen PBB bahwa 100% komunitas rawan tsunami harus siap dan diperkuat dengan peringatan dini yang andal, beberapa isu dan tantangan dibahas dalam pertemuan ini.
Diantaranya, perlunya segera dikembangkan teknologi untuk memberikan peringatan dini tsunami non-seismik. Saat ini banyak negara di dunia masih belum terlindungi dengan peringatan dini tsunami non seismik, karena memang belum ditemukan teknologi yg mumpuni dan benar-benar sudah teruji untuk non seismik tsunami.
Dengan masih adanya keterbatasan teknologi untuk mitigasi dan peringatan dini tsunami, kearifan lokal dan kapasitas komunitas masyarakat pantai rawan tsunami harus terus ditingkatkan dan diperkuat, antara lain melalui Program Tsunami Ready (UNESCO), serta Destana (Desa Siaga Bencana) dan Katana (Keluarga Siaga Bencana) yg dicanangkan Pemerintah Indonesia (BNPB).
Selain itu, dibahas pula pentingnya terus digalakkan penguatan Kapasitas negara-negara anggota ICG/IOTWMS, serta penerapan Program dan Aksi Tsunami Ready untuk infrastruktur kritis dan pertukaran data monitoring untuk peringatan dini.