Jakarta, Technology-Indonesia.com – Pertumbuhan perlindungan paten domestik di Indonesia meningkat dalam 3 tahun terakhir. Mulai dari tahun 2015 total 653 permohonan, tahun 2016 sebanyak 1.307 permohonan, dan tahun 2017 meningkat menjadi 2.271 permohonan. Peran sentra kekayaan intelektual di perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan (lemlitbang) sangat penting dalam meningkatkan produktivitas kekayaan intelektual, khususnya paten di Indonesia.
Hal itu disampaikan Direktur Pengelolaan Kekayaan Intelektual Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) Sadjuga saat memberikan keynote speech mewakili Menristekdikti dalam Rakornas Kekayaan Intelektual yang digelar Asosiasi Sentra Kekayaan Intelektual Indonesia (ASKII) bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Aula GKB 4, Kampus UMM, Malang, Senin malam (20/8/2018).
“Salah satu tugas Kemenristekdikti adalah menciptakan iklim riset yang kondusif. Beberapa kebijakan telah dibuat, mulai dari UU Paten bekerja sama dengan Kementerian Hukum dan HAM, serta PMK tentang Standar Biaya Keluaran khusus riset berbasis output yang bekerja sama dengan Kementerian Keuangan,” ujar Sadjuga.
Menurut Sadjuga, Revolusi Industri 4.0 harus didukung kebijakan di bidang kelembagaan, sarana dan prasarana, riset dan pengembangan, sampai dengan inovasi. Ia menegaskan perlu adanya perhatian khusus kepada dosen dan peneliti terkait pemberian angka kredit, menurutnya, saat ini dosen dan peneliti hanya diberi nilai angka kredit bagi dosen dan peneliti yang patennya sudah granted.
“Ke depan kita perjuangkan pemberian reward kepada peneliti dan dosen yang sudah mendaftarkan paten, namun belum granted,” pungkasnya.
Hal senada disampaikan Ketua ASKII, Budi Riswandi yang mengibaratkan Sentra KI (Kekayaan Intelektual) itu sebagai mesin dalam meningkatkan produktivitas kekayaan intelektual. Kelembagaan dan sumber daya manusia merupakan hal utama yang harus diperhatikan dalam penguatan Sentra.
“Harus ada penguatan kelembagaan dan SDM. Pengurus Sentra KI harus memiliki keahlian yang spesifik yang tidak dilakukan semuanya oleh satu atau dua orang,” papar Budi yang juga merupakan Dosen Fakutas Hukum Universitas Islam Indonesia.
Sentra KI, lanjutnya, harus memiliki ahli searching paten, ahli drafting paten, ahli valuasi KI, ahli kontrak, dan beberapa spesifikasi lainnya.
Rektor UMM, Fauzan menyampaikan bahwa kampus harus memperhatikan lembaga pengelola KI di kampusnya masing-masing agar produktivitas KI nya tinggi. “Kekayaan intelektual harus dikelola dengan baik, salah satunya dengan mendirikan Sentra KI,” ujar Fauzan.
Rakornas ini dihadiri oleh perwakilan lebih dari 100 Sentra KI di Indonesia, dan juga beberapa pejabat dari Kemenristekdikti, Ditjen KI Kementerian Hukum dan HAM, dan Universitas Muhammadiyah Malang.