Menguak Misteri Tragedi AirAsia

Apa yang terjadi dengan Air Asia QZ8501? Mengapa pesawat itu jatuh, apakah masalah teknis atau human error? Sampai hari ke-15 semuanya masih misteri. Black box yang diharapkan segera bisa menguak kejadian sebenaranya hingga kini masih dalam status pencarian. 

Memang, ekor pesawat berhasil ditemukan dan di angkat ke darat dari kedalaman laut Selat Karimata tepat pada ke-14. Tapi, keberadaaan ‘kotak hitam’ itu masih belum bisa dipastikan lokasinya. Pencarian masih terus dilakukan dengan mengerahkan segala daya dan kemampuan teknologi yang ada.

Karena sudah tak ada di ekor pesawat, muncul dugaan perekam aktivitas penerbangan itu sudah terlontar dari tempatnya.  Indikasinya, sebelum ekor pesawat diangkat  Tim SAR dan KNKT di Kapal KN Jadayat dikabarkan mengendus singal ping (diduga terpancar dari black box) dari lokasi sekitar 500 m dari lokasi tempat terbenamnya ekor Airasia.  Artinya, untuk bisa menguak tabir misteri tragedi Airasia kita perlu bersabar lagi sampai menunggu black box ditemukan dan bisa dianalisas hasil rekamannya. Semoga saja ‘kotak hitam’ itu masih berfungsi normal dalam arti rekamannya masih terbaca,

Sementara analisis yang akurat dan akuntabel belum bisa dilakukan, sejauh ini  banyak berkembang berbagai wacana, analisis dan prediksi dari kalangan ahli, pengamat, praktisi hingga rekaan dari ‘pandangan’ paranormal yang  berbau mistis. Pada hari-hari awal, muncul analisis dari pengamat bahwa cuaca buruk mungkin faktor penyebabnya. Kondisi  awan Cumulonimbus (CB) yang tinggi dan tebal diduga menjadi pemicu jatuhnya Airasia.

Sebagaimana dilansir sejumlah media cetak dan online, pada saat kejadian, awan CB memang terbentuk dalam rute penerbangan Airasia pagi itu. Berdasarkan data Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), di lokasi hilangnya pesawat Air Asia ditemukan awan cumulonimbus (Cb) yang sangat tebal mencapai 5-10 kilometer. Keberadaan awan Cb sering dianggap sebagai momok bagi kalangan penerbangan. Pengamat Penerbangan, Jusman Syafii Djamal, mengatakan awan cumulonimbus (Cb) dapat menyebabkan turbulensi dan mesin pesawat mati.

”Di dalam awan cumulonimbus terdapat butiran es yang mengalir. Kalau butiran ini masuk ke engine, dapat menyebabkan engine mati,” ujar Jusman seperti dikutip Republia.co.id. Di dalam awan cumulonimbus, terdapat aliran butiran es yang dapat membekukan mesin pesawat sehingga menyebabkan kerusakan dan pesawat tidak bisa terbang lagi. Di dalam awan cumulonimbus juga terdapat badai petir yang mengilat-kilat.

AirAsia dengan nomor penerbangan QZ 8501 dikabarkan hilang kontak pada hari Minggu (28/12/2014) pagi. Pesawat jenis Airbus 320-200 tersebut terbang dari Surabaya dan berencana menuju Singapura. Pesawat ini lepas landas dari Bandar Udara Internasional Juanda pada pukul 05:35 WIB (UTC+7) dan dijadwalkan untuk mendarat di Singapura pada pukul 08:30 WSS (UTC+8). Pesawat kehilangan kontak dengan pengatur lalu lintas udara pada pukul 07:00 waktu setempat saat sedang terbang di atas laut Jawa.

Dilaporkan banyak media, untuk menghindari awan tebal, pilot AirAsia QZ 8501 lapor dan minta izin ATC untuk belok ke kiri. ATC mengizinkan. Pilot kemudian minta izin naik dari 32.000 kaki hingga 34.000 dan 38.000. Belum ada konfirmasi atau persetujuan ATC, sinyal Airasia hilang. Komunikasi pilot dan ATC terputus. Tapi sinyal terakhir saat hilang pesawat itu konon  justru belok ke kanan.

Awan CB merupakan awan padat vertikal yang menjulang tinggi, mirip gunung atau menara, Kumulonimbus (Cumulonimbus) berasal dari bahasa Latin, “cumulus” berarti terakumulasi dan “nimbus” berarti hujan. Awan ini terbentuk sebagai hasil dari ketidakstabilan atmosfer. Awan ini dapat terbentuk sendiri, secara berkelompok dalam klaster-klaster, atau di sepanjang garis awan horiointal dan vertikal yang amat dingin di lapisan tropopause. Awan ini juga mampu menciptakan petir melalui jantung awan. selain itu hanya awan ini yang mampu menciptakan tornado atau badai petir. Awan kumulonimbus terbentuk dari awan kumulus (terutama dari kumulus kongestus) dan dapat terbentuk lagi menjadi supersel, sebuah badai petir besar dengan keunikan tersendiri. Awan cumulonimbus merupakan awan yang termasuk paling ditakuti oleh penerbang. Awan ini juga dipercaya sering membuat bencana, khususnya lalulintas udara.

Saat AirAsia QZ8501 dinyatakan hilang, BASARNAS dan KNKT didukung sejumlah pihak melakukan pencarian. Mereka berusaha menemukan pesawat dengan menjejak sinyal ELT (Emergency Locator Transmitter). Ternyata, sinyall  ELT  yang dibuat tahan banting dan tahan dalam banyak kondisi tak bisa dideteksi. Padahal alat navigasi darurat itu dalam keadaan ekstrim tak mudah rusak, baik oleh impact keras, terkena api ratusan derajat maupun dialam bersuhu dingin ekstrim hingga jatuh ke dalam laut lebih dari 500 meter, ELT bisanya masih dapat berfungsi dengan baik.

