Jakarta, Technology-Indonesia.com – Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama PT. Mersifarma Tirmaku Mercusana, dan Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung (ITB) menandatangani kesepakatan bersama tentang pengkajian dan penerapan teknologi di bidang bahan baku obat (BBO) amoksisilin dan sediaan farmasi. Kesepakatan bersama ini diharapkan menjadi landasan kuat guna percepatan pembangunan industri BBO nasional.
Deputi Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi (TAB BPPT) Soni Solistia Wirawan mengatakan ketersediaan dan keterjangkauan obat untuk mendukung pelayanan kesehatan masyarakat perlu mendapat perhatian serius. BPPT sangat konsen dan berkomitmen kuat untuk berperan aktif melakukan percepatan pengembangan industri BBO dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan impor, sebagaimana Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan.
“Penandatanganan kesepakatan bersama hari ini merupakan langkah awal positif untuk menuju hilirisasi hasil-hasil riset produksi antibiotik amoksisilin yang sudah cukup lama dikembangkan oleh BPPT dan ITB, dalam rangka membangun industri BBO dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan impor,” kata Soni saat acara penandatanganan kesepakatan tersebut di Gedung BPPT, Jakarta pada Kamis (20/2/2020).
Pemerintah melalui Bappenas telah menetapkan BBO menjadi salah satu Prioritas Riset Nasional (PRN) di bidang kesehatan, diantaranya adalah teknologi produksi bahan baku obat amoksisilin.
BPPT juga telah menetapkan BBO sebagai salah satu program prioritas (flagship program) tahun 2020-2024, untuk 5 jenis BBO yaitu antibiotik amoksisilin, paracetamol, vaksin HPV, herbal dan insulin.
Sebagai salah satu institusi litbang di dalam negeri, lanjutnya, BPPT memiliki peran utama dalam melakukan kaji dan terap teknologi. Keterlibatan BPPT dalam pembangunan industri bahan baku obat amoksisilin ini merupakan perwujudan peran BPPT untuk memberikan solusi terhadap permasalahan teknologi nasional.
Soni menuturkan, pengembangan teknologi produksi amoksisilin oleh BPPT dilandasi keprihatinan bahwa hampir 95% BBO yang diperlukan masih harus diimpor. Salah satunya amoksisilin yang impornya mencapai 1.200 ton/tahun. “Produk amoksisilin ini banyak digunakan di Indonesia untuk pengobatan lini utama pada infeksi bakteri gram positif dan gram negatif, yang hingga saat ini masih tinggi jumlahnya di Indonesia,” lanjutnya.
Amoksisilin pernah diproduksi di Indonesia pada 1987, namun tidak bisa bersaing karena biaya produksi yang tinggi akibat bahan intermediate 6-APA (6-aminopenicillanic acid) dan Dane Salt (D-p-Hidroksifenilglisin) masih impor.
Teknologi produksi amoksisilin yang dikembangkan BPPT untuk menghasilkan 6-APA yang selanjutnya dikombinasi dengan Dane Salt yang dikembangkan oleh Farmasi ITB. Selanjutnya dilakukan upscaling sintesa amoksisilin dari kedua intermediate tersebut. Proses produksi pada skala industri akan dilakukan oleh PT Mersifarma.
Teknologi produksi Amoksisilin ini akan memiliki kandungan lokal tinggi bila dilakukan mulai dari hilir (fermentasi penisilin G) untuk menghasilkan 6-APA secara enzimatis sehingga dapat memutus rantai impor intermediate. Dengan demikian pembangunan industri amoksisilin nantinya akan mampu memberikan nilai tambah terhadap kandungan lokal dan memiliki daya saing serta akan mendorong industri terkait lainnya.
Soni berharap langkah awal ini bisa menjadi pintu pembuka yang efektif untuk tahapan-tahapan berikutnya dan bisa menjadi landasan kuat guna percepatan pembangunan industri BBO nasional. “Mari kita bergandeng tangan. Pecah telur industri BBO nasional menjadi target utama kita semua,” pungkasnya.