BRIN Dorong Industri Uji Produk Inovasi lewat Pendanaan PPI

TechnologyIndonesia.id – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong industri untuk melakukan pengujian produk inovasi melalui Skema Pendanaan Pengujian Produk Inovasi (PPI). Skema Pendanaan PPI meliputi bidang Kesehatan (PPIK), pertanian (PPIP), dan teknologi (PPIT).

Direktur Pendanaan Riset dan Inovasi BRIN, Raden Arthur Ario Lelono, mengatakan Skema Pendanaan PPI diselenggarakan untuk mendorong percepatan hilirisasi hasil riset dengan menghasilkan produk inovasi yang teruji atau lolos uji dan siap dimanfaatkan secara luas bagi masyarakat.

“Pengujian produk inovasi merupakan langkah pemerintah melalui BRIN mempercepat realisasi hasil riset yang bisa menjadi inovasi yang tidak hanya terbukti secara ilmiah, namun mampu memenuhi kaidah regulasi dan siap dimanfaatkan oleh masyarakat,” kata Arthur, dalam Sosialisasi Skema PPI pada Kamis (4/9/2025).

Arthur mencontohkan, produk inovasi kesehatan membutuhkan uji praklinis, klinis tahap 1, tahap 2, dan seterusnya yang dipersyaratkan Kementerian Kesehatan. Produk inovasi pertanian membutuhkan uji multilokasi yang dipersyaratkan Kementerian Pertanian. Teknologi lainnya membutuhkan persyaratan standar/mutu tertentu oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).

“Kami sangat berharap skema pengujian inovasi ini menjadi salah satu pendorong hasil-hasil riset yang membutuhkan dukungan pembiayaan terkait pengujian berbasis regulasi tadi,” tambah Arthur.

Mulai 2025, pembiayaan PPI baik kesehatan, pertanian, maupun teknologi yang sebelumnya bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) BRIN beralih menjadi menggunakan dana abadi penelitian LPDP.

Lebih lanjut Arthur menekankan dalam skema PPI, yang akan mengusulkan adalah pihak industri baik level startup, menengah, maupun besar. Sehingga, mitra industri harus ada komitmen menghilirkan hasil-hasil riset supaya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat.

“Hasil riset tidak harus dari BRIN, tapi juga dari perguruan tinggi, lembaga riset, masyarakat, maupun dari industri itu sendiri,” jelas Arthur.

Skema PPI

Sigit Juliantoro dari Direktorat Pendanaan Riset dan Inovasi BRIN, menjelaskan skema PPI dibuka sepanjang tahun dengan metode seleksi kompetisi terbuka bagi industri yang bekerja sama dengan inventor/pemilik kekayaan intelektual (KI) dari BRIN, perguruan tinggi, dan lembaga riset lainnya.

“Tujuannya untuk menghasilkan produk inovasi yang teruji/lolos uji dan siap dimanfaatkan masyarakat, mendorong kolaborasi antara pemerintah, lembaga pengujian, dan industri, dan mendorong percepatan hilirisasi hasil riset,” kata Sigit.

Anggaran pengujian tersebut diberikan kepada industri pengusul untuk membiayai pengujian di lembaga uji yang ditetapkan oleh regulator terkait dan/atau mitra pengujian yang ditunjuk oleh BRIN.

Adapun objek prioritas hasil riset yang terbukti secara ilmiah dalam skema PPI ini meliputi namun tidak terbatas pada:

– Pengujian Produk Inovasi Kesehatan (PPIK), meliputi obat herbal berstandar, fitofarmaka, obat, vaksin, alat kesehatan, pangan berklaim, dan kosmetika.

– Pengujian Produk Inovasi Pertanian (PPIP), meliputi varietas bibit unggul, pakan ternak dan pakan ikan, pupuk, penanggulangan hama, rumpun/galur ternak, obat dan vaksin hewan, benih/bibit ternak dan ikan.

– Pengujian Produk Inovasi Teknologi (PPIT), meliputi elektronika dan informatika, energi, dan manufaktur, hayati dan lingkungan, kebumian dan maritim, nanoteknologi dan material, penerbangan dan antariksa, tenaga nuklir, dan transportasi.

Pengusul dari industri dapat mengajukan proposal melalui website https://pendanaan-risnov.brin.go.id/.

Peran BRIN dan Industri

Eko P. Hidayat dari Direktorat Pemanfaatan Riset dan Inovasi pada Industri BRIN, menambahkan peran BRIN dalam skema ini adalah sebagai sponsor bersama kegiatan PPI, operator/pelaksana program PPI, menyediakan pendanaan program bekerja sama dengan LPDP, sebagai pemilik KI (jika inventor dari BRIN), dan sebagai intermediasi (jika inventor dari universitas, lembaga penelitian, dan industri).

Sedangkan industri berperan mendaftarkan pengujian ke regulator (contoh: BPOM, Kemenkes, Kementan, Kemenhub, BSN, dll). Kemudian industri memiliki Good Manufacturing Practices (GMP), seperti CPOB, CPOTB, CPAKB, CPKB, atau sertifikasi lain sesuai core business-nya.

“Industri menyediakan produk uji, termasuk biaya pengiriman, menyediakan dokumen produk uji, dan berperan sebagai sponsor bersama BRIN (untuk uji klinis dan pra klinis) dan pengujian lainnya sesuai regulasi,” jelas Eko.

Eko menegaskan industri wajib berkomitmen akan melakukan perjanjian lisensi dengan BRIN (jika inventor dari BRIN) atau perjanjian benefit sharing dengan BRIN serta lisensi dengan pemilik KI (jika inventor bukan dari BRIN).

“Industri juga wajib berkomitmen melakukan pengurusan izin edar sesuai regulasi lembaga terkait, seperti BPOM, Kemenkes, Kementan, dan lain-lain,” tandasnya. (Sumber: brin.go.id)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author