Pemanasan Global Meningkatkan Zona Mati Lautan

Bukti-bukti di Zaman Es menunjukkan peningkatan suhu bisa meningkatkan luas area air laut dengan sedikit oksigen. Rendahnya kadar oksigen membuat daya dukung terhadap kehidupan di laut menurun drastic. Lambat laun, lautan akan menjadi zona mati yang mengerikan.

Para ilmuwan, menurut Scientific American (10/2), menemukan petunjuk tentang bagaimana perubahan iklim dapat mempengaruhi kehidupan laut dengan melihat dampak pemanasan pada lautan global masa lalu. Melalui analisis data sedimen laut, para peneliti di University of California, menemukan bahwa terakhir kali planet mengalami perubahan suhu yang besar pada akhir zaman es terakhir, tingkat laut oksigen turun tajam di sepanjang tepi benua di Pasifik timur Samudra. Temuan ini meningkatkan kekhawatiran tentang apakah kondisi pemanasan akan membuat bagian-bagian tertentu dari laut masih dapat dihuni oleh berbagai kehidupan laut yang membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup.

Para peneliti memfokuskan secara khusus pada daerah-daerah yang disebut zona minimum oksigen (OMZs), yang alami daerah rendah oksigen di perairan perantara tepat di bawah permukaan yang kaya oksigen. Selama periode glasial sekitar 20.000 tahun yang lalu, zona ini tidak ada. Tapi dalam lautan modern, mereka terjadi di sejumlah perairan perantara. Selama beberapa ribuan tahun setelah zaman es berakhir, hamparan oksigen rendah air mulai berkembang sampai mereka memuncak pada periode pencairan es (deglaciation) sekitar 14.000 tahun yang lalu. Di beberapa lokasi, perluasan berlangsung jauh lebih cepat, lebih kurang dari seratus tahun.

Para peneliti menganalisis data sampel sedimen inti arsip untuk memetakan konsentrasi oksigen laut dari empat daerah di Pasifik timur-dari daerah sub-Arktik turun ke khatulistiwa Pasifik. Terbesar zona minimum oksigen muncul sepanjang Humboldt Current di pantai barat Amerika Tengah dan Selatan. Wilayah oksigen sangat rendah memiliki jangkauan vertikal besar, dari 110 menjadi lebih dari 3.000 meter (10.170 kaki 360) di bawah permukaan laut. Kini zona minimum oksigen di daerah yang sama jauh lebih luas, membentang dari sekitar 100 sampai 500 meter (128 sampai 1.640 kaki) di bawah permukaan laut.

Perluasan zona beriringan dengan dinamika puncak deglaciation, menurut penelitian ini. Kepiting mati merupakan tanda awal pemanasan? Penelitian ini bisa sinyal masalah lingkungan dan ekonomi masa depan untuk daerah dekat modern zona minimum oksigen, kata Sarah Moffitt, seorang peneliti postdoktoral di Bodega Marine Laboratory Universitas California dan penulis utama studi tersebut. “Kami ingin menyajikan [penelitian] dengan cara yang bermakna bagi orang-orang melihat sistem laut di dunia modern,” katanya seraya menambahkan bahwa para peneliti telah mendokumentasikan perubahan konsentrasi oksigen di pedalaman laut. “Kami ingin memahami stabilitas system kehidupan laut. Kami membutuhkan informasi tentang bagaimana sensitifitas lingkungan laut merespon perubahan suhu skala global.”

Penelitian menengarai lautan sensitif terhadap perubahan iklim global. Riset juga menunjukkan bahwa sistem arus laut menjadi tidak stabil akibat dinamika itu. Penelitian sebelumnya pada tahun 2008 memperkirakan bahwa jumlah hipoksia (oksigen sangat rendah) air bisa meningkat 50 persen pada tahun 2100, dengan penurunan keseluruhan oksigen dari 1 sampai 7 persen. “Harus diakui dengan sangat baik bahwa perubahan iklim akan mengubah konsentrasi oksigen di laut,” kata Francis Chan, asisten profesor di Departemen Biologi Integratif di Oregon State University yang mempelajari tingkat konsentrasi oksigen laut dekat daratan, di lepas pantai Oregon. Dia mengamati zona minimum oksigen zona minimum pada kedalaman 100-600 meter.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author