Kemenristekdikti Dorong Hilirisasi Produk Pangan dan Kesehatan Berbasis SDA di Sulsel

Makassar, Technology-Indonesia.com – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) terus mendorong sinergi antara pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan dunia usaha untuk pengembangan ekonomi berbasis pada potensi sumber daya alam (SDA) dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi.

Dirjen Penguatan Inovasi Kemenristekdikti Jumain Appe menyampaikan hal tersebut di sela acara Forum Industri Pangan dan Kesehatan di Kampus Universitas Hasanuddin (Unhas) Tamalanrea, Makassar pada Kamis (27/9/2018). Forum dalam bentuk diskusi panel dan Mini-Expo ini merupakan bagian dari peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) ke-23 tahun 2018.

Forum industri ini bertujuan mengkanalisasi dan mengakselerasi hilirisasi produk inovasi pangan dan kesehatan hasil riset dan inovasi perguruan tinggi dan lembaga litbang agar dapat dimanfaatkan oleh industri dan masyarakat. “Dengan adanya forum ini sinergi antara pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan dunia usaha bisa berjalan dengan baik sehingga kita bisa memanfaatkannya sebagai salah satu lokomotif untuk mendorong pembangunan daerah atau pembangunan nasional berbasis inovasi,” ujar Jumain.

Menurut Jumain, potensi Sulawesi Selatan (Sulsel) di bidang pangan dan kesehatan sangat besar. Misalnya, di pangan perkebunan ada pohon aren yang niranya bagus untuk membuat gula semut yang lebih sehat dan baik untuk pengguna diabetes. Tidak hanya untuk pasar lokal, saat ini di dunia sudah beralih dari gula putih ke gula merah. Potensi lainnya, rumput laut untuk pangan maupun kesehatan seperti bahan baku obat maupun kosmetik.

“Teknologinya sudah ada tinggal bagaimana mendorong sinergi supaya bisa menjadi satu usaha/bisnis dengan memanfaatkan teknologi dari Unhas kemudian dikembangkan oleh industri. Kalau kita bisa bersinergi, kita bisa memanfaatkan hasil penelitian yang ada di Unhas untuk membangun usaha-usaha di Sulsel berbasis sumber daya alam,” ungkap Jumain.

Ditjen Penguatan Inovasi Kemenristekdikti, terangnya, memiliki anggaran yang disebut Insentif Inovasi Industri, Insentif Inovasi Perguruan Tinggi, dan anggaran untuk pengembangan Pengusaha Pemula Berbasis Teknologi (PPBT). Besaran anggaran bervariasi, 1 paket untuk PPBT senilai Rp 400 juta, Insentif Inovasi Industri Rp 1 miliar, dan Insentif Inovasi Perguruan Tinggi antara Rp 5 – 10 miliar. Total dana yang disiapkan sekitar Rp 350 miliar. Anggaran tersebut tidak hanya untuk pengembangan teknologi tetapi bagaimana izin edar, standar, uji klinis, pengembangan SDM dan lain-lain.

“Kalau kita berbicara pengembangan teknologi tanpa ada bisnisnya atau tidak ada keberpihakannya, ini akan berbahaya, bisa mangkrak karena tidak ada keberlanjutan. Kita bisa sharing anggaran antara Kemenristekdikti, pemda dan dunia usaha,” tuturnya.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Sulsel M. Iqbal S. Suhaeb mengatakan saat ini klaster inovasi kerjasama antara Balitbangda Sulsel dengan Unhas dan Kemenristekdikti antara lain rumput laut di Palopo, gula semut di Sinjai, garam di Jeneponto dan kopi di Toraja. Pada 2018, ada beberapa pertemuan yang membahas kerjasama dengan Unhas terkait farmasi untuk mengembangkan rumput laut sebagai bahan baku kosmetik. Kemudian kerjasama dengan Fakultas Kedokteran Gigi untuk pengembangan olahan rumput laut sebagai alat pencetak gigi yang selama ini masih impor.

“Permasalahannya industrinya sedang kita usahakan. Masyarakat sendiri sudah siap dari segi budidaya rumput laut. Begitu juga dengan komoditas talas yang menjadi prioritas gubernur karena ada permintaan dari Jepang sebanyak 60 ribu ton pertahun,” ujarnya.

Sumber pangan lokal lainnya yang menjadi prioritas adalah jagung. Selain itu, pihaknya juga sedang mengupayakan agar beras-beras lokal di kabupaten bisa dimassalkan. Misalnya, beras lokal di daerah Seko, Kabupaten Luwu Utara yang sangat bagus dan kadar glukosanya rendah sehingga cocok untuk penderita diabetes. Namun, masa tumbuhnya masih lama sekitar 5 bulan.

“Melalui kerjasama dengan Unhas diharapkan masa tumbuhnya bisa lebih cepat sehingga lebih banyak masyarakat yang bersedia menanamnya. Harganya sekarang sangat mahal karena yang menanam masih terbatas,” tuturnya.

Iqbal bersyukur karena Sulsel dari segi penyediaan pangan tidak ada kendala sebab ada anugerah Tuhan yaitu tidak ada dalam satu tahun seluruh Sulsel kemarau, karena ada musim barat dan musim timur. Kalau di wilayah barat sedang kemarau, maka di wilayah timur panen. Begitu sebaliknya.

“Itu anugerah Tuhan untuk Sulsel. Itu salah satu keunggulan kenapa Sulsel menjadi daerah buffer (penyangga) stok pangan nasional,” pungkasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author