Kelompok Rentan Berisiko Tinggi Terdampak Penyalahgunaan AI dan Disinformasi

TechnologyIndonesia.id – Perkembangan teknologi informasi dan platform media sosial telah menyebabkan perubahan cukup besar dalam lanskap infromasi.

Indonesia dengan populasi yang besar dan akses internet yang terus berkembang turut menghadapi ancaman serius dari disinformasi yang dapat mendistorsi pola pikir dan cara pandang masyarakat.

Terlebih perkembangan teknologi media digital membuka peluang bagi siapapun untuk berpartisipasi dalam proses produksi dan viralisasi informasi dan konten.

Kelompok rentan seperti kaum muda yang cenderung lebih aktif secara digital, kaum tidak luput dari fenomena disinformasi melalui teknologi media digital.

Selain itu, masyarakat pedesaan yang memiliki akses informasi yang terbatas yang kredibel seringkali menjadi sasaran utama disinformasi yang berpotensi mengancam kohesi sosial dan stabilitas keamanan negara.

Kelompok-kelompok rentan tersebut tidak hanya menjadi objek dari konten-konten media yang diskriminatif tetapi juga menjadi pihak yang rentan dan dirugikan oleh disinformasi.

“Karenanya risiko masifnya transformasi digital perlu direspon, terutama untuk kelompk rentan,” kata Wamenkominfo Nezar Patria, Kamis (16/11) dalam Seminar Nasional bertajuk Disinformasi dan Kelompok Rentan di Era Manipulasi Media Digital.

Seminar ini merupakan hasil kerja sama antara Prodi Kajian Budaya dan Media, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada dan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) melalui Safer Internet Lab (SAIL).

Nezar Patria menyampaikan bahwa transformasi digital perlu berpihak pada kelompok masyarakat yang rentan mengalami hambatan ekonomi dan sosial sehingga menempatkan mereka pada kondisi yang tidak menguntungkan.

Kelompok rentan tidak hanya pada kaum muda, perempun, lansia, masyarakat pedesaan dan penyandang disabilitas, tetapi juga mereka yang belum komperehensif mendapatkan pengetahuan digital.

Kesenjangan hadir dalam bentuk kesenjangan akses layanan infrastruktur dan pemahaman teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Kondisi ini menghambat kelompok atau individu bisa merasakan transformasi digital.

Wacana ini disebutkan Nezar Patria perlu jadi perhatian mengingat ¼ populasi dunia belum terkoneksi internet dan mayoritas yang tinggal di pedesaan. Ketiadaan akses menghadirkan deepfake dan membentuk disparitas penduduk kota dan desa.

“Kelompok rentan memiliki resiko lebih tinggi karena menjadi korban penyalahgunaan teknologi, ucapnya.

Ia mencontohkan proses viktimisasi terutama dalam profiling algoritma AI yang cenderung bisa digunakan untuk memarjinalkan kelomopk rentan. Misalnya pada kasus rekrutmen oleh Amazon yang menggunakan AI masih terjadi diskriminasi tinggi dan bias gender karena yang diterima semua laki-laki berkulit putih. Kondisi tersebut pun menuai protes besar dari masyarakat saat itu.

Mengingat ancaman dan ploriferasi serta disinformasi bagi kelompk renta, Nezar Patria memandang perlunya kerja sama dalam pemanfaatan teknologi digital dilakukan secara positif untuk melindungi kelompok rentan.

Karena itu transfomasi digital perlu menggunakan pendekatan transformasi digital inklusif. Langkah tersebut diharapkan mampu jawab persoalan yang dihadapi kelompok rentan. Upaya mitigasi transformasi digital dan kesenjangan yang ada bisa dilakukan dengan memberikan akses yang memadai sehingga masyarakat bisa ikut terlibat dalam transformasi digital yang sedang berjalan.

Guna merespon kebutuhan tersebut Kemenkominfo melakukan sejumlah upaya strategis. Salah satunya melakukan pemutusan akses dan take down terhadap konten yang melanggar peraturan perundangan.

Selama periode 17 Juli-14 November 2023 pihaknya telah melakukan pemutusan akses dan take down pada 962.719 konten, khususnya terkait judi online. Selain itu, Kemenkominfo aktif terlibat dalam forum intrenasional sebagai bentuk kontribusi penguatan tata kelola internet global.

Nezar Patria menyampaikan Kemenkominfo juga menyusun perencanan penguatan kebijakan tata kelola digital. Salah satunya revisi UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Disamping itu, rencana peraturan persiden tentang lembaga penyelenggara pengawas data pribadi, rencana peraturan pemerintah tentang pelaksanaan UU No. 27 Tahun 2022 tentang perlindungan data pribadi, rencana revisi peraturan pemerintah No. 71 tahun 2019 tentang penyelenggaran sistem dan transaksi elektronik, dan rencana revisi Permen Kominfo No. 5 tahun 2020 tentang penyelenggara sistem elektronik lingkup privat.

Seminar nasional tersebut turut menghadirkan tiga panelis yakni Dr. Vidhyandika Djati Perkasa, M.Sc. (Peneliti Senior Departemen Politik dan Perubahan Sosial, CSIS), Tarlen Handayani (Peneliti di Ruang Arsip dan Sejarah Perempuan), dan Prof. Dr. Heru Nugroho (Guru Besar Sosiologi UGM dan Pengajar Prodi KBM UGM). (Foto ilustrasi: pixabay.com/geralt)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author