Di tengah hiruk pikuk mencari bangkai pesawat dan dibuk mengevakuasi korban manusia, dunia dihebohkan oleh pemberitaan sebuah blogger Cina Weibo. Seperti dilaporkan Epoch Times (ch | in), blogger misterius dari Cina telah memprediksi kecelakaan yang akan menimpa maskapai AirAsia sejak 15 Desember lalu atau 13 hari sebelum terjadinya tragedi ini. Orang-orang diperingatkan oleh sosok misterius ini untuk tidak memakai maskapai Malaysia apapun. Dan, entah kebetulan atau mereka percaya,  tak ada satu pun warga Cina ikut dalam penerbangan nahas itu. Pengguna misterius ini telah membuat total 39 postingan pada subjek dari hasil prediksinya dan telah dilihat oleh lebih dari 2.400.000 orang!

Awan CB merupakan awan padat vertikal yang menjulang tinggi, mirip gunung atau menara, Kumulonimbus (Cumulonimbus) berasal dari bahasa Latin, “cumulus” berarti terakumulasi dan “nimbus” berarti hujan. Awan ini terbentuk sebagai hasil dari ketidakstabilan atmosfer. Awan ini dapat terbentuk sendiri, secara berkelompok dalam klaster-klaster, atau di sepanjang garis awan horizintal dan vertikal yang amat dinginl. Awan ini juga mampu menciptakan petir melalui jantung awan. selain itu hanya awan ini yang mampu menciptakan tornado atau badai petir. Awan kumulonimbus terbentuk dari awan kumulus (terutama dari kumulus kongestus) dan dapat terbentuk lagi menjadi supersel, sebuah badai petir besar dengan keunikan tersendiri. Awan cumulonimbus merupakan awan yang termasuk paling ditakuti oleh penerbang. Awan ini juga dipercaya sering membuat bencana, khususnya lalulintas udara.

Tak kurang dari kantor berita Reuter mengaitkan jatuhnya pesawat AirAsia diduga karena menabrak awan CB. Pilot diduga melakukan manuver untuk melakukan langkah penyelamatan namun gagal menguasai medan. AirAsia QZ8501 melakukan manuver mendaki tajam sebelum akhirnya jatuh dan ditemukan di perairan Selat Karimata – Laut Jawa. Kantor berita ini juga mengutip pendapat pakai uji terbang FlaghtFocus Setyo Sopekarsono yang mengatakan bahwa pesawat tak akan bertahan dalam pusaran awan CB yang amat dingin dan bermuatan petir. Pesawat yang terjebak awan CB akan kehilangan ketingian dan keseimbangan sangat cepat sehingga jatuh.

Analisis cuaca yang dilakukan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) menguatkan dugaan bahwa pesawat AirAsia QZ8501 gagal menghindari awan tebal kumulonimbus yang berada pada rute penerbangannya. Keberadaan awan kumulonimbus dalam pesawat jenis Airbus A320-200 tersebut sebelumnya dinyatakan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika.

Kepala Pusat Meteorologi Penerbangan BMKG, Syamsul Huda, mengungkapkan bahwa sejak lepas landas dari Surabaya, AirAsia QZ8501 terbang dalam kondisi cuaca berawan. Saat sampai di wilayah antara Belitung dengan Kalimantan, pesawat menghadapi cuaca yang lebih buruk. Pesawat menghadapi awan yang sangat tebal di lokasi (antara Belitung dan Kalimantan). Berdasarkan data, ketinggian puncak awan kumulonimbus yang dihadapi pesawat 48.000 kaki. Menilik ketinggiannya saja, pesawat mungkin masih akan berhadapan dengan awan bila naik ke ketinggian 38.000 kaki. Namun, apakah pesawat bisa menghindar dari awan atau tidak, hal itu sangat tergantung pada besarnya awan itu sendiri.

Sedangkan menurut mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara, Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim, masalah cuaca seperti awan adalah hal biasa yang dihadapi dalam penerbangan modern saat ini. “Sebelum terbang juga kita sudah mengisi flight plan dan melihat cuaca sepanjang jalur penerbangan. Pesawat A320 yang dipakai AirAsia sendiri adalah pesawat canggih yang sudah dilengkapi dengan radar cuaca yang baik,” ungkapnya seperti dikutip Indocropcircles.wordpress.com

Dengan teknologi dan perencanaan penerbangan yang baik, kasus pesawat hilang atau jatuh akibat faktor cuaca itu sudah jarang terjadi dalam penerbangan modern. Tetapi, lebih 14 abad lalu –jauh sebelum pesawat mengangkasa– Allah SWT sebenarnya mengisyaratkan keberadaan awan CB tersebut. ”Tidakkah engkau melihat bahwa Allah menjadikan awan bergerak perlahan lalu mengumpulkannya. Allah kemudian menjadikan awan-awan tersebut bertumpuk-tumpuk, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya. Dia juga menurunkan butiran-butiran es dari gumpalan-gumpalan awan yang besarnya bagaikan gunung-gunung. Maka, ditimpakan-Nya butiran-butiran es itu kepada siapa yang Dia kehendaki dan dihindarkan-Nya dari siapa yang Dia kehendaki. Kilauan kilatannya hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (QS An Nur (24):43). (dari berbagai sumber)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author