Jakarta, Technology-Indonesia.com – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui Balai Inkubator Teknologi (BIT) berperan menjalankan intermediasi teknologi serta difusi dan komersialisasi teknologi untuk menciptakan perusahaan pemula berbasis teknologi (PPBT). Peran BIT BPPT sangat penting bagi tumbuhnya enterpreneur-enterpreneur baru yang berdaya saing dengan pemanfaatan teknologi dan inovasi.
Deputi Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi (PKT) BPPT, Gatot Dwianto mengungkapkan proses inkubasi kepada perusahaan pemula tersebut biasanya berjalan paling lama tiga tahun. Proses inkubasi dimulai dari menseleksi calon usaha yang akan didampingi, menyediakan sarana perkantoran, uji produksi dan sertifikasi, akses legalitas perusahaan, peningkatan kapasitas SDM melalui mentoring dan pelatihan, akses pasar dan akses pembiayaan.
BIT BPPT didirikan secara resmi pada 2001 dan hingga saat ini telah diinkubasi sebanyak 131 tenant (peserta inkubasi). Dari total tenant yang diinkubasi sebanyak 50 tenant berhasil diluluskan (graduate), 21 tenant dalam proses inkubasi, dan sisanya harus menemui kegagalan bisnisnya.
“Dengan presentasi keberhasilan graduate tersebut, kegiatan inkubasi teknologi (45%) dapat dikatakan telah melampaui rata-rata kelulusan tenant yaitu sebesar 5-10% dalam meluluskan tenant-nya. Tenant yang lulus bahkan sudah mampu memasuki pasar ekspor seperti spirulina ke Rusia dan inkubator bayi ke Turki,” papar Gatot dalam acara Workshop Inkubasi dan Tenant Gathering BPPT 2018 di Jakarta pada Kamis (4/10/2018).
Workshop Inkubasi dan Tenant Gathering ini dirancang untuk mengetahui sejauh mana bisnis-bisnis yang telah lulus program inkubasi berkembang serta bagaimana mereka bisa bertahan dan bersaing pada dunia bisnis yang sebenarnya. Selain itu, dibutuhkan juga masukan untuk formulasi perbaikan proses inkubasi di masa yang akan datang. Pertemuan para pelaku bisnis pada forum ini diharapkan akan tercipta sinergi diantara mereka, dan terjalin kemitraan dengan para stakeholder dan mitra pendukung inkubasi.
“Acara ini ingin mengevaluasi karena kita sudah melakukan inkubasi beberapa tahun dan melahirkan perusahaan pemula berbasis teknologi. Kita lihat setelah diinkubasi sekian tahun apakah bisnis tersebut tumbuh, biasa-biasa saja, atau malah mati,” katanya.
Menurut Gatot, peran inkubator sangat vital dalam mensukseskan program pendirian 100 teknopark yang dimulai sejak 2015-2019. Pemerintah hingga 2018 telah mendirikan 66 teknopark dan diharapkan mampu menjadi kawasan mandiri yang mensinergikan kerjasama antara akademisi, bisnis dan Pemerintah. BPPT mendapat tugas mendampingi pendirian 9 Technopark di beberapa tempat. Salah satunya, National Science Technology Park (NSTP) BPPT di kawasan Puspiptek Tangerang Selatan.
“Membangun technopark yang terpenting membangun teknologinya. Mesin inkubatonya harus dibuat sebaik mungkin. Kalau nantinya kita punya 100 technopark akan banyak menghasilkan perusahaan pemula berbasis teknologi. Karena itu, inkubator-inkubator di teknopark harus diperkuat,” ungkap Gatot.
BPPT akan terus mengembangkan NSTP melalui penguatan inkubator dengan mencoba memprakarsai investasi di beberapa binaan BIT BPPT. Hal tersebut juga dilakukan Tsing Hua Science Park (Tus Park) yang merupakan best practice science park di dunia. Dengan Investasi 100 milyar Yuan, Tus Park mampu menghasilkan pendapatan sebesar 5000 milyar yuan pertahun. Saat ini Tus Park sudah memiliki 200 cabang baik di China maupun di berbagai negara.
Dalam workshop ini juga dipamerkan produk-produk tenant yang sedang dan telah lulus diinkubasi. Beberapa tenant telah berhasil mengembangkan bisnisnya dan produknya dimanfaatkan oleh konsumen. Workshop juga dihadiri beberapa mitra daerah dan perguruan tinggi yang pernah bekerja sama dalam inisiasi pendirian Pusat Inovasi atau inkubator diantaranya Kota Pekalongan, Kota Cimahi, Kab. Pelalawan, UNS Surakarta, Unikal Pekalongan dan Undip Semarang.