Revolusi Teknologi Retail Hadirkan Pengalaman Terintegrasi di Toko

TechnologyIndonesia.id – Tahun 2024 telah tiba dan keriuhan holiday shopping sudah kita lewati. Apakah Anda berhasil membeli semua kado sebelum musim libur tiba atau Anda lebih suka belanja di detik-detik terakhir.

Senior Director of Product Management, Edge Computing, Red Hat, Shobhan Lakkapragada meyakini ada beberapa pesan yang ingin sampaikan pembelanja kepada para peretail agar pengalaman berbelanja menjadi lebih lancar lagi.

Pertanyaan itu misalnya: Apakah pengalaman berbelanja di dalam toko kacau? Apakah Anda bisa menggunakan layanan self-checkout? Apakah ada pilihan untuk berbelanja online dan pengambilan di toko yang menyediakan informasi inventori terbaru?

“Ini adalah pertanyaan yang kita tanyakan kepada diri sendiri sebagai pembelanja, namun bagaimana para peretail mewujudkannya?” ujar Shobhan melalui keterangan tertulis pada Kamis, 1 Februari 2024.

Menurutnya, ada banyak potongan dari teka-teki ini, namun yang paling jelas salah satunya adalah artificial intelligence (AI). Kecerdasan arfitifisial atau AI merupakan bagian penting dari transformasi retail, mulai dari self-checkout hingga manajemen inventaris dan banyak lagi.

Namun peretail jangan sekadar “mengaktifkan AI”. Mereka harus mengimplementasikan platform enterprise tunggal untuk komputasi edge yang akan mendukung AI dan teknologi penting lainnya dalam strategi transformasi mereka. Komputasi edge membantu mendorong inovasi yang transformatif di semua industri.

Tingginya harapan pelanggan dan dinamika perubahan pasar mendorong peningkatan penerapan teknologi retail. Diakselerasi oleh pandemi, restoran dan supermarket harus mengubah model bisnis untuk memberikan pilihan-pilihan seperti penjemputan barang (curbside pickup) dan e-commerce.

Upah pekerja juga naik, namun biaya teknologi inti menurun, terutama yang berada di edge. Ini berarti peretail mulai menjajaki solusi baru untuk membantu menghadirkan pengalaman belanja pelanggan yang lebih efisien dan terpersonalisasi.

Pengalaman belanja tersebut diantaranya:

– Pengalaman berbelanja secara fisik dan online yang nyaman, mulai dari visibilitas inventory yang lebih baik dan real time, serta opsi personalisasi yang lebih mendalam untuk mempercepat pengiriman dan lainnya;

– Generasi baru layout toko untuk membuat belanja di toko menjadi lebih cepat dan lebih nyaman, baik untuk melihat-lihat barang di toko, atau mengambil barang dari pembelian online;

– Pengalaman self-checkout yang lebih baik di mana pelanggan bisa mengambil barang mereka dan pergi;

– Solusi pencegahan kehilangan yang modern untuk mengurangi risiko dan dampak ‘penyusutan’ karena pencurian dan kekerasan.

Komputasi Edge Tingkatkan Pengalaman Konsumen

Peretail termasuk pelanggan Red Hat ada yang telah berinvestasi di tiga area inti yaitu modernisasi point of sale (POS), computer vision, dan otomatisasi gudang. Contohnya, peritel yang melayani lebih dari 65 juta pelanggan di seluruh Amerika Utara, dengan 1.200 toko di seluruh negara.

Mereka dihadapkan pada biaya operasional yang meningkat, kebutuhan untuk terus meningkatkan pengalaman pelanggan dalam toko saat checkout/dengan program loyalty dan tuntutan untuk mengelola sistem POS di seluruh toko di negara tersebut dengan efisien.

Alhasil, peretail ini harus mengevaluasi kembali jejak teknologinya. Perusahaan tersebut memilih mengatur ulang infrastruktur POS-nya dengan pendekatan satu platform enterprise untuk komputasi edge menggunakan Red Hat Enterprise Linux (RHEL), Red Hat OpenShift dan Red Hat Ansible Automation Platform.

