Berdampak Luar Biasa, Mengapa Siklon Tropis Diberi Nama Bunga? Ini Penjelasannya

TechnologyIndonesia.id – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui Tropical Cyclone Warning Center (TCWC) Jakarta pada 16 Januari 2024 mengidentifikasi adanya pembentukan satu siklon tropis di sekitar Samudra Hindia sebelah Barat Daya Bengkulu. Siklon tropis tersebut oleh TCWC Jakarta diberi nama Siklon Tropis Anggrek.

Siklon Tropis Anggrek tumbuh di area tanggung jawab TCWC Jakarta. Sesuai peraturan internasional yang berlaku maka siklon tropis tersebut diberi nama oleh TCWC Jakarta. Sebelumnya TCWC Jakarta – BMKG telah memberi nama siklon tropis dengan nama bunga seperti Seroja, Cempaka, Bakung dan Dahlia.

Mengapa siklon tropis diberi nama sesuatu yang indah seperti nama bunga? Padahal siklon tropis dapat menyebabkan gelombang tinggi, gelombang badai, hujan deras, angin kencang, dan lain-lain.

Ketua TCWC Jakarta – BMKG, Agie Wandala Putra menerangkan bahwa penamaan siklon tropis sudah ada regulasinya. Penamaan siklon tropis di wilayah belahan bumi selatan diatur oleh Tropical Cyclone Committee. Sementara untuk wilayah utara oleh Typhoon Committee.

“Kenapa nama-nama bunga. Itu konsensus sebenarnya dari pemerintah Indonesia untuk menetapkan nama-nama bunga. Selain untuk kewaspadaan, penamaan bunga juga untuk identitas di Indonesia,” terang Agie dalam Media Lounge Discussion (Melodi) di Gedung BJ Habibie, Jakarta, pada Rabu (31/01/2024).

Lebih lanjut Agie menjelaskan bahwa dalam regulasi juga disebutkan bahwa untuk penamaan siklon tropis disarankan atau malah tidak boleh menggunakan nama-nama yang menakutkan karena itu akan menimbulkan efek traumatis.

“Contohnya Siklon Tropis Seroja sudah kami pensiunkan namanya. Nama Seroja bagi kita mungkin biasa saja, tapi bagi masyarakat di Rote atau NTT mereka traumatis. Jadi nama seroja sudah kami pensiunkan,” terangnya.

Meskipun pemerintah Indonesia sudah menetapkan nama-nama bunga, namun penamaan siklon tropis tidak bisa sembarangan. Agie mencontohkan ada salah satu bunga yang pernah akan dipakai namanya, tapi orang Australia tidak bisa mengejanya.

“Jadi harus konsensus dulu. Kita tidak boleh asal memberi nama. Mereka dilatih misalnya untuk mengeja nama Anggrek dengan benar. Jadi nama itu dites dulu misalnya cempaka, seroja, dan anggrek, baru kemudian disepakati,” terang Agie.

Hal itu, lanjutnya, karena siklon tropis yang misalnya tumbuh di Laut Banda atau Rote, bisa tumbuh terus hingga sampai Australia. Bahkan ada siklon tropis yang tumbuh di selatan Jawa sampai ke pesisir timur Afrika.

Mengutip dari laman bmkg.go.id, siklon tropis merupakan badai dengan kekuatan besar dengan radius rata-rata mencapai 150-200 km. Siklon tropis terbentuk di atas lautan luas yang mempunyai suhu permukaan laut hangat lebih dari 26,5°C. Angin kencang yang berputar di dekat pusatnya mempunyai kecepatan angin lebih dari 63 km/jam.

Masa hidup suatu siklon tropis rata-rata berkisar antara 3 hingga 18 hari. Karena energi siklon tropis di dapat dari lautan hangat, maka siklon tropis akan melemah atau punah ketiga bergerak dan memasuki perairan yang dingin atau memasuki daratan.

Agie menjelaskan bahwa TCWC Jakarta berdiri pada 2008. Saat itu pemerintah memilih nama-nama wayang. Karena itu, siklon tropis pertama yang terdeteksi TCWC Jakarta diberi nama Siklon Tropis Durga. Namun, nama itu diprotes keras oleh budayawan karena sosok Durga belum tentu merusak.

“Ketetapan sekarang adalah nama-nama bunga dan buah. Meskipun namanya indah tapi dampaknya bisa luar biasa. Kita mengikuti tataran yang diatur secara regulasi,” tuturnya.

Namun, tidak semua siklon tropis diberi nama bunga atau buah. Hal itu karena wilayah tanggung jawab TCWC Jakarta hanya di selatan Indonesia, tidak sampai wilayah Australia. “Jadi kita berbagi peran dengan TCWC di Australia,” imbuhnya.

Sebelumnya, wilayah selatan Indonesia juga dipegang oleh TCWC Australia. Berkat keberhasilan negosiasi internasional, BMKG berhasil mengambil alih untuk tanggung jawab di wilayah selatan Indonesia.

“Alhamdulillah ada TCWC di Jakarta sehingga kita bisa bergerak untuk memberikan alert dan pemberian nama seperti Siklon Tropis Anggrek. Saat nama itu dirilis, maka langsung terkoneksi dengan sistem global,” pungkasnya.

Media Lounge Discussion juga menghadirkan Peneliti Ahli Utama Klimatologi dan Perubahan Iklim, Pusat Riset Iklim dan Atmosfer – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Erma Yulihastin yang memaparkan hasil kajian perubahan iklim yang menunjukkan peningkatan cuaca ekstrem.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author