Jakarta, Technology-Indonesia.com – Prof. Dr. Adrian Bernard Lapian (1 September 1929 – 19 Juli 2011) dikenal dengan panggilan akrab Adri Lapian atau Pak Lapian merupakan tokoh yang sering dijuluki sebagai Nakhoda Kajian Maritim di Indonesia bahkan Asia Tenggara.
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan, sebutan ini bukanlah gelar tanpa isi. Sejatinya, memang beliaulah yang telah membangun fondasi kajian-kajian maritim.
Hasilnya tidak hanya berbagai karya ilmiah yang diproduksi oleh beliau dan murid-muridnya, tetapi juga berkontribusi pada kebijakan, advokasi, dan aksi-aksi di bidang kemaritiman di Indonesia.
“Dengan kontribusi dan reputasi beliau pada pengembangan pengetahuan dan pemberdayaan komunitas maritim, sudah sewajarnya kita sebagai penerusnya memberikan apresiasi dan komitmen untuk terus mengembangkan apa yang telah beliau semai selama karir akademisnya,” kata Handoko.
Salah satu wujud dari apresiasi dan komitmen untuk melanjutkan kerja-kerja beliau, BRIN melalui Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH) menggelar A. B. Lapian Memorial Lecture, yang bertajuk “Nakhoda Kajian Maritim Indonesia” pada Jumat, 23 September 2022.
Kegiatan ini dilaksanakan untuk memperingati jasa Prof. Dr. A.B. Lapian, sekaligus merayakan Hari Maritim Nasional yang jatuh pada tanggal 23 September 2022.
Kepala OR IPSH BRIN, Ahmad Najib Burhani mengatakan, Pak Lapian merupakan angkatan pertama pada Jurusan Ilmu Sejarah di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya), Universitas Indonesia.
Perhatiannya terhadap sejarah maritim Indonesia tampak pada karya-karyasepanjang karirnya. Diantaranya skripsi mengenai jalan perdagangan maritim ke Maluku pada awal abad ke-16, dilanjutkan pada disertasinya, “Orang Laut – Bajak Laut – Raja Laut: Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX,” serta naskah Orasi Guru Besarnya yang berjudul “Sejarah Nusantara Sejarah Bahari”.
Selain melengkapi isu maritim pada kajian sejarah yang sebelumnya lebih banyak bernuansa darat, perspektif yang beliau kembangkan pada disertasi dan banyak tulisannya juga berkontribusi pada perhatian terhadap orang-orang yang seringkali dianggap marjinal, baik pada realitas masa lalu maupun dalam kajian sejarah.
“Dua hal inilah yang benar-benar menjadi kompas dari kajian-kajian maritim yang berkembang di bawah nakhoda beliau,” kata Ahmad Najib.
Kariernya sebagai nakhoda kajian maritim dikembangkan dalam dua ranah kelembagaan, yakni perguruan tinggi dan lembaga penelitian. Pada ranah perguruan tinggi, beliau tidak hanya sebagai dosen yang mengajar sejarah maritim, tetapi juga mencetak banyak sarjana dengan kajian maritim dari levelS1 hingga S3.
Pada ranah lembaga penelitian, beliau adalah peneliti di Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya (PMB) LIPI pada tahun 1957 hingga 1994. Di PMB, AB Lapian mendirikan Kelompok Studi Maritim, sekarang menjadi Kelompok Kajian Maritim di Pusat Riset Masyarakat dan Budaya (PMB) BRIN.
A. B. Lapian memimpin riset-riset yang bersifat multi-disiplin dengan melibatkan peneliti-peneliti dari Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Lingkungan. Dengan demikian, kajian-kajiannya melebar pada isu-isu yang lebih luas, seperti Hak Ulayat Laut, Pengelolaan Pesisir Berbasis Komunitas/Tradisi, dan lain-lain.
Melalui Kelompok Studi Maritim juga, perhatian Pak Lapian tidak hanya mengkaji, tetapi untuk membantu secara riil komunitas-komunitas maritim, seperti halnya Orang Bajo, Masyarakat Pesisir, dan Nelayan.
“Hal ini terlihat dari kepemimpinannya dalam mengembangkan kegiatan riset aksi pada komunitas-komunitas maritim,” tutur Ahmad Najib.