Filipina Kembangkan 4 Helix, ABG plus Komunitas

Jakarta- Filipina adalah negara yang telah mengedepankan peran Komunitas dalam pembangunan inklusif. Pertumbuhan inklusif adalah sebuah konsep pertumbuhan ekonomi yang mengakomodasi kebutuhan seluruh masyarakat, keragaman geografis, dan kompleksitas sosial. Pertumbuhan ekonomi yang mendukung penciptaan lapangan kerja , memberi akses sosial dan ekonomi bagi segenap warga dan terus menerus mengurangi kemiskinan melalui penyediaan peluang bagi masyarakat yang rentan dan terpinggirkan untuk berkontribusi dalam proses pembangunan dan dalam menikmati hasil-hasilnya.

Dr Cecile  P Reyes (National Research Council of Philipines), lembaga riset nasional Filipina yang  berperan dalam implementasi konsep inovasi untuk pembangunan inklusif di Filipina mengungkapkan,”Kami telah mengembangkan 4 Helix, yang melibatkan Komunitas dalam proses pengembangan teknologi bersamaan perannya dengan Academic, Business, dan Government.” Cecile melanjutkan,”Peran Komunitas sangat kuat dalam menentukan kebijakan pemerintah terutama berbasis pada kesejahteraan rakyat. “

Di Indonesia sendiri masih berkutat pada Triple Helix (Academic, Business dan Government)  dan belum mengedepankan Komunitas yaitu Masyarakat. Ketua Komisi Teknik Sosial Humaniora Dewan Riset Nasional (DRN), Lala M Kolopaking mengungkapkan,” Misalnya saja Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) masih sering kali berjalan sendiri dan tidak seiring dengan program pemerintah. Harus mulai dikedepankan sinergi antara peran LSM dan pemerintah, yang didukung kekuatan industri dan kaum akademisi.”

Pembahasan ini mengemuka pada Wokshop Inovasi untuk Pembangunan Inklusif yang disponspori oleh International Development Research Center (IDRC).  Melalui kerjasama Dewan Riset negara ASEAN, akan diperoleh pengalaman masing-masing negara dalam pelaksanaan program Innovation for Inclusive Development (IID) yang mengutamakan keterlibatan masyarakat dalam perencanaan dan implementasinya.

Dari beberapa kali pertemuan, University and Council Network on Innovation for Inclusive Development-Southeast Asia (UNIID SEA) telah berhasil mengidentifikasi kendala (barrier) yang dihadapi masyarakat miskin, yaitu antara lain barrier fisik yaitu jarak dan akses terhadap sekolah, pusat kesehatan, dan sumber matapencaharian. Barrier Finansial, seperti tingginya biaya  dan opportunity cost untuk terlibat dalam aktivitas penghasil pendapatan. Barrier sosial dan budaya seperti diskriminasi gender, etnis, kemampuan fisik dan umur. Barrier politis akibat adanya diskriminasi terhadap kelompok tertentu untuk memperoleh akses ekonomi.

UNIID SEA (University and Council Network on Innovation for Inclusive Development-Southeast Asia) juga telah berhasil mengidentifikasi beberapa tipe inovasi yang melalui pendekatan inovasi teknikal yaitu pengembangan produk dan teknologi yang berkelanjutan dan terjangkau. Inovasi sosial berupa kemitraan dan cara interaksi yang baru. Inovasi Manajemen yaitu cara baru dalam pengembangan produk, pemasaran, pembelian dan investasi, dan terakhir inovasi rantai nilai yang berkaitan dengan hubungan dan pengaturan baru dengan pemasokan pengecer bersamaan dengan pengembangan skema pembiayaan baru. (ap)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author