Jakarta – Indonesia melalui Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan (BRSDM-KKP) mengembangkan Desa Inovasi sebagai implementasi konsep Blue Economy.
“Blue Economy di Indonesia dirintis sejak 2010,. Saat ini, tengah dikembangkan Desa Inovasi untuk proses dari hulu ke hilir. Contohnya seperti budidaya ikan gabus, dari hulu kita mulai pembenihan, lalu proses sampai menjadi albumin,” ujar Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BRSDM) Sjarief Widjaja dalam Diskusi Panel Workshop Blue Economy Indonesia-Australia di Jakarta, Selasa (27/8/2019).

Albumin adalah ekstrak dari gabus untuk membantu pemulihan pasca operasi dalam hal regenerasi sel. Menurut Sjarief, hal ini membuktikan bahwa produk hasil sumber daya alam selain dapat dikonsumsi, juga memiliki added value tinggi. Saat ini BRSDM KKP tengah mengembangkan albumin di Desa Gabus di Ciseeng, Kampung Nila di Dusun Bokesan Sleman, Kampung Rajungan di Desa Betahwalang Demak, dan Kampung Sidat di Desa Kaliwungu Cilacap.
Dalam paparan bertema “Tantangan dalam Pengembangan Kapasitas SDM Perikanan dan Kelautan Bagi Implementasi Blue economy di Indonesia”, Sjarief juga memaparkan optimalisasi industri perikanan melalui program Sentra Kelautan Perikanan Terpadu (SKPT) serta sistem logistik ikan.
Konsep SKPT adalah mengintegrasikan rantai nilai bisnis perikanan dalam satu lokasi. Saat ini, terdapat 20 pulau terluar sebagai SKPT, yaitu Natuna, Simeulue, Tahuna, Saumlaki, Merauke, Mentawai, Nunukan, Talaud, Morotai, Biak Numfor, Tual, Mimika, Sarmi, Moa, Rote Ndao, Anambas, Sumba Timur, Buton Selatan, Enggano dan Sabang. “Tahapan mulai dari pendaratan ikan, pengolahan ikan, hingga pemasarannya dapat dilakukan secara efektif dan efsien,” jelas Sjarief.
Dia menjelaskan lebih lanjut, bahwa SKPT menyediakan seluruh sarana dan prasarana bisnis perikanan seperti pelabuhan ikan, tempat pelelangan ikan, coldstorage, tempat perbaikan kapal, penyediaan bbm, karantina untuk ekspor hingga tempat penginapan untuk nelayan.
Konsep SKPT, kata Sjarief juga bertujuan menciptakan sisem logistik ikan yang lebih efsien karena dekat dengan pasar ekspor. “Ekspor hasil perikanan dari SKPT ke negara terdekat pun diibaratkan ‘sirip’ yang akan menggerakkan perekonomian di wilayah-wilayah perbatasan,” lanjutnya.
Sementara itu, untuk mewujudkan laut sebagai masa depan bangsa, imbuh Sjarief, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) di bawah kepemimpinan Menteri Susi Pudjiasuti, menekankan tiga pilar misi yakni misi kedaulatan (sovereignty), misi keberlanjutan (sustainability), dan misi kesejahteraan (prosperity).
“Kedaulatan diartikan sebagai kemandirian dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan dengan memperkuat kemampuan nasional untuk melakukan penegakan hukum di laut demi mewujudkan kedaulatan secara ekonomi. Keberlanjutan dimaksudkan untuk mengelola dan melindungi sumberdaya kelautan dan perikanan dengan prinsip ramah lingkungan sehingga tetap dapat menjaga kelesarian sumberdaya. Kesejahteraan dimaknai bahwa pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” paparnya.
Dalam hal ini, Sjarief menegaskan KKP senantiasa memberikan perhatian penuh terhadap seluruh stakeholders kelautan dan perikanan, yakni nelayan, pembudidaya ikan, pengolah atau pemasar hasil perikanan, petambak garam, dan masyarakat kelautan dan perikanan lainnya.

Kegiatan workshop diselenggarakan oleh Deputi Bidang Koordinasi SDM, IPTEK dan Budaya Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman bekerja sama dengan University of Tasmania (UTAS) Australia. Penyelenggaraan workshop bertujuan untuk mendeseminasikan iptek dan riset terkini tentang kemaritiman, pengelolaan pelabuhan, dan perikanan dengan pendekatan blue economy serta mempromosikan kerjasama penguatan sumber daya manusia (capacity development) yang saling menguntungkan antara institusiinstitusi pemerintah dan swasta Indonesia dengan UTAS.
Hadir sebagai pembicara dalam kesempatan tersebut, Tukul Rameyo Adi (Staf ahli Bidang Sosio Antropologi Kemenko Maritim), Cris Kuntadi (Staf Ahli Menteri Perhubungan Bidang Logistik, Multimoda, dan Keselamatan Perhubunganl), serta Michael van Balen (Principal of the Australian Maritime College).