TechnologyIndonesia.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali menganugerahkan Habibie Prize kepada ilmuwan dan tokoh bangsa yang menorehkan capaian luar biasa dalam bidang sains, mulai dari bidang ilmu pengetahuan dasar, teknologi, hingga filsafat, agama, dan kebudayaan.
Habibie Prize 2025 dianugerahkan kepada lima ilmuwan nasional dari beragam bidang ilmu pengetahuan, mulai dari laboratorium kimia, ruang isolasi virus, peternakan hijau, ruang sidang konstitusi, hingga lembar tafsir Al Qur’an.
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko menegaskan bahwa penghargaan ini bukan sekadar simbol prestasi, melainkan bentuk nyata dari warisan intelektual Prof. B.J. Habibie, tokoh yang mempersatukan ilmu pengetahuan, teknologi, dan cinta tanah air.
“Habibie Prize merupakan legacy yang lahir dari semangat almarhum Bapak Habibie. Sejak 1999, penghargaan ini diberikan kepada insan Indonesia terbaik di bidangnya yang memiliki scientific achievement luar biasa,” ujar Handoko saat penganugerahan Habibie Prize 2025 di Jakarta pada Senin (10/11/2025).
Tepat di Hari Pahlawan, Handoko mengingatkan bahwa perjuangan masa kini bukan lagi di medan perang, melainkan di laboratorium, ruang riset, dan forum akademik. “Kita mengisi kemerdekaan melalui sains, riset, dan inovasi. Itulah makna pahlawan masa kini,” ujarnya.
Ia mencontohkan para penerima Habibie Prize 2025 sebagai bukti nyata bahwa karya ilmiah dapat menjelma menjadi solusi kemanusiaan. Ia meyakini, setiap penerima penghargaan adalah cerminan bahwa ilmu pengetahuan tak pernah berdiri sendiri, namun selalu berpihak pada kemanusiaan dan kemajuan bangsa.
Makna Filosofis Habibie Prize
Ilham Akbar Habibie dalam sambutannya secara daring menegaskan makna filosofis penghargaan ini sebagai bentuk kesinambungan cita-cita ayahandanya, almarhum B.J. Habibie.
“Penghargaan ini bukan hanya untuk mengakui prestasi ilmiah, tetapi juga sebagai simbol bahwa ilmu pengetahuan, iman, dan cinta tanah air harus berjalan bersama dalam membangun bangsa,” ujarnya.
Ilham berharap penghargaan ini menjadi inspirasi bagi lahirnya lebih banyak ilmuwan muda Indonesia yang berkiprah di tingkat global. “Kita ingin melihat semakin banyak anak bangsa yang berani bermimpi, berinovasi, dan membawa karya mereka untuk kemajuan umat manusia,” katanya.
Ia menegaskan bahwa Habibie Prize adalah ajakan untuk memperkuat kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan industri agar ilmu pengetahuan tidak berhenti di jurnal, tetapi hadir sebagai solusi nyata bagi masyarakat.
Lima Ilmuwan Nasional
Habibie Prize 2025 dianugerahkan kepada lima ilmuwan nasional dari beragam bidang ilmu pengetahuan, mulai dari laboratorium kimia, ruang isolasi virus, peternakan hijau, ruang sidang konstitusi, hingga lembar tafsir Al Qur’an.
Pertama, Rino Rakhmata Mukti yang menemukan energi bersih dari sekam padi. Dari laboratorium di Institut Teknologi Bandung (ITB), Rino menemukan cara mengubah limbah sekam padi menjadi zeolit sintetis, material canggih yang digunakan sebagai katalis dalam industri minyak bumi dan pupuk.
Bagi Rino, penghargaan ini bukan akhir, tetapi pengingat agar riset selalu kembali ke akar, yaitu memberi manfaat nyata bagi masyarakat dan memotivasi ilmuwan muda untuk tidak takut menapaki jalan panjang dunia penelitian.
Kedua, Tedjo Sasmono yang menelusuri jejak virus demi kemanusiaan. Selama lebih dari dua dekade, Tedjo meneliti virus dengue dan arbovirus lain di Indonesia. Karyanya memetakan empat serotipe virus dengue di berbagai kota dan menjadi dasar bagi kebijakan vaksinasi nasional.
Peneliti Lembaga Eijkman ini juga berperan dalam uji klinis vaksin dengue dan riset genomik untuk kesiapsiagaan pandemi. Ia menekankan bahwa bioteknologi adalah bentuk nyata dari “sains untuk kemanusiaan.”
Ketiga, Anuraga Jayanegara, mengubah pakan untuk menyelamatkan bumi. Sebagai ilmuwan muda dari IPB University, Anuraga memadukan riset peternakan dengan isu perubahan iklim.
Ia mengembangkan formulasi pakan ternak berbasis bahan alami yang mampu menekan emisi gas rumah kaca, sekaligus meningkatkan produktivitas ternak.
Keempat, Jimly Asshiddiqie yang identik dengan reformasi konstitusi dan etika bernegara. Sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi pertama, ia memperkenalkan gagasan “constitutional ethics”, bahwa hukum tidak bisa berdiri tanpa moral dan integritas.
Jimly menegaskan pentingnya membangun sistem hukum yang tak hanya menghukum, tetapi juga mendidik dan menjaga kepercayaan publik. Ia berharap generasi muda memahami bahwa peradaban bangsa tidak hanya ditopang oleh teknologi, tetapi juga oleh nilai etika yang kokoh.
Kelima, Muhammad Quraish Shihab yang menyinari zaman dengan tafsir Al Qur’an. Sebagai mufasir besar Asia Tenggara, ia mengabdikan hidupnya untuk menjembatani pesan Al-Qur’an dengan kehidupan modern melalui Tafsir Al-Misbah.
“Al Qur’an itu cahaya. Tiap orang akan melihat cahayanya dari sudut yang berbeda, dan perbedaan itu adalah rahmat. Ia mengingatkan pentingnya tafsir yang kontekstual dan penuh kasih,” ujarnya.
Di tengah dunia yang dipenuhi disrupsi dan ujaran kebencian. Ia berpesan bahwa beragama harus dengan pemahaman, bukan hanya hafalan. Ilmu harus dibarengi dengan adab. (Sumber: brin.go.id)
Habibie Prize 2025: Sains sebagai Wujud Kepahlawanan Masa Kini
