Oleh : Arwanto, Direktur PSAT (Pusat Sistem Audit Teknologi) BPPT
Pandemi Covid-19 menuntut kita untuk bersama-sama menanggulanginya. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk penanganan Covid-19 (TFRIC-19) telah banyak menghasilkan produk inovasi yang berperan serta dalam penanganan Covid-19.
Dengan mengutamakan produk untuk melakukan 3T (testing – tracing – treatment) produk – produk inovasi BPPT telah lulus uji klinis dan memiliki ijin edar. Namun beberapa produk inovasi hasil karya anak bangsa – yang merupakan potensi dan aset nasional – tersebut, belum banyak dimanfaatkan.
Hal ini akan berakibat kontra produktif bagi aktifitas Lembaga Litbangjirap (Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan) yang belakang ini dituntut untuk menghasilkan output yang berdayaguna dan berhasilguna.
Bahkan kebijakan tersebut diperkuat dengan disahkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 2019 yang membuka paradigma baru, dari IPTEK untuk IPTEK menjadi IPTEK untuk Pembangunan Nasional, dimana Lembaga penyelenggara Iptek harus menghasilkan invensi dan inovasi yang dapat didayagunakan untuk mendukung pembangunan nasional.
Dalam upaya untuk memaksimalkan produk dari Lembaga Litbangjirap maka dalam UU tersebut diamanahkan bahwa “Pemerintah wajib menjamin pemanfaatan hasil Penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan dalam bentuk invensi dan inovasi untuk pembangunan nasional” (Pasal 37 UU No. 11 Tahun 2019). Dalam klausal Pasal 37 UU No. 11 Tahun 2019 tersebut jelas nyata bahwa Pemerintah mempunyai kewajiban untuk memanfaatkan produk inovasi Litbangjirap.
Berkaitan dengan upaya bersama penanganan Covid-19 tentunya membutuhkan berbagai produk kesehatan dengan segera. Pemanfaatan produk inovasi hasil litbangjirap selain membantu percepatan penyediaan alat kesehatan yang diperlukan tetapi juga akan mendorong geliat dan motivasi para perekayasa untuk terus berkarya.
Dalam bidang produksi penyediaan alat kesehatan, pemerintah (Menteri) harus meningkatkan penggunaan potensi nasional yang tersedia sebesar-besarnya, seperti tercantum dalam Pasal 57 huruf b. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1998: “Meningkatkan penggunaan potensi nasional yang tersedia sebesar-besarnya dalam produksi sediaan farmasi dan alat kesehatan”.
Berdasarkan PP 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan, dapat dilihat bahwa amanah PP tersebut untuk memaksimalkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diproduksi oleh dalam negeri. Walaupun tidak spesifik menyebutkan hasil produksi dari keluaran proses Litbangjirap, namun Pasal 57 huruf b sudah cukup jelas untuk hal tersebut.
Jadi seharusnya produk-produk farmasi dan alat kesehatan hasil proses Litbangjirap termasuk yang dihasilkan BPPT harus menjadi prioritas untuk digunakan. PP 72 Tahun 1998 memang tidak secara tegas menyatakan “potensi nasional” yang mana, namun dengan jelas penggunaannya harus “Sebesar-besarnya”.
Upaya memperjelas agar produk dari Litbangjirap digunakan dalam pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, telah dilontarkan akan dilakukan revisi dari PP 72 Tahun 1998 oleh Kemenko PMK pada tanggal 19 Februari 2020.
PP 72 Tahun 1998 sudah cukup lama sekali yang merupakan turunan dari UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, dimana UU No 23 Tahun 1992 tersebut telah diganti oleh UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Semoga revisi PP 72 Tahun 1998 akan memperkuat dan memaksimalkan pemanfaatan hasil Litbangjirap – karya anak bangsa.