Menurut Shobhan, upaya ini menjawab empat tantangan teknis utama, yaitu:

– Memahami bagaimana mendeploy RHEL dalam format yang berfokus pada edge untuk mengembangkan aplikasi POS baru;

– Migrasi ke sistem POS tanpa server dengan menempatkan aplikasinya dalam container;

– Menerapkan postur keamanan yang kuat dan proteksi payment card industry (PCI) menggunakan immutable image (gambar yang tidak bisa diubah) dari RHEL dan aplikasi-aplikasi yang di-containerizing;

– Mengaktifkan semua peripheral terhubung dan sesuai dengan PCI, seperti pemindai barcode, papan PIN dan printer tanda terima supaya bisa berjalan di aplikasi POS yang dikembangkan kembali.

Peretail kemudian memilih memodernisasi infrastruktur POS mereka dengan platform enterprise yang bisa membantu menjawab kebutuhan network edge di industri retail.

Dengan pendekatan ini, peretail bisa mendeploy data lebih dekat ke tempat di mana data tersebut dikumpulkan, dan di mana sebagian besar interaksi pelanggan terjadi dari 1.200 toko tersebut.

Sejak modernisasi POS dilakukan, peretail kini bisa merespons kondisi pasar yang berubah dengan lebih baik dan lebih cepat, menciptakan pengalaman konsumen yang berbeda, dan meningkatkan outcome operasional dengan lebih efisien. Dengan infrastruktur yang andal dan konsisten, mereka bisa untuk sepenuhnya fokus pada kepatuhan dan langkah keamanan.

Saat pemeliharaan atau update keamanan harus dijalankan, otomatisasi membuat tim IT bisa melakukan deploy dalam skala besar, sekaligus menjaga pola pikir security-first.

Ini bisa berarti mendeteksi masalah potensial sebelum mencapai produksi dan memitigasi atau langsung menghilangkan masalah tersebut, semuanya karena tim bebas dari kegiatan maintenance rutin dan memakan waktu, untuk berfokus pada hal-hal yang lebih penting yaitu keamanan IT dan pengalaman pelanggan.

Ini akan menghasilkan pengalaman pelanggan yang lebih positif sekaligus mengurangi biaya operasional dan mendongkrak keuntungan.

Perjalanan mungkin berbeda, namun hasil akhirnya sama – meningkatkan pengalaman pelanggan, mendorong efisiensi operasional, dan membuka peluang pendapatan baru.

Hadirkan Pengalaman “In Store” Modern

Banyak pelanggan menerapkan solusi modern yang didorong oleh AI dan computer vision dari independent software vendors (ISVs) untuk meningkatkan pengalaman self-checkout konsumen mereka, dengan pengalaman yang lebih user-friendly ketimbang sekadar memindai barcode.

Ini artinya pelanggan bisa mengambil barang, meletakkannya dalam keranjang, dan melangkah keluar tanpa harus “check out” atau menunggu di antrian untuk membayar.

Sama halnya dengan aplikasi berbasis AI yang bisa membantu menganalisis footfall untuk memahami perilaku konsumen, dan solusi loss prevention modern yang tidak mengandalkan RFID atau security tag yang ditempelkan pada barang.

Untuk menerapkan tipe-tipe aplikasi seperti ini, peretail membutuhkan platform pengembangan aplikasi enterprise modern untuk server dalam toko yang terhubung ke aplikasi core mereka di hybrid cloud.

Red Hat OpenShift dan Red Hat OpenShift AI membantu pelanggan mendeploy aplikasi ini – baik yang dikembangkan sendiri atau dibangun dengan ISV – pada platform tersebut.

“Kami baru-baru ini mengumumkan ketersediaan Red Hat Device Edge. Red Hat Device Edge menyediakan platform yang lebih konsisten yang dirancang untuk lingkungan dengan sumber daya terbatas, terutama yang membutuhkan komputasi untuk perangkat kecil di perangkat edge. Hal ini menjadikannya solusi ideal untuk sistem POS retail,” terang Shobhan.

Red Hat Device Edge menggabungkan MicroShift, sebuah proyek komunitas open source yang enterprise-ready dan didukung oleh Red Hat dalam pendistribusiannya, dengan Red Hat Enterprise Linux dan Red Hat Ansible Automation Platform untuk pengelolaan Day 1 dan Day 2 yang lebih konsisten pada ratusan hingga ribuan situs dan perangkat.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author