Jakarta, Technology-Indonesia.com – Minimnya informasi ilmiah tentang potensi sumber daya alam di pulau terluar Indonesia mendorong Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menggelar Ekspedisi Nusa Manggala. Temuan serta dokumentasi dari ekspedisi yang berlangsung selama bulan Oktober sampai Desember 2018 ini, terekam dalam film dokumenter “Kisah 8 Pulau Terluar.”
Pulau – pulau terluar yang menjadi tujuan ekspedisi ini adalah Yiew, Budd, Fani, Brass & Fanildo, Liki, Bepondi, dan Meossu serta satu gugusan kepulauan Ayau di kawasan Raja Ampat, Papua. “Ekspedisi Nusa Manggala merupakan salah satu bukti kehadiran negara di pulau-pulau terluar melalui aktivitas riset yang dilakukan LIPI,” terang Kepala LIPI, Laksana Tri Handoko saat penayangan film dokumenter “Kisah 8 Pulau Terluar” pada Rabu (14/8/2019) di CGV Pacific Place, Kawasan SCBD, Jakarta Selatan.
Handoko menjelaskan, pulau-pulau ini dipilih karena merupakan kawasan perbatasan laut Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Kawasan Strategis Nasional. Keberadaan pulau terluar mempunyai peran yang sangat penting. Selain menyediakan ekosistem alam yang produktif dan menunjang sektor pangan, perikanan dan wisata, keberadaannya merupakan penanda kedaulatan negara di beranda depan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ekspedisi ini, lanjutnya, baru menjangkau 8 pulau terluar dari 111 pulau-pulau kecil terluar yang menjadi batas langsung dengan negara tetangga. “Untuk itu, kita sedang memproses armada kapal riset nasional yang bukan untuk LIPI tapi untuk nasional yang akan dikelola secara profesional. Jika kapal itu sudah ada, 111 pulau itu harus kita datangi semua. Kenapa itu penting, karena tidak hanya masalah potensi pariwisata dan ekonomi, tapi juga masalah kedaulatan,” tuturnya.
Menurut Handoko, secara umum dari ekpedisi ini menghasilkan tiga rekomendasi yaitu terkait sumber daya di pulau tersebut yang bisa dieksploitasi untuk ekonomi dan lain-lain, infrastruktur yang harus segera dibangun misalnya jaringan telekomunikasi, dan aspek sosial budaya di masyarakat di daerah tersebut.
“Ke depan kita berharap itu menjadi salah satu tugas dari pelaku iptek untuk memperhatikan hal tersebut. Menurut saya, untuk pulau terluar memang harus orang iptek yang masuk terlebih dahulu. Berdasarkan informasi awal diperoleh, baru kemudian aspek bisnis, infrastruktur, dan lain-lain bisa masuk sehingga diharapkan bisa tepat sasaran,” kata Handoko.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Kebumian LIPI, Zainal Arifin menjelaskan, Ekspedisi Nusa Manggala adalah kegiatan penelitian untuk menggali data dan informasi sumber daya alam hayati dan non hayati di kawasan pesisir pulau-pulau kecil terluar (PPKT) Indonesia.
“Kegiatan ini bertujuan mengidentifikasi pandangan, konsep pengelolaan dan best practices pengelolaan sumber daya pesisir di pulau-pulau kecil terluar untuk memberikan rekomendasi pengelolaan pulau-pulau terluar yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta karakteristik sumber daya alamnya,” terang Zainal.
Udhi Eko Hernawan, koordinator ekspedisi Nusa Manggala menerangkan bahwa kata “Nusa” berarti pulau, sementara “Manggala” berarti sesuatu yang berada di depan. Jadi Ekspedisi Nusa Manggala berarti ingin menuju pulau di pinggiran untuk menjaga kedaulatan.
Dalam ekspedisi ini, selama kurang lebih 60 hari, sekitar 55 peneliti Indonesia dari bidang ekologi, daya dukung lingkungan, sosial kemanusiaan serta geomorfologi turut andil dalam ekspedisi yang menjelajah lebih dari 6000 km perjalanan. Kapal riset LIPI Baruna Jaya VIII mengantar para peneliti menelusuri delapan pulau kecil terluar yang jauh dari peradaban.
Sementara itu, Koordinator Ekspedisi Nusa Manggala, Dirhamsyah yang juga peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI mengatakan di Kepulauan Mapia tepatnya di pulau Brass-Fanildo terdapat salah satu atol yang terbesar di Indonesia dengan luasan area lebih dari 3.000 hektar.
Atol tersebut menjadi habitat unik bagi beragam biota laut seperti karang hias Lobophyllia, Physogyra, dan Cynarina lacrimalis. “Bahkan semua jenis kerang kima yang ada di Indonesia yang berjumlah tujuh jenis dapat ditemukan di kepulauan ini ditambah catatan sebaran baru kehadiran jenis di Indonesia yaitu Tridacna noae,” ujarnya.
Keluaran dari Ekspedisi Nusa Manggala adalah daftar isu strategis terkait pengelolaan sumber daya pesisir di pulau-pulau kecil terluar yang tertuang dalam naskah kebijakan. Selain itu output dari penelitian juga berupa film dan buku mengenai kegiatan tersebut kepada pembuat kebijakan dan masyarakat.