Jakarta, Technology-Indonesia.com – Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) yang meningkat pada masa pandemi Covid-19 berdampak pada melonjaknya limbah medis yang menimbulkan isu baru pada lingkungan. Daur ulang limbah APD medis dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi volume limbah medis.
Kepala Pusat Kimia Maju Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yenny Meliana dalam webinar bertema “Sirkular Ekonomi dan Kebijakan Pengolahan Limbah Medis” pada Selasa (24/5/2023) mengatakan untuk upaya jangka panjang menangani permasalahan tersebut diperlukan manajemen dan kebijakan yang mengatur pengaturan limbah medis di Indonesia.
Menurutnya, hal itu diperlukan untuk panduan berbagai lapisan masyarakat, bagi tenaga medis maupun rumah tangga. Yenny berharap hasil riset limbah medis dapat membangkitkan kepedulian terhadap penanganan limbah medis di Indonesia.
Direktur Pengelolaan Limbah B3 dan Non B3 – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Achmad Gunawan Widjaksono menjelaskan bahwa bahan berbahaya dan beracun (B3) merupakan zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung.
B3 dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain.
Limbah medis termasuk dalam golongan B3 yang ada unsur bahan yang berbahaya misalnya jarum suntik, obat-obatan, dan lain sebagainya. “Sampah rumah sakit itu harus dikelola dengan aturan yang telah ditentukan oleh pemerintah,” ujar Gunawan.
Menurutnya dengan sirkular ekonomi dapat membuat sampah medis memiliki nilai tambah. Dalam konteks pengelolaan sampah, praktik sirkular ekonomi bisa diwujudkan melalui praktik pengurangan sampah, desain ulang, penggunaan kembali, produksi ulang, dan daur ulang secara langsung.
Dalam sirkular ekonomi, limbah yang tidak memiliki nilai membutuhkan suatu sistem pengolahan agar memiliki nilai yang positif. Sirkular ekonomi pada pemanfaatan limbah B3 dapat menggantikan sebagian bahan baku untuk energi.
Limbah rumah sakit dapat berupa gas, cair, maupun padat. Sedangkan limbah padat ada yang bersifat medis maupun non medis. Dalam sirkular ekonomi limbah medis ada yang bisa dimanfaatkan kembali dan ada yang tidak.
Solusi Pengelolaan Limbah Medis
Direktur Penyehatan Lingkungan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Anas Ma’ruf menjelaskan bahwa isu limbah medis selalu menjadi kontroversi. “Pengelolaan limbah perlu penanganan yang baik karena limbah medis berisiko besar, karena limbah tersebut sangat berdampak dan dapat menimbulkan masalah bila tidak dikelola dengan baik,” ucapnya.
Anas menerangkan bahwa limbah medis dapat berdampak pada lingkungan dan kesehatan. Dampak lingkungan yang dimaksud di antaranya mencemari tanah, air, udara dan mempengaruhi hasil pangan.
Sedangkan dampak kesehatan meliputi gangguan estetika dan kenyamanan (bau, kumuh, kotor), kecelakaan/tertusuk benda tajam (hepatitis, HIV, dan lainnya), dan infeksi silang (pasien ke pasien, pasien ke petugas, atau fasyankes ke masyarakat).
Anas menjelaskan, pengelolaan limbah B3 dari fasyankes di rumah sakit dapat dikelola secara internal dan eksternal. Pengelolaan internal seperti pengurangan, pemilahan, pewadahan, penyimpanan dan pengolahan internal. Dari pengolahan internal selanjutnya dilakukan pengelolaan eksternal, yaitu pengangkutan untuk diolah eksternal dan penimbunan.
Limbah medis fasyankes tersebut dapat dikelola dengan berbasis wilayah seperti skala kecamatan, kota/kabupaten baik pengelolaan internal maupun eksternal. Dengan demikian, limbah B3 akan terkelola dengan baik, efisien dan meningkatkan nilai ekonomi.
