Jakarta : Pada 2017, jumlah kasus yang ditangani Badan Keamanan Laut (Bakamla) menurun yaitu sekitar 67 perkara dari tahun sebelumnya yang mencapai 82 perkara.
Hal ini terungkap dalam “Briefing Operasi Bersama Bakamla 2018” di Jakarta, Rabu (6/3/2018). Dalam paparan yang disampaikan Frederik Kalelembang, Kepala Unit Penindakan Hukum Bakamla disebutkan “illegal fishing tercatat 39 perkara, pelayaran 15 perkara, dan kasus kepabeanan 3 perkara. Sedangkan migas tercatat 3 perkara, dan tindak pidana lainnya sekitar 7 perkara. Perkara dibidang keimigrasian pada 2017 tidak ada kasus yang tercatat. Berbeda dengan tahun 2016 yang jumlahnya sekitar 3 kasus keimigrasian.
Menurut Frederik tindak pidana yang menjadi prioritas Bakamla, diantaranya pelayaran yaitu pemalsuan dokumen, muatan tidak sesuai manifest dan lain-lain. Perikanan yaitu illegal fishing, kasus minyak dan gas bumi serta kepabeanan.
Menurut Deputi Operasional dan Latihan Bakamla Semi Djoni Putra, pihaknya hanya memiliki kewenangan pemeriksaan dan penyelidikan. “Untuk penyidikan dilakukan petugas penyidik instansi terkait, baik KKP atau Polri.”
Djoni berharap Bakamla nantinya diberikan kewenangan penuh untuk masalah keamanan laut hingga tahap penyidikan. Disisi lain, dia mengusulkan dirintis sekolah khusus bidang keamanan laut sehingga sumber daya manusia tidak perlu diambil dari instansi lain, seperti yang terjadi selama ini.
Sementara itu, Direktur Operasi Laut Bakamla Rahmat Eko Rahardjo menjelaskan monitoring pemantauan keamanan laut kini sudah dilengkapi citra satelit untuk melengkapi pemantauan di darat. “AIS satelit tidak lagi terhalang masalah cuaca dan lebih luas jangkauannya. Sehingga informasi pemantauan masalah-masalah keamanan laut akan jauh lebih baik,” ujarnya.