Jakarta – Peningkatan konsumsi biodiesel nasional akan semakin menekan impor bahan bakar minyak (BBM) sekaligus meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan sekaligus menghemat devisa.
“ Implementasi B20 (biodiesel 20% ) sejauh ini sudah berhasil meskipun masih ada kendala. Namun, sesuai dengan roadmap penerapan bahan bakar nabati di Indonesia maka road test bahan bakar B30 sebaiknya segera dilakukan oleh seluruh stake holder,” ujar Deputi Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material BPPT, Eniya L. Dewi dalam “Dialog Nasional Biofuel” di Jakarta, Selasa 25/9/2018.
Menurut Eniya, pemanfaatan bahan bakar nabati telah dimulai sejak 2006 dengan diterbitkannya Instruksi Presiden No. 1/2006. Sejak 2009, Pemerintah memberlakukan kebijakan mandatori pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (BBN) pada sektor transportasi, industri dan pembangkit listrik melalui Permen ESDM No. 32/2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain, yang telah diperbarui melalui Permen ESDM No.12/2015.
Kapasitas terpasang BBN untuk jenis biodiesel telah mencapai 12 juta kL per tahun, sedangkan kapasitas terpasang untuk BBN jenis bioethanol yang siap produksi 200 ribu kL per tahun (fuel grade ethanol).
“Sejak 1 Januari 2016 telah diimplementasikan B20 pada bahan bakar solar bersubsidi, sedangkan penerapan pada sektor yang lain diterapkan mulai 1 September 2018,” papar Eniya.
Penerapan biodiesel hingga mencapai tahap B20, lanjut Eniya, telah melalui berbagai tahapan riset, pengembangan, sosialiasi, dukungan kebijakan, maupun monitoring dan evaluasi. “Memang ada beberapa kendala dalam handling selama transportasi dan storage untuk B20. Jadi diperlukan adanya suatu standar transportasi dan storage system yang dapat menjamin kualitas dan kontinuitas penyediaan dan penerapan B20,” ungkapnya.
Sementara itu, kata Eniya, implementasi B30 akan dilaksanakan mulai 1 Januari 2020. Kendati demikian, seluruh stake holder dihimbau segera melaksanakan uji coba B30 sebelum tenggat pelaksanaan.
“Road test bahan bakar B30 sebaiknya segera dilakukan oleh seluruh stake holder, baik ESDM, APROBI (Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia-red), PERTAMINA, GAIKINDO (gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia-red), dan HINABI (Perkumpulan Industri Alat Besar Indonesia-red) pada mesin kendaraan. Dan apabila hasilnya memenuhi persyaratan yang ditentukan maka sebaiknya segera diimplementasikan,” ujarnya.
Sementara itu, aplikasi bahan bakar B50 dan PPO50 (Pure Plant Oil), lanjut Eniya, bisa mulai digunakan pada mesin diesel medium speed ke bawah (PLTD) dengan memperhatikan viskositas atau pengukuran ketahanan fluida yang setara dengan HSD (High Speed Diesel).
Dalam risalah rapat terbatas tentang percepatan pelaksanaan mandatori biodesel beberapa waktu lalu, Presiden RI Joko Widodo menegaskan bahwa penggunaan Biodiesel B20 harus dipaksakan dan tidak ada tawar menawar lagi, karena menyangkut permasalahan besar dan penting, yaitu neraca perdagangan, kebutuhan, dan penghematan devisa
Berdasarkan Perpres No 22 tahun 2017 mengenai Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), pemerintah menetapkan target penerapan EBT atau Energi Baru Terbarukan ditetapkan sebesar 23 persen pada 2025 dengan porsi biofuel mencapai 5%. Sementara itu menurut Outlook Energi Indonesia 2017, capaian penerapan EBT dalam bauran energi baru mencapai 12 %.