Permasalahan Lingkungan
Penelitian membuktikan bahwa limbah masker banyak yang berakhir di muara-muara sungai sehingga menjadi masalah lingkungan baru. Salah satu bahan utama yang terkandung dalam masker medis dan APD lainnya adalah bahan plastik polypropyelene atau polipropilena (PP), yang dengan mudah ditemukan kandungan virgin polimer dan virgin polypropyelene-nya.
Profesor Riset bidang Kimia, Agus Haryono menjelaskan, aplikasi polipropilena banyak digunakan dalam keseharian. Misalnya, untuk kemasan berbagai produk makanan, minuman sampai suku cadang otomotif.
Polipropilena termasuk polimer yang bersifat bagus, berat molekul rata-rata cukup tinggi, bersifat nonpolar, isolasi frekuensi yang tinggi, ketahanan panas baik, ketahanan abrasi dan elastisitas yang cukup tinggi sehingga nyaman dipakai sebagai APD. Polipropilena termasuk material yang memiliki kekuatan mekanis yang tidak cepat rusak, kuat terhadap bahan-bahan kimia secara umum.
Akan sangat menarik apabila bahan-bahan tersebut bisa didaur ulang dengan berbagai cara, seperti metode rekristalisasi atau metode komposit yang mencampurkannya dengan biomassa lain, untuk menghasilkan produk yang bernilai ekonomi, sehingga terjadilah sirkular ekonomi yang dihasilkan dari limbah medis yang bisa dimanfaatkan.
Pada tahap awal, dilakukan sterilisasi limbah masker medis yang berasal dari rumah tangga dan fasilitas layanan kesehatan, kemudian dilajutkan dengan rekristalisasi yang menghasilkan polipropilena murni, dari bijih polipropilena yang dihasilkan berpotensi menghasilkan produk yang bernilai ekonomi, sehingga terbentuk konsep sirkuler ekonomi dari limbah masker dari berbagai rumah tangga dan fasyankes.
Menurut Agus, metode rekristalisasi mampu mengembalikan polipropilena dari masker medis. Rekristalisasi berhasil mencapai kemurnian tinggi menggunakan anti pelarut etanol, bahkan sampai rendemen lebih dari 96%.
Selanjutnya, hasil FTIR anti pelarut etanol mampu memurnikan dengan optimal, terlihat dari keberadaan hampir keseluruhan gugus fungsi polipropilena terlihat.
Dari hasil analisis dengan FTIR dan XRD, didapatkan bahwa polipropilena ini murni, dengan struktur berbentuk kristalin, dan dengan hasil evaluasi ekonomi yang dilakukan bersama tim nya, didapatkan bahwa proses rekristalisasi ini berpotensi untuk di up-scalling menjadi proses yang mempunyai nilai ekonomi, untuk mendapatkan sirkular ekonomi.
“Dengan perhitungan optimis melalui analisa keekonomian, berharap akan muncul penyandang dana, sehingga pengolahan limbah medis terealisasi dan masalah limbahnya juga teratasi, karena bisa dimanfaatkan ulang dan aplikasinya sangat luas,” jelas Agus.
“Walaupun pandemi covid-19 sudah berakhir dan diperlakukan sebagai endemi, namun kita yakin tantangan pasokan bahan limbah medis untuk memenuhi kapasitas produksi bisa diatasi, dengan kerja sama dengan berbagai fasilitas layanan kesehatan dari seluruh Indonesia,” tutur Agus.
Sebagai informasi, riset rekristalisasi diinisiasi oleh almarhum peneliti Sunit Hendrana, yang didanai oleh Pemerintah Australia melalui Skema Hibah Alumni (Alumni Grant Scheme), yang diadministrasikan oleh Australia Awards in Indonesia tahun 2021. Kegiatan ini dilanjutkan oleh Agus Haryono bersama tim yang melakukan penelitian rekristalisasi limbah medis dan menggali potensi ekonomi yang menyertainya. (Sumber brin.go.id)